Maysa tersenyum melihat betapa sayangnya sang mama pada Eira. Mertuanya pun sama sayangnya pada gadis kecil itu karena Eira adalah cucu perempuan satu-satunya di keluarga Rafka. Maysa pun mengambil makanan.
Mereka sama-sama menikmati makan malam bersama keluarga. Hal yang sudah sangat lama tidak mereka rasakan. Sesekali membicarakan masa lalu, membuat Maysa melupakan sejenak masalah rumah tangganya. kehadiran keluarga memang obat yang paling mujarab dikala sedang menghadapi masalah. Terutama seorang ibu, dia akan memberikan nasihat yang membuat hati ini damai. Apa pun yang dikatakan pasti demi kebaikan anak-anaknya.
Usai makan malam, Maysa tidur di kamarnya. Sementara itu, Eira tidur bersama dengan mamanya. Kamar itu memang sudah lama tidak ditempati. Namun, Mama Rafiqah sering membersihkannya padahal Maysa sering berkata untuk membiarkan saja, tetapi wanita paruh baya itu tidak mau mendengarkan. Dia tetap membersihkan kamar itu karena Mama Rafiqah tidak ingin saat anak dan menantunya berkunjung, kamarnya kotor dan bau.
Maysa mengirim pesan saja pada sang suami karena dia tidak ingin menambah masalah. Takutnya Rafka menghubungi mamanya dan bertanya tentang keberadaannya. Bagaimanapun pria itu juga masih suaminya. Semarah apa pun Maysa, dia harus tetap menghormati sang suami.
"Mas, malam ini Eira dan aku menginap di rumah mama. Tadi aku sudah mengajaknya untuk pulang, tapi Eira menolak karena masih ingin tidur sama mama."
Pesan yang dikirim Maysa sudah sampai. Namun, belum dibaca oleh Rafka. entah sedang sibuk apa pria itu hingga mengabaikan pesan darinya. Wanita itu berniat untuk tidur saja. Baru beberapa menit berbaring, terdengar pesan masuk. Ternyata itu dari Rafka.
"Iya, tidak apa-apa. Kamu hati-hati di sana bersama Eira. Nanti kalau mau pulang, biar aku jemput." Begitulah isi pesan balasan dari Rafka.
Maysa pun segera membalas pesan itu. "Tidak usah, Mas. Aku bawa motor."
Terpaksa Maysa berbohong. Padahal motornya masih berada di butik. Dia menitipkannya pada Bu Nadia. Tidak ada balasan lagi dari Rafka. Wanita itu pun memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Tidak berapa lama kembali tidur Maysa terganggu. Kali ini pintu kamar diketuk seseorang. Wanita itu pun segera membukanya karena memang dia belum bisa tidur. Ternyata mamanya yang ada di sana.
"Ada apa, Ma? Apa Eira rewel?" tanya Maysa.
"Tidak, Mama cuma ingin ngobrol sebentar sama kamu, boleh?"
"Tentu saja boleh. Ayo, masuk!" ajak Maysa. Mama Rafiqah pun masuk ke dalam kamar putrinya dan duduk di tepi ranjang, diikuti Maysa.
Mama Rafiqah memandang wajah putrinya dengan saksama. Digenggamnya erat tangan wanita yang sudah dia besarkan ini. Maysa pun mulai mengerti tujuan mamanya datang ke kamar ini. Sebisa mungkin dia tersenyum agar tidak membuat Mama Rafiqah bersedih.
"Mama tahu kamu sedang tidak baik-baik saja. Apa kamu ada masalah?" tanya Mama Rafika.
Maysa menatap mamanya. Dia tahu kalau wanita itu tidak bisa dibohongi. Sebesar apa pun wanita itu berusaha menutupinya, pasti Mama Rafiqah akan tahu kalau dirinya sedang bersedih.
"Ma, aku memang sedang ada masalah, tapi untuk saat ini, semuanya belum jelas. Aku perlu memastikan sesuatu jadi, aku belum bisa bercerita sama Mama. Kalau sudah saatnya dan semuanya sudah jelas, aku akan mengatakannya pada Mama, tanpa Mama bertanya. Mama doakan saja agar aku bisa melewati semuanya dengan baik karena hanya doa Mama yang bisa menguatkanku," ucap Maysa yang semakin erat menggenggam telapak tangan mamanya.
"Tentu saja Mama akan selalu mendoakanmu. Mama selalu mendoakan anak-anak mama agar selalu bahagia."
"Terima kasih, Ma."
"Ingatlah pesan Mama. Apa pun masalah yang kamu hadapi, selalu sertakan Tuhan dalam setiap keputusan. Jangan mengambil keputusan secara terburu-buru karena Mama tidak ingin kamu menyesal suatu hari nanti."
"Iya, Ma, terima kasih atas perhatiannya." Maysa memeluk mamanya dengan mata berkaca-kaca. Berbicara dengan wanita yang sudah melahirkannya sebentar saja, sudah mampu membuat hatinya lega meskipun dia tidak menceritakan secara detail masalah yang dihadapi.
"Ya sudah, kalau begitu. Kamu istirahatlah, Mama mau kembali ke kamar. Takut nanti Eira terbangun."
"Maafin aku juga, ya, Ma. Aku selalu ngerepotin Mama dengan keberadaan Eira di sini."
"Kamu bicara apa? Justru Mama sangat senang karena Mama ada temannya. Ya sudah, Mama kembali dulu."
"Iya, Ma." Rafiqah pun kembali ke kamarnya.
Mahesa tersenyum Sambil memandangi punggung wanita yang sudah melahirkannya itu. Dia berharap Mama Rafiqah selalu sehat karena hanya wanita itu yang bisa menguatkan dirinya saat dalam keadaan apa pun.
Keesokan paginya, Mahesa kembali bekerja. Eira pun juga masih harus tetap di rumah Mama Rafiqah. Nanti sore mereka baru akan pulang.
Dari pagi hingga menjelang siang, Rafka sama sekali tidak menghubungi istrinya atau bertanya mengenai Eira. Hal itu tentu saja membuat Maysa kesal. Tidak adakah sedikit rasa rindu dari pria itu kepada putrinya? Tidak merindukan dirinya, itu tidak masalah, tetapi Eira adalah darah dagingnya.
"May, sudah baikan?" tanya Bu Nadia yang sedang memeriksa keadaan butik.
"Alhamdulillah, sudah, Bu."
"Berarti masalah kamu sudah selesai? Aku turut senang mendengarnya," sahut Bu Nadia dengan tersenyum.
"Sebenarnya belum juga, Bu. Hanya saja sekarang saya sudah bisa tenang setelah berbicara dengan mama."
"Oh, kamu dari rumah mamamu?"
"Iya, Bu. Beliau memberi saya nasihat yang membuat saya lebih tenang dan ikhlas dalam menerima sekaligus menjalani semuanya."
Maysa tersenyum sambil menatap atasannya. Dia tidak ingin membuat orang lain kepikiran mengenai masalah pribadinya. Apalagi Bu Nadia sudah sangat banyak membantu selama ini.
"Apa pun masalah yang kamu hadapi, mudah-mudahan semuanya bisa selesai dengan baik. Kamu juga harus lebih kuat karena setiap masalah pasti akan ada jalan keluarnya."
"Iya, Bu. Terima kasih."
"Oh, iya, May, kemarin Bu Rina nawarin kerjasama sama kamu. Dia mau investasi, barangkali kamu mau buka usaha, butik mungkin."
"Aku nggak ngerti maksud, Ibu?" tanya Maysa dengan wajah kebingungan.
"Bu Rina tahu kalau kamu punya potensi karena itu dia ingin memberi modal buat kamu. Tidak banyak, tapi setidaknya itu cukup untuk membantumu. Kalau masih kurang, nanti kamu bisa mencari lagi. Membuka usaha memang butuh modal besar, setidaknya kamu sudah mencoba. Bu Rina percaya kalau kamu bisa."
Maysa tidak percaya ada orang yang begitu baik padanya. Dia hanya bertemu Bu Rina sekali saat menemani sang putri mencoba gaun yang dibuatnya. Namun, wanita itu sudah sangat percaya padanya.
"Sepertinya itu sangat sulit, Bu. Saya juga kurang percaya diri. Bagaimana nanti kalau saya malah membuat semuanya bangkrut."
Sejujurnya, Maysa memang sangat ingin memiliki usaha sendiri. Apalagi usaha itu sambil menyalurkan hobi dan imajinasinya. Pasti sangat menyenangkan. Membayangkan saja sudah membuat wanita itu tersenyum.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Siti Asmaulhusna
jangaan2 bu Rina ibu nya si Vida lagi pacar nya si Rafka smoga az bgtu cpat ktauan
2023-01-29
0
Yani
Orang baik pasti selalu ada menolong
2022-11-24
0
Imam Sutoto Suro
good story'thor lanjutkan
2022-11-19
0