Direndra sudah kembali ke Dubai karena eyang Hasyim tidak enak badan dan mau tidak mau dirinya yang harus menggantikannya meskipun harus pulang sendiri menggunakan pesawat komersial.
Sesampainya di istana Al Azzam, Direndra bergegas menemui eyangnya. Eyang Aisyah tersenyum melihat cucu tampannya sudah datang. Direndra segera mencium tangan kedua eyangnya.
"Gimana acaranya, Ndra?" tanya Hasyim yang sedang tiduran dengan didampingi oleh dokter istana dan perawat serta ahli gizi.
"Tuanku, anda harus perketat dietnya ya. Jangan makan asin-asin dulu karena darah tinggi anda kumat lagi" tegur Dokter Ghauth ke Hasyim yang hanya manyun mendengar teguran dari dokter istananya.
"Memang Eyang makan apa sampai-sampai darah tingginya kumat?" tanya Direndra bingung karena setahunya eyang putrinya sangat ketat soal pola makan eyang Kakung nya.
"Makan sop iga sapi diam-diam, Rendra. Eyang sedang pergi acara amal, eh eyangmu ini ngeyel minta koki istana membuatkan sop iga. Kumat lah" lirik Aisyah yang kesal dengan kebandelan suaminya.
"Habis, pengen kok" elak Hasyim.
"Tidak boleh tuanku! Nanti saya berikan menu diet untuk anda ke koki istana" tegas dokter Ghauth galak.
Hasyim pun tambah manyun dan membuat Direndra tertawa kecil. Eyangnya makin tua makin seperti anak kecil tapi Direndra dan Alaric sangat sayang dengan kedua eyangnya dari sang ibu. Rasa sayang kedua Emir itu sama besarnya dengan opa Duncan dan Oma Rhea dari pihak sang Daddy.
"Eyang, manut ya. Ojo ngeyel" goda Direndra ke Hasyim yang tersenyum mendengar ucapan cucunya.
"Iya Wis. Eyang manut" jawab Hasyim sambil memegang tangan cucunya.
"Dokter Ghauth, para perawat, sudah selesai kan pemeriksaan kepada Yang Mulia?" suara asisten Hasyim terdengar membuat mereka menoleh.
Iqbal Al Hossam, asisten Hasyim berusia empat puluh tahun itu masuk kedalam kamar Hasyim dengan langkah tegas. Mantan anggota pasukan khusus UEA itu diangkat menjadi asisten Hasyim atas permintaan Aidan Blair, sahabatnya.
Iqbal Al Hossam
"Kami sudah selesai tuan Al Hossam" ucap dokter Ghauth. "Tuanku, ingat pesan tuan pangeran Direndra, jangan ngeyel."
Aisyah tersenyum mendengar ucapan dokter istana itu.
Setelahnya para rombongan dokter dan perawat pun mengundurkan diri dan meninggalkan Hasyim, Aisyah, Direndra dan Iqbal serta dua orang pengawal dan satu perawat yang membantu semua keperluan Hasyim.
"Tuanku pangeran, kapan datang?" sapa Iqbal sambil mengangguk hormat ke Direndra.
"Barusan sejam yang lalu dan langsung kemari" jawab Direndra.
"Bagaimana acara di Jakarta?" tanya Aisyah.
Direndra pun menceritakan acara keluarga besarnya dari pihak sang ayah dan kedua eyangnya dengan antusias mendengarkan cerita cucunya itu.
"Kalian itu berarti dalam setahun ini sudah dua kali ya mengadakan doubel wedding yang hanya berbeda beberapa bulan saja" komentar Aisyah.
"Iya eyang soalnya biar praktis kan Opa dan Oma banyak yang sudah menurun fisiknya jadi biar sekalian saja mumpung bisa kumpul semua. Yang namanya usia kan kita tidak ada yang tahu." Direndra menatap Eyangnya. "Makanya eyang jaga pola makan, udah berumur juga."
Hasyim mendelik. "Dih, kamu tuh sukanya gitu sama saja dengan dokter Ghost itu."
"Dokter Ghauth, eyang" ralat Direndra.
"Ya itulah!"
Iqbal lalu mendekati Direndra dan membisikkan sesuatu ke pria tampan itu yang mengangguk tanda mengerti.
"Eyang istirahat ya, aku dan paman Iqbal hendak mengurus sesuatu" pamit Direndra.
"Iqbal, kalau tidak penting banget, biarkan Rendra istirahat dulu. Kasihan dia baru sampai dari Jakarta." Aisyah menatap asisten suaminya.
"Baik Yang Mulia Ratu" ucap Iqbal sambil membungkukkan badannya. "Mari tuan pangeran."
"Rendra pergi dulu eyang." Pria tampan itu mencium pipi eyangnya masing-masing lalu keluar dari kamar mewah itu bersama dengan Iqbal. Diluar kamar, sudah ada pengawal bayangan Direndra yang mengikuti pria itu.
***
"Jadi ada yang menolak pindah dari tanah milik Al Azzam?" tanya Direndra ke Iqbal.
"Benar pangeran. Lokasi tanah milik keluarga Al Azzam cukup luas dan sampai ke sebuah dusun kecil dan disana ada sebuah dusun kecil dekat area Padang pasir. Ada sekitar 500 orang tinggal disana."
"Bukankah orang-orang itu sudah dilakukan mediasi untuk diberikan kompensasi?" tanya Direndra.
"Betul pangeran tapi mereka menolak pindah karena anak-anak mereka masih bersekolah di sebuah sekolah disana."
"Bukannya kompensasi itu nominalnya cukup untuk mereka pindah ke area menengah Dubai?" Direndra memang mengetahui akan hal ini sebab dia ikut saat eyangnya melakukan mediasi dengan perwakilan desa itu. Pada saat itu, Direndra memilih memakai baju pengawal agar lebih mudah untuk berbaur. Dia lebih suka mencari tahu sendiri dengan tidak mencolok.
"Tapi salah seorang guru disana menolak keras untuk pindah, pangeran."
Direndra mengerenyitkan dahinya. "Seorang guru?"
"Iya pangeran, namanya adalah Raana Lamira binti Badawi." Iqbal membaca laporan para anak buahnya.
"Badawi?" Direndra terkejut karena nama Badawi sangat familiar di keluarganya sebab salah satu pengikut loyalitas Hasyim dan Aisyah Al Azzam yang melarikan diri. "Baru muncul sekarang?"
"Keluarga Badawi memang melarikan diri saat Yang Mulia digulingkan oleh Hamid dan mereka bersembunyi dengan berpindah - pindah tempat untuk tidak ditemukan. Setelah Yang Mulia mengambil alih tahta, mereka baru berani menggunakan nama belakangnya lagi."
Direndra menangkupkan kedua tangannya diatas meja kerja tempat biasa Eyangnya bekerja.
"Aku akan kesana, paman Iqbal."
"Tapi pangeran, mereka masih menentang desa mereka sekian puluh tahun hendak digusur untuk pembangunan pembangkit tenaga listrik Surya."
Keluarga Al Azzam dan Al Jordan bermerger untuk memenangkan tender pembangunan pembangkit listrik tenaga Surya yang sangat dibutuhkan wilayah Dubai karena semakin banyaknya permintaan. Tender senilai milyaran dollar itu dimenangkan oleh dua keluarga yang berbesan itu.
Lokasi pembangunan paling strategis memang di dusun yang masih masuk wilayah Al Azzam dan Hasyim sendiri sudah meminta kepada kepala dusun untuk menerima kompensasi yang jumlahnya fantastis tapi masih ada beberapa yang menolak dan salah satunya wanita bernama Raana Lamira binti Badawi sesuai dengan laporan Iqbal.
"Aku akan kesana, paman Iqbal. Aku ingin tahu seperti apa suasana disana" senyum Direndra. "Lagipula saat aku kesana, aku belum sempat melihat-lihat lebih intens."
"Tuanku pangeran, bagaimana anda kesana?" tanya Iqbal bingung.
"Menyamar lah! Aku ingin kesana sambil membujuk orang - orang disana untuk mau mengambil kompensasi yang kita tawarkan."
Iqbal melongo. "Ya Allah, tuanku pangeran. Jangan aneh-aneh lah!"
"Tidak aneh-aneh, paman sebab kalau kita tidak bergerak maka akan stagnan begini-begini saja dan endingnya bisa dengan kekerasan dan aku tidak mau hal itu terjadi. Jadi aku rasa lebih baik aku yang maju dan melakukan bujukan persuasif pada mereka secara halus. Memang butuh waktu tapi setidaknya, mereka bisa menerima dengan lebih rasional dan lapang dada." Direndra tersenyum smirk.
"Tuanku pangeran akan menyamar menjadi siapa dan apa?" Iqbal sebenarnya agak tidak setuju dengan ide pangerannya.
"Yang jelas aku tidak akan memakai nama Direndra."
"Lalu nama siapa yang akan anda pakai, pangeran ?" tanya Iqbal.
"Aku akan memakai nama Abi Giandra, diambil dari nama Ogan buyut aku" seringai Direndra.
Yang ngaku-ngaku pakai nama Ogan Buyut
***
Yuuuhhuuu Up Malam Yaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Rizky Rezha
jinak
2024-09-09
0
wonder mom
ditemui sm Ogan Abi g y? bisa ngerasain pelukan necan Dara g y? 😊
2022-06-28
2
ellyana imutz
pawang ny direndra ..
2022-06-28
1