Asrok yang tengah terkejut karena mendengar suara ketukan pintu di tengah malam, langsung menutup panggilannya dengan Nina dan bermaksud memeriksa siapakah orang yang mengganggu waktu istirahatnya. Namun, saat ia membuka pintu … tidak ada siapapun di balik pintu tersebut. Asrok keluar rumah untuk memeriksa sekitar, tapi tak ada siapa-siapa di luar, hanya ada suara jangkrik dan binatang-binatang kecil lainnya.
Merasa aneh, Asrok kembali masuk ke dalam rumah lalu mengunci pintu rumahnya rapat-rapat. Saat balik badan, ia dikagetkan dengan sekelebat bayangan merah melintas cepat dihadapannya dan menaiki tangga rumahnya.
“Siapa itu?” teriak Asrok bingung sekaligus penasaran. Ia masih belum curiga bahwa sekelebat bayangan merah tersebut adalah sosok kunti yang sejak tadi mengikutinya.
Tanpa curiga, Asrokpun mencoba mengikuti bayangan yang baru saja melintas didepannya. Dengan langkah pelan dan hati-hati, pria mesum itupun menaiki tangga satu persatu hingga ia ada di lantai dua. Namun lagi-lagi, Asrok tak mendapati siapapun di lantai dua rumahnya. Ia memeriksa semua ruangan yang kebetulan memang lagi sepi.
Tidak ada seorangpun di sini kecuali dirinya sendiri. Asrokpun memutuskan kembali ke kamarnya untuk menelepon Nina. Ia sangat terkejut ketika di dalam kamar ia tidak sendiri lagi, melainkan ada orang lain.
“Ka … kamu!” seru Asrok terkejut sampai matanya melotot hampir lompat keluar.
***
Sementara di tempat Refald dan Eric, pintu kamar mereka yang tadinya terkunci rapat, tiba-tiba saja terbuka dan yang membukanya adalah pemilik warung sendiri. Eric langsung berdiri dan menatap bingung pria paruh baya ketika dia melangkah masuk ke ruangan Eric. Sedangkan Refald tetap tenang dan duduk bersila di atas ranjang kecil miliknya.
“Aden-aden belum tidur? Saya kira tadi sudah tidur, makanya saya mengendap-endap untuk memberikan selimut agar tak membangunkan Aden. Dari tadi saya mengetuk pintu, tapi tidak ada sahutan, jadi saya langsung buka saja,” terang sang pemilik warung tak kalah bingung dari wajah Eric.
Refald menatap nanar selimut yang dibawa pria paruh baya tersebut. Ia tidak bicara, malah meningkatkan kewaspadaan.
“Apa maksud, Bapak? Bukannya Bapaklah yang mengunci kami di ruangan ini?” tanya Erick semakin merasa aneh. Ada yang tidak beres di sini.
“Aden ini bagaimana? Untuk apa saya mengunci kalian berdua? Lagian mana bisa saya mengunci pintu kalau kuncinya saja ada di dalam, Den.” Pria paruh baya itu menunjuk kunci yang menggantung di gagang pintu kamar Erick dan Refald.
“Tidak mungkin, Pak … tadi tidak ada kunci di …” Eric tak jadi melanjutkan kalimatnya karena ia melihat kunci menggantung erat di gagang pintu persis seperti yang dikatakan sang pemilik warung.
Tidak salah lagi, kunci itu menempel di dalam gagang, buka diluar gagang. Eric menghampiri pintu dan memeriksanya dengan seksama berharap apa yang ia lihat itu nyata. Ia bahkan sampai mengambil dan memasukkannya lagi ke lubang gagang pintu.
“Aneh, barusan memang tidak ada kunci di sini, tapi kenapa sekarang ada?” gumam Eric dan ia langsung menatap tajam mata Refald.
Refald yang mengerti arti ucapan sahabatnya, hanya memberikan kode agar Erick tetap tenang dan diam. Ia berdiri dan mengambil selimut pemberian pria paruh baya itu tanpa ekspresi yang memperlihatkan ketakutan. Dalam situasi ini, pantang bagi seorang pangeran dedemit merasa takut, meski Refald masih menjadi manusia normal biasa, instingnya tidak pernah salah.
“Terimakasih atas selimutnya, Pak.” Refald bersikap seramah mungkin pada pria tua yang berdiri didepannya.
Sama-sama, Den. Apa ada yang kalian butuhkan?" tanya sang pemilik warung.
"Tidak ada, Pak. Kami mau istirahat," jawab Refald.
Kalau Refald mau, ia bisa saja memberitahu soal jasad wanita yang terkubur di dinding rumahnya ini. Namun sepertinya Refald sengaja menyembunyikannya dan pura-pura tidak tahu apa-apa. Sebaliknya, Refald semakin berhati-hati dalam setiap hal selama ia ada di sini.
"Ya sudah kalau begitu, selamat istirahat ya, Den. Saya permisi, bila ada apa-apa, Aden panggil saja saya, saya ada di depan jaga warung.” Pria itu pamit undur diri setelah Refald mengangguk senang. Begitu pintu tertutup, Refald mengunci pintu kamar rapat-rapat dan langsung membuka jendela, lalu kabur melalui pintu jendela tersebut diikuti Eric dari belakang.
“Refald! Kita mau ke mana?” tanya Eric setengah berbisik, meski tidak tahu kenapa sahabatnya bersikap aneh seperti itu, iapun terus mengikuti langkah kaki Refald.
Refald sendiri tidak menyahut dan terus waspada menatap sekeliling. Ia langsung melompat ke semak-semak belukar agar tak terlihat banyak orang yang sedang ramai berbincang-bincang di warung.
“Jangan berisik, Eric. Diam dan ikuti saja aku. Aku tak bisa menjelaskan padamu sekarang. kita akan jalan kaki dan keluar dari desa ini sebelum terlambat.” Refald menatap sekeliling penuh waspada.
“Sekarang? Tengah malam buta begini? Kau gila? Kenapa tidak daritadi coba?” pekik Eric tapi Refald memelototi temannya agar tak bersuara atau mereka berdua akan ketahuan.
Sesekali Refald memanggil para pasukan dedemitnya yang masih belum terkoneksi dengannya sehingga makhluk astral pasukan Refald tak bisa menyahut panggilannya.
“Harusnya kekuatanku sudah kembali, kenapa masih belum ada tanda-tanda juga! Sial!” gumam Refald lirih. “Jika aku punya kekuatan, kita tidak akan berakhir seperti ini.” Refald mengepalkan kedua tangannya sementara Eric hanya bisa diam menuruti apa yang dikatakan Refald.
Setelah dirasa aman, keduanya beranjak pergi memasuki hutan dengan hanya mengandalkan sinar bulan. Kebetulan malam ini adalah malam bulan purnama.
Melihat betapa indahnya sinar bulan di atas langit-langit, Refald jadi teringat akan kenangannya besama Fey di malam supermoon beberapa waktu lalu. Saat itu ia menyatakan cinta pada Fey dan memaksa gadis cantik yang merupakan tunangan mas kecilnya untuk mencintainya. Saat ini, Fey memang masih belum tahu kalau Refald adalah tunangannya. Entah apa reaksi gadis itu jika tahu siapa Refald.
Tak ada yang bisa dilakukan Refald sekarang. Ia terjebak bersama Eric di desa yang penuh dengan misteri, tapi ia harus tetap bertahan berada di alam bebas diselimuti udara super dingin sampai fajar menyingsing.
Setelah beberapa jam berjalan, akhirnya Refald sampai di sebuah desa di mana desa ini adalah desa tempat tinggal Asrok dan Nina. Lokasinya memang tidak jauh dari desa angker yang baru saja di singgahi Refald dan Erick barusan.
Namun, ada yang aneh juga di desa ini. Baru juga Refald dan Eric melewati gapura desa yang entah bernama desa apalagi ini. Mereka berdua sudah dikejutkan dengan banyaknya orang berkerumun. Bahkan ambulance dan polisi juga ada diantara kumpulan manusia yang sepertinya sedang mengerubungi sesuatu.
“Maaf, Pak. Mau tanya, ada apa ya? Kok ramai sekali?” tanya Refald pada seseorang yang melintas di depannya.
“Ada mayat, Den. Baru aja ditemukan,” terang pria kurus yang ditanyai Refald sambil bergidik ngeri. “Aden-aden ini siapa, ya? Dan … ada perlu apa?” tanyanya sambil memperhatikan penampilan Refald dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Mungkin pria ini heran melihat dua orang tampan jalan kaki dan masuk ke desanya yang lumayan terpencil dari desa lainnya yang ada disekitar lereng gunung ini. Sudah lama desa ini gak pernah kedatangan tamu dari kota ataupun daerah luar lainnya.
“Mobil kami mogok di desa Zombie, Pak. Kami hanya ingin mencari tempat untuk istirahat sambil menunggu mobil kami diperbaiki.” Refald mencari alasan yang tepat agar tidak menimbulkan kecurigaan meski ia tahu apa yang terjadi sebenarnya.
“Desa Zombie? Aden baru saja dari sana? Serius?” pekik pria itu heran melihat Refald dan Eric masih bisa ada di sini dalam keadaan hidup-hidup.
Eric dan Refald saling pandang. Entah mengapa bulu kuduk Eric langsung merinding disko ditatap oleh pria kurus itu dengan ekspresi shock.
“Memangnya kenapa, Pak? Apa ada yang salah dengan desa itu?” tanya Refald. Ia tahu, tapi pura-pura tidak tahu. Refald hanya ingin tahu reaksi penduduk desa di sini sebelum ia mengambil sebuah keputusan besar.
“Mari Aden, ikut saya, Kita bicarakan di rumah saya saja, jangan di sini. Itupun jika Aden-aden mau, kalau tidak mau juga tidak masalah. Saya cuma berpesan, segera tinggalkan desa ini secepatnya dan jangan pernah datang kemari lagi.” Pria kurus itu berjalan pergi.
BERSAMBUNG
***
Omegot, aku merinding disko nulis ini. Padahal belum konflik loh … yuk terus dukung karya ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
MasWan
🙈🙊
2022-12-23
0
Alwi Evy
seru 👍👍
2022-12-22
0
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔STEVIE𝒜⃟ᴺᴮ
cerita nya bagus thor, aku suka cerita serem kaya gini menegang kan
2022-09-10
0