Eric mengangkat tubuh Nina dengan sangat hati-hati dan meletakkan tubuh gadis desa itu di atas kursi. Sedangkan pak Diki, hanya pingsan sebentar dan langsung sadar sendiri meski kepalanya masih berputar-putar. Ia didudukkan di kursi oleh Eric tepat di samping tubuh keponakannya. Nana bergegas masuk ke dapur dan membuatkan minuman untuk semua orang agar suasana tegang yang terjadi di sini kembali mencair.
Sementara Refald, tetap menahan arwah gentayangan Asrok yang tidak bisa berkutik di bawah cengkeraman Refald. Karena kekuatan tunangan Fey sedikit demi sedikit telah berangsur kembali, makhluk yang harusnya tak bisa dipegang oleh tangan manusia, Refald bisa memegangnya. Sebab, ia adalah orang istimewa dan sangat berbeda dengan manusia biasa lainnya. Jangankan pak Diki, arwah Asrokpun juga terkejut karena ada manusia, bisa melihatnya dan bahkan membuatnya tak berdaya.
Tiba-tiba saja, muncul sinar terang menyinari tubuh Refald sehingga membuat mata arwah Asrok terbelalak tak berdaya, cahaya terang itu memancarkan sinar yang seolah memberitahu makhluk dunia astral bahwa Refald adalah seorang pangeran dari sebuah kerajaan yang terdapat di dunia lain. Seketika, arwah Asrok secara spontan tak memberontak lagi dan cenderung pasrah pada apa yang akan dilakukan Refald padanya.
“Maafkan kelancangan saya Pangeran,” ujar arwah Asrok. Meski ia tidak tahu siapa Refald sebenarnya dan juga tidak pernah mengenal sosok seorang Refald, sinar terang itu memberitahu apa yang harus arwah Asrok lakukan jika tidak ingin musnah tanpa sebab.
Manusia yang sudah menjadi arwah gentayangan ini mengubah wujudnya menjadi tampan. Sudah tidak bermandikan darah di mana-mana lagi. Sudah ketentuan tertentu bagi kehidupan di dunia lain, bila seorang makhluk astral melihat pangeran dedemit seperti Refald, maka secara otomatis, wujud mereka yang tadinya sangat menakutkan, akan berubah menjadi rupawan.
Mendengar hal itu, Refald melepaskan cekikannya dan berdiri sambil menatap tajam arwah Asrok. “Kenapa kau masih di sini, kembalilah keasalmu,” pinta Refald pada arwah Asrok.
“Tidak, Pangeran. Saya tidak bisa pergi, kuntilanak merah itu masih mengincar kekasihku.” arwah Asrok terlihat sangat khawatir. Sesekali ia celingak celinguk kesana kemari berharap tidak ada yang melihatnya di dalam rumah ini.
“Den! Aden bicara dengan siapa? Tolong jelaskan, ada apa ini?” tanya pak Diki yang sudah mulai bisa menguasai diri dari semua rasa shock beratnya terutama saat melihat Refald bicara sendiri.
Refald terdiam, ia bingung apakah ia harus memberitahu pria kurus itu tentang siapa Refald sebenarnya. Apa yang kekasih Fey ini lihat, sama sekali tak bisa dilihat oleh pak Diki.
“Dia bicara dengan saya Pak,” seru Eric tiba-tiba. “Maksud teman saya, saya harus segera kembali ke negera asal. Ehm … bisakah Bapak memberitahu kami bagaimana cara keluar dari desa ini supaya kami tidak tersesat lagi?” Eric sengaja menyelamatkan Refald dengan menutupi jati diri tunangan Fey yang sebenarnya.
Bukan tanpa alasan kenapa Eric melakukan itu. Terlalu berbahaya jika ada manusia lain selain dirinya mengetahui rahasia Refald. Seluruh makhluk astral akan mengincar nyawa orang tersebut kecuali Eric tentunya. Bahkan Fey, tunangan Refald sendiri masih belum tahu siapa Refald sebenarnya.
“Oh, begitu … kalian berdua jangan khawatir. Begitu proses pemakaman Asrok selesai dikebumikan, kalian bisa menumpang mobil pak polisi keluar dari desa ini. Biar saya yang bilang ke mereka soal kedatangan Aden-aden di desa ini. Maaf sudah membuat kalian tidak nyaman. Tapi … saya masih belum mengenal siapa kalian.”
“Oh iya, maaf Pak. Karena ada begitu banyak hal, kami lupa memperkenalkan diri. Saya Eric, dan dia adalah Refald. Kami berasal dari Jerman dan sedang dalam masa liburan kemari.”
Pak Diki manggut-manggut. Ia sudah bisa mengerti situasi yang terjadi meski ini sangat tidak masuk akal. “Oke, nak Refald, nak Eric. Saya tahu, kalian adalah orang yang bisa melihat apa yang tidak bisa saya lihat. Jangan berkelit lagi, apakah ada sosok makhluk tak kasat mata di sekitar kita sekarang? Apakah dia … “
“Tidak berbahaya Pak,” sela Refald cepat karena ia tahu apa yang pak Diki pikirkan tentang arwah Asrok yang berdiri diantara mereka. “Tapi kita semualah yang sedang dalam bahaya.” Refald menatap tajam arwah Asrok. Refald juga tahu pikiran manusia yang baru saja menjadi demit itu.
“Apa maksud, nak Refald? Kenapa kami semua dalam bahaya?” tanya pak Diki kembali bingung lagi. Sosok pemuda yang baru saja ditemuinya itu begitu misterius.
“Ini semua berawal dari kesalahan yang dilakukan oleh keponakan Bapak sendiri. Nona Nina dan almarhum kekasihnya telah mengotori tempat makhluk astral yang kini sudah berubah wujud menjadi iblis jahat. Makhluk itu takkan bisa melepas manusia yang menjadi incarannya dan akan membunuh siapapun yang mencoba menghalangi langkahnya. Hal itulah yang sudah ia lakukan pada Asrok.” Kilatan tajam mata Refald mewakili kebencian yang dirasakan kunti merah saat Asrok dan Nina melakukan hubungan intim mereka di rumah angker yang menjadi tempat hunian kunti.
Jangankan makhluk tak kasat mata. Siapapun takkan bisa menerima jika ada orang tak dikenal mengotori kediaman mereka dengan melakukan tindakan tercela apalagi sampai dilarang oleh agama. Manusia yang hanya menuruti hawa naafsu mereka, adalah manusia yang merugikan diri mereka sendiri. Mereka semua tidak tahu apa akibat dari tindakan tak terpuji mereka di tempat yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Refald tak menyalahkan Kunti, tapi juga tidak bisa membenarkan tindakannya yang sudah mencelakai manusia dengan menghilangkan nyawa. Kunti merah memang dikenal berbahaya bahkan ia bisa melukai manusia. Meski tindakan Kunti sangat membahayakan nyawa manusia lainnya, perbuatan Asrok dan Nina juga tidak bisa dibenarkan.
Dunia lain dan dunia manusia itu saling berdampingan. Tak sepatutnya manusia melakukan tidakan bodoh yang bisa merugikan diri mereka sendiri seperti yang terjadi pada Asrok sekarang.
Pak Diki tak bisa membendung lagi rasa keterkejutannya setelah mendengar apa yang dikatakan Refald. Jatungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang dan serasa sangat menyakitkan. Pria Kurus itu terduduk lunglai tepat disaat Nana muncul dari balik tirai dan langsung berlari menghampiri ayahnya yang seolah terkena serangan jantung.
“Bapak!” seru Nana kaget. Ia memijat-mijat tangan dan kaki ayahnya sampai pak Diki marasa sedikit tenang. Wajahnya pucat pasi menatap wajah Nina yang masih belum sadarkan diri.
“Tidak, apa-apa Nduk. Jangan khawatir,” rintih pak Diki sambil memegangi dadanya. Ia kembali menatap Refald yang tak bergeming dari tempatnya. Baru kali ini pak Diki melihat ada orang setenang Refald. “Nak Refald, bisakah bantu kami cara mengatasi semua ini? Apa yang harus kami lakukan agar makhluk yang merasa terganggu itu tak mengincar nyawa keponakanku lagi?” Pak Diki menggantungkan harapannya pada Refald. Ia tahu pemuda didepannya ini bukanlah manusia biasa. Dari auranya saja sudah terlihat kalau Refald istimewa.
“Maafkan saya Pak. Kunti merah itu sudah memperingatkan saya untuk tidak ikut campur urusannya atau jika tidak, nyawa tunangan saya akan dalam bahaya. Saya sungguh-sungguh minta maaf karena tidak bisa membantu banyak. Tapi … Bapak jangan khawatir, ada sesuatu yang melindungi nyawa keponakan Bapak sampai akhir.” Refald menatap arwah Asrok dengan tajam. “Dan untuk mencegah hal-hal tidak diinginkan, saya sarankan bawa pergi nona Nina dari desa ini, secepat mungkin.” Refald menunduk karena ia memang tidak bisa ikut campur urusan keluarga pak Diki lebih dari ini.
Pak Diki sendiri juga tak bisa memaksa keputusan Refald. Iapun meminta putrinya untuk mengantar Refald dan Eric menghadap polisi yang sedang bertugas menyelidiki kasus kematian Asrok sambil memberikan surat pengantar agar polisi itu mau membantu 2 pemuda ini keluar dari desa.
“Monggo Mas,” ujar Nana sopan saat menyuguhkan minuman kopi pada tamu-tamunya. Eric cuma bisa garuk-garuk kepala saja menatap gadis desa yang fasih berbahasa Inggris, tapi lebih suka bicara bahasa Jawa.
“Silahkan diminum dulu, Den. Setelah itu, biar Nana yang mengantar kalian menemui pak Polisi,” ujar pak Diki sambil berusaha menyadarkan keponakannya.
“Brays, ‘monggo mas’ itu apa? Apa itu nama buah?” bisik Eric pada Refald.
“Mari Mas,” jawab Refald acuh.
“Oh.” Eric manggut-manggut aneh. Ia meletakkan minumannya di atas meja dan berjalan menghampiri Nana. “Mbak, teman saya nggak suka kopi, dia minta minuman marimas, rasa … jeruk. Itu kesukaannya.”
“Iyo, tah? Sek yo mas, tak tukokno Marimas nang warung dhisek,” (Iyakah? Sebentar ya Mas, saya belikan Marimas di warung dulu) ujar Nana dan Refald cuma bisa tepok jidat melihat Eric salah paham dengan ucapannya.
Sepertinya, Eric telah menggeser posisi ke-oonan pak Po. Entah apa yang terjadi jika pak Po juga ada di sini.
BERSAMBUNG
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
kagome
𝚙𝚊𝚔 𝚙𝚘 𝚘𝚑 𝚙𝚊𝚔 𝚙𝚘
2023-11-08
0
Aya Vivemyangel
Aaahhh kangen Pak Po 😂😂😂
2023-10-14
0
madu mongso
gausah selalu dijelasin dia org istimewa. dia pangeran dedemit. lebay amat. dri awal juga udah pada tau
2023-07-16
1