Raana bertemu dengan Direndra ketika sedang berbelanja di pasar. Pria itu tidak canggung untuk berinteraksi dengan banyak pedagang disana dan tidak malu menawar jika terlalu mahal menurutnya. Hal yang jarang dilakukan oleh pria, menurut Raana.
"Guru Abi" sapa Raana yang membuat Direndra menoleh.
"Nona Raana." Direndra memberikan senyum manisnya.
"Kenapa anda yang berbelanja? Kemana paman Iqbal?" tanya Raana.
"Oh paman sedang pergi dengan tuan Ammar. Tadi setelah subuh, keduanya pergi berjalan-jalan." Direndra menatap Raana dengan tatapan bingung. "Apa tuan Ammar tidak memberitahukan?"
Raana menggelengkan kepalanya. "Aku kira kakek masih di mesjid karena biasanya masih memberikan tausiyah buat jamaah di hari Minggu."
"Bagaimana acara kemarin?" tanya Direndra yang kini berjalan beriringan menuju tempat jual daging kambing.
"Aku senang karena yang mulia Hasyim Al Azzam menepati janjinya. Sekolah kita akan lebih bagus dari yang ini."
Hati Direndra menghangat mendengar ucapan Raana tentang 'sekolah kita'. "Berarti kamu tidak menentang kan untuk pindah ke lokasi baru?" Meskipun kami harus mengurus administrasi ke pemerintah sih. Karena yang dipindah adalah satu dusun jadi semua data penduduk harus dirubah semua untuk id card domisili.
"Iya karena tempat yang baru sangat bagus dan lebih dekat kemana-mana. Ohya tapi kemarin ada yang mengganjal pikiranku." Raana mendongakkan wajahnya ke Direndra yang masih memilih-milih daging kambing yang akan dia masak grilled dengan leek ( daun bawang prei ) lalu diberikan saus barbeque.
"Apa yang mengganjal?" tanya Direndra sambil menoleh ke arah Raana.
"Kemarin pangeran Al Jordan bilang kalau ada yang meminta khusus saya ikut ke mobil beliau. Katanya dari pengagum rahasia tapi saya yakin saya tahu orangnya." Raana mengangguk yakin.
Direndra hanya menahan nafas menunggu jawaban Raana. Apakah si Ayrton memberitahu Raana? "Siapa, nona Raana?" tanya Direndra h2c aka harap harap cemas.
"Pasti Veer yang meminta karena kemarin saya sempat melihat dia berbicara dengan pangeran Al Jordan. Ya ampun, bodohnya saya. Veer memang baik berusaha melindungi saya" senyum Raana.
Jangan ditanya wajah Direndra yang hanya terbengong-bengong mendengar monolog Raana. Astagaaa! Demi semua cacing dimuka bumi! Kenapa malah kepikiran si banci Veer sih?
"Anda tidak apa-apa guru Abi?" tanya Raana bingung melihat perubahan wajah Direndra yang menjadi kaku.
"Ah...tidak apa-apa" jawab Direndra datar. Boleh tidak aku cincang si banci?
"Ah Veer ternyata benar-benar pengertian deh!" Wajah Raana tampak sumringah.
"Nona Raana sangat menyukai guru Veer ya?" tanya Direndra dengan nada sinis yang nyaris tidak kentara.
"Dia pria yang baik dan iya, saya menyukainya." Wajah Raana merona.
"Apa kalian sudah resmi jadian?" tanya Direndra yang merasakan sesak di dada.
"Kami sedang penjajakan dan insyaallah serius."
Direndra hanya tersenyum kecut. Salahnya nggak berani.
"Selamat buat kalian" ucap Direndra dengan setengah hati. Sekarang gue tahu rasanya jadi mas Hoshi.
"Saya harus pulang untuk memasak. Guru Abi, saya tunggu cerita-cerita guru Abi yang lain. Sampai bertemu besok di sekolah." Raana pun mengangguk lalu pergi meninggalkan Direndra.
Pria itu menghela nafas panjang. Sulit...sulit. Tapi mengingat mas Hoshi bisa menikung mbak Rina, kenapa tidak aku lakukan juga.
***
Direndra melongo melihat ada dua kardus berisikan buku cerita anak-anak dengan bahasa Inggris dan Arab termasuk koleksi Harry Potter. Iqbal yang melihat pangerannya terkejut hanya tertawa.
"Kiriman dari pangeran Ayrton, pangeran. Dia tahu anda sedang pendekatan dengan nona Raana."
Direndra mendengus. "Dia memilih si guru banci."
"Veer Durmad maksudnya?" tanya Iqbal dan Direndra pun mengangguk. "Setahu saya, pangeran, tuan Ammar tidak terlalu menyukai pria itu."
Direndra menoleh. "Apa maksudnya?"
"Ammar Badawi tahu cucunya suka dengan Veer tapi dirinya tidak suka karena menurutnya Veer itu ada tendensi playboy. Bahkan, kata tuan Ammar, Veer berdarah India, bukan Arab yang membuatnya keberatan jika nanti nona Raana akan meninggalkan dirinya ke Mumbai."
Direndra tersenyum smirk. "Ada kans!"
"Pangeran? Jangan ikut-ikutan seperti tuan Quinn lho" ucap Iqbal.
"Oh tidak, paman Iqbal. Aku akan lebih smooth mendekati Raana."
***
Senin pagi semua anak-anak di ruang kelas Direndra tampak heboh melihat gurunya membawakan satu kardus berisikan buku-buku cerita. Pria itu mengijinkan setiap anak membawa satu buku untuk dibawa pulang ke rumah dengan catatan besok harus menceritakan menggunakan bahasa Inggris.
"Harus ya guru?" tanya salah seorang muridnya.
"Kan guru Abi mengajar bahasa Inggris di kelas kalian, jadi haruslah" senyum Direndra. "Ayo, kita mulai pelajaran tentang present dan past tense."
***
Raana melihat Direndra membawa kotak kardus dari ruang kelasnya pun penasaran.
"Apa itu guru Abi?" tanya Raana.
"Buku cerita untuk anak-anak. Utusan Pangeran Al Jordan menitipkan pada paman Iqbal kemarin."
Raana melongok ke dalam kotak itu dan menemukan buku cerita Bawang Merah dan Bawang Putih.
"Shallot and Garlic?" tanya Raana sambil menunjukkan buku itu.
"Well actually, bawang merah itu bahasa Indonesia sedangkan kalau diterjemahkan bisa red onion atau shallot tapi di dunia kuliner akan berbeda bentuknya. Bawang putih itu garlic. Jadi tidak salah kan?" cengir Direndra.
"Aku suka cerita ini dan golden cucumber" ucap Raana sambil membuka - buka halaman buku cerita rakyat Jawa itu.
"Masih banyak cerita rakyat yang belum aku ceritakan, antara lain suwidak loro atau 62, klething kuning, Mahabarata, Ramayana..."
"Stop! Guru Abi, itu cerita apa saja?" Wajah Raana tampak sangat berminat.
Kalau kamu mau menikah dengan ku, setiap hari aku dongengi juga aku jabani.
"Cerita yang diceritakan turun temurun di keluarga aku."
"Keluarga guru Abi memang suka mendongeng ya?"
"Secara psikologis, kedekatan orang tua akan lebih terjalin jika setiap malam, anak diberikan dongeng sebelum tidur. Itu resep yang diberikan oleh Oma buyut aku yang kemudian diteruskan menjadi tradisi apalagi ibuku sangat suka cerita rakyat jadi setiap malam aku diberikan cerita berbagai macam" ucap Direndra sembari berjalan bersama menuju kelas masing-masing.
"You're right. Sayang orang jaman sekarang terlalu terpacu dengan gadget."
Direndra mengangguk. "Jika aku punya anak suatu saat nanti, aku akan mengajarkan anak-anak aku untuk menghargai buku. Karena dengan buku jauh lebih menyenangkan untuk membacanya."
Raana menatap Direndra. "Aku yakin guru Abi akan menjadi seorang ayah yang hebat. Apakah guru Abi sudah memiliki pasangan?"
Kalau aku bilang ingin punya anak sama kamu gimana?
"Sedang pendekatan hanya saja gadis itu masih belum paham situasi dan kondisinya." Direndra tersenyum tipis.
"Oh kasihan. Apakah dia tinggal di kota?" tanya Raana.
"Eeerr tidak juga hanya saja dia benar-benar clueless."
"Semoga kalian cepat mendapatkan solusinya."
Solusinya adalah aku menendang si banci ke Mumbai dan tidak kembali lagi!
"Itu doaku setiap sepertiga malam" senyum Direndra manis.
***
Yuuuhhuuu Up Pagi menjelang Siang aka Brunch Time.
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Murti Puji Lestari
makanya jangan ngeledek si mulut cabe setan, kena kan kamu sekarang 😅😅😅
2024-09-26
1
Tri Yoga Pratiwi
semangat
2023-01-11
1
ꍏꋪꀤ_💜❄
tikung macam mas iwan hasilnya pasti👍👍👍
2022-07-06
2