Seluruh pasukan Refald langsung melaksanakan apa yang diperintahkan pangeran mereka. Semuanya melesat cepat menyebar menjadi dua kelompok ke arah berlawanan. Kelompok pertama mencari sosok kunti merah, satunya lagi mencari hantu kuyang.
Di zaman sekarang, Refald sungguh heran, ada saja manusia yang mau menganut ilmu hitam dari aliran sesat yang merugikan diri mereka sendiri. Namun, Refald tak bisa berkomentar apa-apa karena setiap manusia itu punya pilihan hidup mereka sendiri.
Tak ingin tinggal diam, Refald mengajak Eric kembali ke desa tempat pak Diki dan keluarganya berada, ia yakin, kuntilanak merah itu mengincar kekasih alamarhum Asrok seperti pesan yang pernah Kunti tersebut sampaikan di dinding rumah Nina dengan menggunakan darah yang Refald yakini, itu adalah darah Asrok sendiri.
Dalam sekejap, Refald memang sudah sampai di desa yang pernah ia singgahi sebelumnya. Hanya saja, suasana di desa ini sangat berbeda. Bila di siang hari semua masyarakatnya banyak melakukan aktivitas dan tampak normal layaknya kehidupan desa pada umumnya, maka lain halnya bila sudah memasuki waktu malam. Jangankan ramai, di desa ini tidak ada seorangpun berlalu lalang di jalanan.
Semua toko dan warung tutup. Tidak ada aktivitas apapun di tempat ini seolah desa ini tidak ada yang menghuni. Para penduduknya menutup pintu rumah mereka rapat-rapat dan hanya menyalakan lampu lilin saja, itupun hanya di satu ruangan. Eric dan Refald langsung tercengang melihat pemandangan aneh ini.
“Brays, ini desa apa kuburan? Sepi amat?” tanya Eric. Suasana desa yang sunyi jadi terasa mencekam dan menakutkan.
“Benar dugaanku, ada yang tidak beres di sini. Kita ke rumah pak Diki!” seru Refald dan Eric mengiyakan.
Keduanya bergegas ke rumah pria kurus yang mereka kenal dan mulai mengetuk pintu rumahnya. Kondisi rumah pak Diki juga sama dengan para penduduk desa lainnya, gelap dan hanya berlampukan lilin atau lampu oblek. Di zaman modern yang serba canggih, masih ada masyarakat menggunakan lampu tradisional seperti yang ada di desa ini.
Tok tok tok!
“Permisi!” seru Refald dari luar saat ia dan Eric tiba di depan rumah pak Diki.
“Siapa?” terdengar suara dari dalam membalas seruan Refald.
“Refald pak, pemuda desa yang tadi siang datang kemari. Bolehkah kami masuk?” tanya Refald.
Tak ada sahutan lagi, tapi sesaat kemudian pintu yang diketuk Refald barusan tiba-tiba terbuka. Dua pemuda tampan itu langsung disuruh masuk oleh sang pemilik rumah.
Lampu rumah pak Diki tetap tidak dinyalakan dan dibiarkan gelap. Hal itu membuat Refald dan Eric semakin mengernyitkan alis mereka. Ada apakah gerangan, kenapa desa ini sengaja mematikan lampu dimalam hari?
“Kenapa Aden-aden ini malah balik lagi ke desa ini? Katanya kalian banyak urusan yang harus dilakukan? Kok malah datang kemari lagi? Di mana para Polisi yang bersama dengan kalian? Apakah terjadi sesuatu?" Pak Diki mulai memberondong Refald dengan banyak pertanyaan.
“Mereka ada di perbatasan desa ini, Pak. Ada banyak hal yang terjadi sehingga membuat saya dan teman saya harus kembali ke desa ini.” Refald menceritakan sebagian kecil alasan ia harus kembali ke desa demi menyelamatkan nyawa Eric sahabatnya sesuai anjuran kakek buyut Fey.
Termasuk soal kunti merah yang kini mengincar nyawa Eric dan Nina. Refald juga memberitahu apa yang harus dilakukan Eric di desa ini selama 40 hari ke depan begitu Refald berhasil mengembalikan kunti merah itu ke alamnya.
Namun sepertinya, masalah Refald tidak hanya dengan kunti merah saja. Ada hal lain yang sedang menyerang desa ini sehingga penduduknya harus memadamkan lampu di malam hari.
“Oh, begitu … ya sudah kalau memang itu yang terjadi, saya akan membantu Aden sebisa saya. Den Eric bisa tinggal di sini untuk melaksanakan apa yang dikatakan Den Refald. Anggap saja ini rumah sendiri bagi kalian.” Pak Diki sepertinya paham betul maksud ucapan Refald meski ia tidak menceritakan keseluruhan alur yang terjadi padanya selama ia pergi meninggalkan desa ini.
“Pak Diki … apa kuyang itu … bergentayangan di desa pada saat seperti ini?” tanya Refald langsung tahu, padahal ia belum diberitahu apapun oleh pak Diki.
“Benar, Den. Baru kemarin ada ibu yang melahirkan kehilangan bayinya karena kuyang. Anehnya, kami selau gagal menangkap dia. Kami sudah tidak tahu lagi apa yang harus kami lakukan agar terror kuyang itu berhenti mengusik ketenangan desa kami. Kami terpaksa memindahkan ibu hamil ke tempat lain yang jauh dari sini untuk menyelamatkan mereka. Tapi itu bagi yang mampu saja, sedangkan yang tidak mampu hanya pasrah akan keadaan.
"Baru tadi sore kami tahu, kalau salah satu penduduk desa di sini sedang hamil muda setelah memeriksakan diri ke bidan desa. Makanya kami berjaga-jaga dari sekarang, Den. Sebab, warga kami ini termasuk warga kurang mampu.” Pak Diki terlihat sedih, dan mencurahkan semua yang ia rasakan pada Refald.
Keduanya terlarut dalam pembicaraan serius terkait teror yang menyerang desa dan juga berbagai masalah lainnya salah satunya adalah kasus Eric. Dari pembicaraan mereka berdua, diketahui kalau ternyata pak Diki adalah kepala desa di desa ini.
“Kalau begitu, Bapak di sini saja, biar saya yang menangkap kuyang itu malam ini juga.” Tanpa ragu, Refald menawarkan bantuannya dan tentu saja pak Diki langsung senang mendengarnya.
"Terimakasih, Den. Kami sangat terbantu dengan kedatangan Aden kemari. Dan Maaf bila telah merepotkan Aden." mata pak Diki seolah memancarkan secercah harapan pada Refald.
"Sama-sama, Pak. Saya juga berterima kasih karena bersedia menampung teman saya untuk melakukan ritual terakhir.
Refald tersenyum sambil bangun berdiri dan bersiap berangkat menangkap Kuyang. Sebenarnya, Refald sudah tahu siapakah kuyang yang meneror desa ini. Kuyang itu berwujud manusia dan melakukan aktivitas manusia normal biasa bila di siang hari. Ia baru berubah menjadi kuyang begitu waktu memasuki malam hari.
“Brays, kau gila? Yakin kau mau menangkap Kuyang?” pekik Eric sambil bergidik ngeri.
Semua orang pasti tahu kalau wujud asli kuyang itu kayak gimana. Membayangkannya saja udah bikin bulu kuduk merinding apalagi bila sampai betemu langsung dengan sosoknya.
"Kalau kau takut, tetaplah di sini dan sembunyilah di bawah kasur agar kunti merah itu tak bsia melihatmu.” Refald tersenyum sinis melihat nyali ciut Eric.
Tunangan Fey sengaja memberikan pilihan bagi sahabatnya. Tetap di sini dan bakal disamperin kunti merah, atau ikut dengannya membasmi kuyang.
“Kayaknya mending aku ikut kamu deh Brays, daripada setor nyawa sia-sia.” Akhirnya, Eric lebih memilih bersama Refald.
Meski bertemu hantu mengerikan jenis apapun, Eric jauh lebih aman dengan Refald daripada ia sendirian tanpa Refald.
“Apa yang bisa saya bantu, Den?” tanya pak Diki sebelum Refald pergi.
Pria paruh baya itu tidak mau berdiam diri di rumah sementara Refald berjuang sendiri melawan hantu kuyang. Pak Diki yakin, Refald adalah orang istimewa yang bisa membantu mengatasi masalah di desanya terutama dalam hal mistis diluar nalar manusia.
“Saya butuh bawang merah tunggal dan bawang putih lanang, pak. Serta tali ujuk,” ujar Refald tenang setenang permukaan air kolam. Benda-benda yang disebutkan Refald kebetulan tersedia di rumah pak Diki.
BERSAMBUNG
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
MasWan
seru nih cerita, walau ada kocaknya
2022-12-25
1
HaleJhope94
Gw merinding baca tengah malam,,tapi tetap penasaran Ama ceritanya😌😌
2022-11-12
1
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔STEVIE𝒜⃟ᴺᴮ
semangat Thor
2022-09-10
0