Suara jeritan terdengar membuat Raina tersentak kaget dengan kedua mata membulat menatap ke arah rumah itu. Ia bangkit dengan wajah takutnya.
Apa yang terjadi?
Bibir Raina bergetar, lututnya juga bergetar membuatnya seakan tak mampu untuk berdiri dengan tegak. Entah apa yang terjadi di dalam sana dan bagaimana dengan nasib Puang Bakri sekarang?
Tak berselang lama Parakang itu muncul dari celah yang telah ia lewati membuat Raina menoleh menatap sosok Parakang yang kini berdiri di atas atap. Gelap, suasana gelap sehingga Raina tak bisa melihat dengan jelas sosok Parakang itu.
Tubuh Raina bergetar karena takut melihat Parakang itu, betapa menyeramkannya dia. Raina melankah mundur, dadanya naik turun seakan ia sedang sesak nafas di detik ini juga.
Raina berpaling lalu dengan cepat ia berlari meninggalkan pohon besar yang sejak tadi dijadikannya sebagai pelindung baginya. Raina tetap berlari mengabaikan suara gonggongan anjing yang mungkin saja bisa mengejarnya di dalam hutan gelap ini.
Suasana gelap gulita di dalam hutan, entah dimana ia sekarang, Raina juga tidak tahu tempat yang ia lalui sekarang ini, bahkan kini jalan yang ia lalui bukan jalan yang ia lalui tadi saat ia masuk.
Bruak
Tubuh Raina terjatuh ke tanah setelah kaki kanannya yang di halang oleh batang kayu yang mungkin saja telah tumbang. Raina meringis kesakitan.
Ia bangkit dari permukaan tanah yang basah dan kotor membuat bagian tubuh depannya kotor. Raina menyentuh dadanya yang terasa sakit setelah terbentur di atas tanah basah, dadanya benar-benar terasa sakit hingga ia tak mampu untuk bernafas.
Raina menoleh ke arah belakang berusaha untuk memastikan jika Parakang itu tidak mengikutinya walaupun ia tahu kalau Parakang itu tidak melihatnya, tapi tetap saja Raina takut.
Raina menoleh menatap ke sekelilingnya yang begitu gelap. Air matanya menetes begitu saja tanpa ia minta. Raina kembali berlari sambil sesekali tangannya yang kotor itu mengusap pipinya yang basah membuat kulit pipinya terlihat kotor.
Raina tetap berlari walau sesekali ia hampir terjatuh ke tanah karena jalan yang ia lalui tak mulus, banyak bebatuan kecil di sana yang menghalangi larinya yang begitu sangat berat.
Tubuh Raina terhempas ke jalanan bebatuan setelah ia melompat keluar dari hutan gersang dan menyeramkan. Raina menoleh menatap jalanan yang rasanya tak asing lagi bagi Raina. Yah, Raina kenal dengan jalanan ini.
Jalanan ini adalah jalanan yang selalu ia lalui jika ingin pergi ke pasar. Raina tersenyum, ia bangkit dari jalanan membuatnya meringis sambil mengigit bibirnya saat rasa sakit terasa pada kakinya. Raina tak peduli saat ini pada rasa sakitnya membuat Raina memaksakan diri untuk berlari meninggalkan jalanan menuju rumah.
Sesampainya Raina langsung menaiki anakan tangga lalu masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan rapat. Dengan jari gemetar Raina memutar paku yang telah dijadikan sebagai penahan agar pintu tak terbuka saat di dorong dari luar.
Entah mengapa rasanya paku ini terasa sangat keras untuk diputar membuat Raina melepaskan tangisannya. Dengan susah payah Raina memutarnya lalu ia berlari meraih kursi dan menyadarkannya pada permukaan pintu.
Tubuh Raina masih bergetar saat ia melangkah mundur menatap pintu yang kini telah ditutup dengan rapat. Raina menoleh menatap jendela yang terlihat masih terbuka membuat Raina dengan cepat menutupnya.
Raina berlari meraih paku yang ada di atas lemari serta tangannya yang gemetar itu merabah di dalam kegelapan berusaha untuk mencari palu. Tak dapat apa-apa membuat Raina kembali berlari ke arah jendela.
Ia meraih papan dan menutup jendela itu berharap Parakang itu tak masuk lewat jendela ini. Raina menoleh menatap ke sekeliling yang gelap gulita berusaha untuk mencari alat berat untuk memukul paku yang berada di tangan gemetarnya.
Tak ada benda apa pun yang ia dapat membuat Raina dengan keras memukul paku itu dengan tangannya.
"Aaaaaa!!!" jerit Raina kesakitan.
Papan itu jatuh ke bawah bersamaan dengan paku yang jatuh entah kemana. Raina memeluk tangannya yang terasa sakit itu. Raina berlutut, tubuhnya gemetar menahan rasa sakit.
Raina bangkit dengan susah payah dari papan lalu berlari masuk ke dalam kamarnya walau sesekali ia hampir terjatuh karena tak sanggup lagi untuk berdiri.
Sesampainya di dalam kamar Raina langsung menutup pintu kamar dengan rapat. Ia menarik lemari pakaian dan menyeretnya sekuat tenaga untuk menutupi pintu kamarnya. Entah kekuatan dari mana yang Raina dapatkan hingga bisa mengangkat lemari pakaian yang terbuat dari kayu itu.
Raina melangkah mundur dengan tatapannya yang menatap pintu. Satu isak tangis berhasil lolos dari mulut Raina dan membawanya berbaring di atas kasur. Raina menarik sarung dan menyumbunyikan tubuhnya yang menggigil ketakutan.
Raina benar-benar takut sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments