Boas mengacuhkan ocehan Shena ia sibuk dengan ponsel di tangannya. Kali ini wanita mudah yang berpakaian lusuh itu berlari ke arah kolam renang, kalimat tidak berhenti keluar dari mulutnya , Wah ada kolam renang juga, Wah Tuan Batu bolehkah aku berenang!” teriaknya dari depan pintu.
Semua pekerja itu hanya tersenyum kecil melihat tingkah norak Shena, wajah mereka tempak bingung karena tuan besar baru pertama kali membawa wanita dalam istananya. Namun, sayang wanita yang ia bawa kali ini bukanlah wanita cantik yang berkelas, wanita yang sederajat dengan sang bos yang dibawa hanyalah anak remaja yang lusuh dan cerewet bahkan sikap norak dan tingkah polosnya tidak jarang mengundang tawa para pekerja di rumah Boas karena jumlahnya hampir dua puluh orang.
“Kemarilah Shena makan dulu,” ucap Boas, tidak ada rasa risih ataupun marah dengan segala tingkah Shena, karena ia sudah mengenal wanita muda itu sejak ia masih memakai pempers menangis sedih di depan rumah neneknya saat kehilangan ibunya.
Ia berlari kecil menuju meja makan memanjang itu, kali ini tingkahnya lebih konyol lagi dan boleh dibilang sangat norak dan memalukan, tetapi Boas tidak merasa marah ataupun memarahinya.
“Wah makan enak, wah ada banyak makanan enak, apa Tuan Batu menjamu seseorang, sampai makanan sebanyak ini?” tanya Shena dengan wajah berseri-seri kegirangan, karena seumur hidupnya baru kali ini ia melihat makanan sebanyak itu tertata dengan cantik di meja makan panjang itu.
“Tidak ada Shena, makanlah ini untuk kamu nikmati semua,” ujar Boas dengan tenang, ia memakai celemek putih di lehernya dan mengambil satu pisau steak dan garpu.
Tetapi tidak untuk gadis muda yang kampungan itu, bahkan tanpa mencuci tangannya ia sudah mencomot satu potongan buah di depannya.
Para asisten rumah tangga yang memakai seragam warna biru di padukan celemek putih di bagian depan itu, mereka saling melihat tingkah Shena, tetapi anehnya Boas sang majikan seakan-akan sudah terbiasa dengan sikap Shena.
“Shena! Cuci dulu tanganmu dan gunakan pisau seperti ini dan garpu,”pinta Boas dengan suara lembut.
“Oh …! baiklah.” Shena mengangguk patuh lalu meniru apa yang di lakukan Boas.
“Baiklah potong daging steaknya menggunakan pisau di tanganmu”
Dengan sikap penurut Shena mengikuti arahan Boas, tetapi karena ia tidak bisa menggunakan pisau untuk memotong daging steaknya tanpa sungkan dan tanpa ada sikap mulu, tetapi memalukan, Shena meletakkan sendok dan garpu itu di atas meja lalu ia mengunakan tangannya memakannya.
“Tuan Batu, aku tidak bisa karena tidak biasa aku menggunakan tangan saja,” ucap Shena lalu mulai mengigit dari tangannya.
Para asisten rumah tangga itu hanya bisa tertawa kecil melihat kelakuan Shena, tetapi ia tidak malu sekalipun ia di tertawakan, baginya hal seperti itu sudah hal biasa baginya, bahkan hampir jadi makanan setiap hari di lingkungan sekolahnya.
Kerena penampilan Shena sangat lusuh bahkan kumuh setiap kali berangkat ke sekolah, ia sekolah di sekolah terkenal dan favorit di kota itu. Shena bisa sekolah di sana karena jalur prestasi dan beasiswa. Tidak seorangpun ia punya teman di sekolahnya karena ia miskin dan kumuh tetapi ia selalu mendapat juara pertama di kelasnya.
Jadi makian dan hinaan seperti apapun, sudah ia terima, baik dari teman satu sekolahnya bahkan hinaan dari guru, orang tua murid,tetapi ia punya mental sekuat baja, ia bisa bertahan dan sebentar lagi akan menerima kelulusan.
“Melihat sikap Shena, Boas meletakkan sendoknya lalu ia mendekat dan duduk di samping Shena dengan baik hati ia memotong-motong daging steak itu menjadi beberapa bagian.
“Makanlah dan nikmati pelan-pelan,” ujar Boas menyerahkan piringnya ke depan Shena.
Ia juga menikmati bagiannya, melihat kecemasan di wajah para pekerja itu, akhirnya Shena sadar, ia tidak mau mengganggu selera makan Boas, karena semua pelayan itu seakan-akan menahan nafas saat Boas mendekati kursinya. Karena meja itu panjang Boas tadinya duduk di ujung meja makan begitu juga dengan Shena duduk di bagian ujung meja juga.
“Baiklah, Terima kasih,” ujar Shena bersikap baik dan menjaga sikap demi menghargai para pelayan yang menatapnya dengan tatapan seolah-olah mereka memohon pada Shena agar ia tidak bersikap norak dan kampungan agar majikan mereka bisa makan dengan tenang. Kerena mereka tahu lelaki bermata tajam itu jarang makan dirumah.
“Kamu boleh menghabiskan semua yang kamu inginkan, tapi makanlah dengan hati-hati dan jangan sampai muntah,” ujar Boas tanpa basa-basi.
“Benarkah enaknya, coba anak nenek di sini, tapi … tiba-tiba buliran bening jatuh dari sudut matanya, ia menyadari wanita yang selalu bersamanya sudah pergi meninggalkannya, kebakaran besar di lingkungan Shena salah satu korban meninggal adalah neneknya, keluarga satu-satunya yang ia miliki.
“Makanlah, nanti kita akan bicara lagi”
Selera makan yang tadi menggebu itu, seketika pudar, ia hanya menghabiskan potongan steak yang di potong-potong Boas untuknya, itu pun menyisakan beberapa potongan di piringnya.
“Aku sudah merasa kenyang,” ujarnya kemudian ia mengambil beberapa lembar tissue mengusap bibirnya dan menyudahi makan, sesekali tangannya mengusap butiran-butiran bening itu dari wajahnya. Terkadang rasa sedih yang mendalam mampu mengalahkan rasa lapar sekalipun, apa keluarga satu-satunya yang ia miliki di muka bumi ini,.
Boas tidak mengucapkan apapun, setelah menghabiskan potongan daging di piringnya ia juga menyudahi acara makan dan mengajak Shena bicara di ruang tamu.
*
“Shena kamu akan tinggal di sini dulu sampai kamu mendapatkan tempat tinggal baru,” ujar Boas langsung pada intinya.
“Baiklah,” ujar Shena dengan suara lemah.
Melihat sikap yang tidak biasa dari Shena, Boas merasa harus memberinya sedikit kata penghiburan, tetapi ia sudah lupa cara menghibur orang lain karena sudah lama ia tidak pernah melakukanya, tetapi melihat gadis malang itu Boas merasa kasihan.
“Nenek kamu sudah tenang di dunianya yang baru,” ujar Boas berusaha ingin menghibur
“Baiklah setidaknya ia tidak lagi menahan lapar demi aku”
“Dengar Shena, aku akan pergi jauh dan mungkin lama baru kembali, tinggallah di sini nikmati apa yang ada di rumah ini, Same akan mengantarmu ke sekolah dan lakukan apa yang kamu mau, tetapi itu aturan kepala pelayan,” ujar Boas, ia akan meninggalkan kota, untuk membantu Para Dewa melawan si Ratu iblis yang marah Para Dewa karena menolong Boas keluar dari gerbang neraka.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Albertus Sinaga
tinggal di rumah mewah
2023-10-24
0