Kini Raja yang dikutuk tersebut, hidup abadi di dunia ini
Di penghujung jalan, di kota Sukoi, seorang lelaki memakai setelan jas mewah dan sepatu mengkilap tentu saja bermerek, turun dari mobil mewah, bahkan mobil yang ia naiki sebuah mobil mewah yang hanya di produksi beberapa unit saja, saat ia berjalan kearah loby semua orang yang bekerja di perusahaan menundukkan kepala pada sang bos yang baru turun dari mobil.
Lelaki itu hanya mengangguk samar, nyaris tidak terlihat, tidak ada senyuman tidak ada sapaan, ia melenggang bebas dan masuk ke ruangannya. Ruangan yang mencolok sendiri, sangat berbeda dengan yang lain.
Ruangan yang digunakan lelaki itu, memiliki corak yang berbeda. Seakan-akan dia ingin mengatakan kalau ia adalah seorang bos.
Di atas meja terlihat setumpuk map, menunggu, jarinya menari di atas kertas putih lewat tinta pena yang akan ia torehkan tanda tangan, dalam berkas yang bertumpuk itu. Setelah berkutat selama dua puluh menit, ia berdiri dan meninggalkan kursi kebesarannya.
Boas Agdan, seorang CEO di perusahaan penyedia jasa layanan internet terbesar di kotanya, lalu ia keluar dari pintu samping kantornya, tidak ada seorangpun karyawannya yang melihatnya, kapan ia keluar, lalu ia berjalan menyusuri jalan setapak menuju pantai, duduk sendiri mendengarkan desiran ombak yang membuat hatinya damai, lalu ia menutup mata, itu akan ia lakukan hampir tiap hari. Namun, kali ini, dengan sayup-sayup kupingnya menangkap suara minta tolong.
Dengan satu jentikan jari, tubuh itu, sudah berpindah ke tempat yang diinginkan.
Seorang wanita paru baya yang sedang berjualan sayur-sayuran, diganggu sekelompok preman kampung, sekelompok pemuda itu menarik paksa tas lusuh milik wanita yang tak berdaya itu, wanita yang saban hari mengantungkan rezekinya dengan berjualan sayur-sayuran di pinggir jalan setapak menuju gang sempit. Gang yang dikenal sarang para penyamun dan penjahat kelas rendah seperti mereka.
“Berhentilah, kalian sangat memalukan, bagaimana mungkin ada empat laki-laki mengeroyok satu wanita lemah seperti dia, kenapa kalian tidak berganti kelamin saja, saya malu melihat kelakuan kalian yang mengaku sebagai lelaki”
“Diam kamu, ini bukan urusanmu!” Teriak seorang lelaki yang terlihat lebih krempeng dari teman-temannya.
“Hai krempeng, kamu cari kerja yang benar agar makan yang sehat, biar tidak cacingan seperti itu,” ujarnya, dengan santai, ia menyandarkan tubuhnya yang kekar itu di dinding bangunan toko di sebelahnya
“Dasar, kurang ajar! Kamu pikir, karena kamu berpakaian bagus seperti itu, lalu aku takut padamu?”
Lalu manusia berbadan kerempeng itu mengeluarkan sebilah pisau dari balik jaket lusuh yang ia pakai, lalu ia memajukan tangannya mengarahkan pisau bermata runcing itu kearah perutnya, ia berlari kecil dengan sebuah teriakan kekesalan keluar dari bibirnya yang menghitam.
“Hiaaak …!” teriaknya dengan kesal.
Dengan tenang dan santai, Boas menghindar dengan memundurkan tubuhnya, gerakan lambat dan teramat santai, seolah-olah manusia yang menyerang tidak berbahaya baginya, si krempeng bablas ke belakangnya, lalu ia membalikkan badannya mengerakkan semua kekuatannya untuk menyerang lelaki yang memakai setelan jas bewarna pastel itu.
Usahanya gagal lagi, karena lagi-lagi Boas hanya menghindar dengan memundurkan tubuhnya, tepat seperti yang pertama ia menyerang.
“Apa hanya itu kemampuanmu kerempeng?” tanya Boas, mengambil satu timun berwarna hijau, milik wanita penjajah sayur itu.
Lalu ia menggunakannya sebagai pengganti pisau, memegangnya seperti memegang sebuah pisau, lalu ia mengarahkannya pada si kerempeng.
“Kamu mau menggunakan itu sebagai alatmu? Ha … ha … dasar lelaki gila, matilah kamu lelaki aneh!” teriaknya dengan mengerahkan pisaunya untuk usaha ketiga kalinya.
Boas merasa malas untuk bermain-main, ia memukulkan timun itu ke kepalanya beberapa pukulan, ia kesakitan memegang kepalanya dan mengusap-usap keningnya yang di gembleng pakai timun.
“Apa hanya itu kemampuanmu?” tanya Boas menatapnya degan kedua alis terangkat.
“Bajingan! Teriak seorang lagi dari mereka melihat temanya kewalahan akhirnya mereka melawan beramai-ramai.
“Bagus, begini lebih baik, jadi tidak buang-buang waktu ku,” ujar Boas, dengan kekuatan yang di miliki ia menghajar mereka dengan satu tangan, bahkan seorang yang menyerangnya dengan tongkat panjang, terpental ke jalanan
Saat itu Boas mengarahkan jentikan jarinya,
“Aku malas mengotori tanganku yang berharga ini, pada manusia-manusia kotor seperti kalian,” ucap Boas, dengan jentikan jarinya keempat lelaki itu terhempas jauh kearah jalanan.
Melihat kekuatan yang dimiliki lelaki berwajah angkuh itu, mereka melarikan diri dengan tubuh dipenuhi luka-luka.
Boas menangkap salah seorang, lalu memberinya ultimatum agar tidak menganggu wanita yang berjualan itu lagi.
“Jika kamu masih melakukannya, aku akan melempar tubuhmu ke penangkaran buaya, agar kamu tidak jadi santapan para buaya itu,” ucap Boas.
Tetapi orang bebal kalau hanya sekedar ucapan tidak akan percaya.
“Siapa kamu, melarang-larang aku,” ujarnya dengan gaya sok berani.
Lalu Boas mengedipkan matanya seketika tubuh mereka berdua, sudah berada di bibir kolam buaya penangkaran.
“Huaaak …!? S-s-siapa kamu?” tanya lelaki berbadan kerempeng itu, ketakutan, saking takutnya ia membasahi celananya dengan air seninya.
“Aku akan menjadi dewa penyelamat jika kamu menjadi manusia yang baik
Dan aku akan menjadi iblis pencabut nyawa jika kamu seperti ini,”
Ujar Boas memegang pakaian bagian leher, lelaki bertubuh kurus itu ketakutan, sedangkan Boas, mengangkat tubuh itu tepat di atas kolam buaya, mengangkat bagai mengangkat sekantong kapas.
“B-b-baik Tuan, tolong ampuni saya Tuan, saya akan melakukan apapun untukmu Tuan, ta-tapi jangan biarkan buaya itu memakan ku,” ucapnya ketakutan.
“Kamu dilempar jadi makanan buaya itu, mereka tidak akan kenyang, hanya akan mengotori gigi mereka dengan tubuhmu yang kerempeng, tubuhmu itu, hanya tulang di bungkus kulit, kasihan buayanya di kasih hanya makan tulang-tulang”
Lalu ia menariknya kembali ke daratan, dan menjentikkan jari-jarinya kembali, sedetik kemudian kedua raga mereka kembali ke tempat semula, di mana lelaki itu dengan keempat teman-temannya menganggu wanita paruh baya.
Masih dengan nafas terengah-engah dan peluh keringat menyusuri kening si pemuda, tanpa aba-aba dari Boas, lalu ia mendekati ke wanita itu, lalu ia berkata.
“Ibu, maafkan saya, tidak akan menganggu ibu lagi,” ujar dengan tubuh gemetaran dan bau amis tercium dari celana yang ia kencingin.
“Baiklah”
Lalu ia berlari secepat kilat menghindar dari Boas dan menghilang di balik bangunan toko.
“Sampai kapan kamu akan berjualan seperti itu?” tanya Boas dengan santai.
“Menjalani hidup sebagai manusia itu tidaklah mudah Tuan, penuh dengan kesulitan dan butuh kesabaran, cepatlah lakukan pekerjaanmu, agar kamu bisa pulang kembali,” ujar wanita itu dengan langkah kaki terseok-seok karena tubuh sudah mulai menua termakan usia.
“Aku tahu itu,” ujar Boas lalu ia menghilang.
Wanita paruh baya itu hanya menggeleng, tersenyum kecil lalu membereskan semua sayur- mayurnya dan membawanya pulang, karena hari sudah siang dan anak-anak dan cucunya menunggunya pulang membawa makanan untuk mengganjal perut mereka yang kelaparan.
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Budi Efendi
lanjutkan thorr
2024-05-12
0
Albertus Sinaga
saling kenal
2023-10-24
0
Shai'er
kok...... 😳😳😳😳😳
2023-09-29
0