Raina duduk menyadarkan dirinya di dinding rumah menatap pintu kamar Saoda yang masih tertutup rapat. Pikiran Raina masih mengarah pada satu hal. Mengapa Saoda berperilaku aneh di saat subuh tadi dan mengapa tubuhnya selalu tak memakai pakaian sedikitpun saat pulang lalu mengapa tubuhnya bisa tercium bau amis menyengat.
Tatapan Raina menunduk lalu tak berselang lama tatapan Raina mendongak menatap ke arah pintu kamar yang terbuka memperlihatkan sosok Saoda yang terlihat tersenyum menatap Raina.
Hanya senyuman yang ia berikan setelah itu ia melangkah pergi menuju dapur seperti kebiasaannya setiap pagi yakni memasak.
Raina meraih keranjang belanjaan dan melangkah kakinya menuruni tangga. Jalan bebatuan kecil yang dihimpit oleh hutan dan kebun itu tak menghentikan dan mengurungkan niatnya untuk ke pasar. Sunyi dan sepi saat pergi menuju pasar sudah biasa bagi Raina.
Rumah Raina dari pemukiman desa memanglah agak jauh dan Raina juga tak mengerti mengapa Saoda tetap tinggal di rumah itu. Sebenarnya dulu tempat kebun itu adalah rumah penduduk desa namun seiring waktu berjalan mereka semua pindah dan menyisakan rumah Saoda sendiri.
Raina menghentikan langkahnya melihat kaget pada kain putih yang berkibar saat angin menggerakkannya.
Kain putih lagi?
Siapa lagi yang meninggal di hari ini?
Raina kembali melangkahkan kakinya sembari tatapannya yang menatap orang-orang yang sedang menangis. Rumah ini adalah rumah kepala desa lalu siapa yang meninggal?
"Puang!" panggil Raina lalu berlari kecil menghampiri pria tua yang terlihat memikul cangkul di bahunya.
Pria tua bernama Ambo itu menoleh dan tersenyum menatap Raina yang berlari menghampirinya.
"Kenapa, Nak?"
"Puang Ambo, siapa yang meninggal?"
"Oh, itu Ibunya pak desa yang meninggal."
"Kenapa bisa?"
"Katanya dimakan sama Parakang."
Kedua mata Raina membulat karena terkejut setelah mendengar jawaban dari Puang Ambo. Nama itu kembali menjadi alasan atas kematian seseorang. Kemarin istri dan anak dari Edi dan sekarang Ibu dari kepala Desa yang meninggal.
Daeng Ambo melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Raina yang kini masih terdiam dengan perasaan kaget dan tak menyangkanya.
Raina membalikkan badan menatap kerumunan warga di bawah tenda biru yang saling berbisik dan tengah membicarakan tentang mahluk bernama Parakang itu.
Raina melanjutkan langkahnya dengan perasaan yang masih kebingungan dan penuh dengan tanda tanya.
Langkah Raina menjadi pelan ketika ia melewati sebuah masjid tua dimana ada seorang pria berjanggut sedang menyapu di halaman masjid. Dia adalah Puang Tuo yang konon kata orang-orang dia adalah seorang pria yang dulunya menjadi pemburu Parakang.
Raina terdiam sejenak. Mungkin saja Puang Tuo tahu tentang mahluk bernama Parakang itu.
Raina mendekat dan menghentikan langkahnya di depan Puang Tuo yang dengan perlahan menoleh menatap Raina dari ujung kaki sampai ujung rambut Raina. Ini pertama kalinya Raina melihat Puang Tuo dengan jarak dekat.
"Cari siapa, Nak?" tanya Puang Tuo dengan wajah ramah.
Raina berusaha tersenyum walaupun ia ragu untuk melakukannya. Apa ini sudah benar bertanya dengannya.
"Saya mau cari Puang Tuo."
Puang Tuo terdiam keherangan. Yang kedua kalinya ia menatap dari ujung kaki sampai ujung rambut Raina lalu tak berselang lama ia tersenyum.
"Saya Pung Tuo, Nak. Ada keperluan apa?"
Raina menoleh ke kiri dan kanan berusaha memastikan tak ada orang di tempat ini yang akan mendengar ucapannya.
"Saya mau tanya tentang Parakang," jawabnya membuat Puang Tuo sedikit terkejut.
Puang Tuo menoleh ke belakang menatap masjid lalu kembali menatap Raina yang terlihat serius menatap Puang Tuo.
"Mari kita bicara di dalam!" ajaknya lalu ia melangkah menuju masjid setelah Raina mengangguk.
Raina duduk di atas lantai Masjid yang begitu bersih dan wangi. Ini untuk pertama kalinya Raina menginjakkan kakinya di lantai masjid. Raina mendongak menatap Puang Tuo yang terlihat membawa sepiring pisang goreng dan meletakkannya di atas lantai. Puang Tuo ikut duduk lalu ia tersenyum.
"Silahkan dimakan!"
Raina hanya mengangguk dan menelan salivanya karena gugup.
"Kenapa ingin tahu tentang Parakang?"
Raina meremas jari-jari tangannya yang berkeringat itu. Ia sangat takut untuk bertanya.
Pung Tuo tersenyum lalu ia meraih pisang goreng dan memakannya.
"Parakang itu bukanlah sosok hantu tapi dia menyerupai hantu."
Raina mendongak menatap Puang Tuo yang bicara di tengah keheningan.
"Menyerupai hantu bagaimana itu?"
"Asal usul dari Parakang adalah orang yang menggunakan baca-baca untuk sesuatu hal atau tujuan tertentu tapi karena dia salah mengucapkan baca-baca hingga mengakibatkan seseorang menjadi Parakang."
"Baca-baca itu luas, baca-baca ini kadang digunakan untuk kecantikan, kekayaan tapi karena dia salah pengucapan makanya dia menjelma menjadi sosok mahluk jadi-jadian yang bernama Parakang."
"Parakang juga bisa terjadi karena kutukan dari seseorang atau karena kemauannya sendiri menjadi Parakang."
"Bagaimana bentuknya?"
Pung Tuo meneguk air kopinya dan terdiam sejenak seakan ia sedang memikirkan sesuatu sementara Raina diam menanti jawaban.
"Kalau ciri-cirinya itu tidak menentu."
"Maksudnya, Puang?"
"Ciri-cirinya tergantung dari orangnya. Kalau orangnya berambut panjang maka jelmaan Parakangnya juga akan berambut panjang."
"Kalau masalah bentuknya maka tetap saja dia itu berjalan dengan kedua kaki dan tangannya. Punggungnya akan lebih tinggi dari kepalanya dengan kedua mata tajam."
Raina meneguk salivanya setelah mendengar beberapa info dari Puang Tuo. Sangat mengerikan.
"Parakang itu juga bisa merubah bentuknya menjadi hewan seperti kucing dan bahkan bisa menjadi pohon pisang."
"Pohon pisang?"
"Iya, tapi pohon pisang ini akan terlihat berbeda dari pohon pisang pada umumnya. Jika nanti kamu melihat sebuah pohon pisang yang berdiri sendiri dan daunnya hanya tiga lembar maka jangan mendekati pohon itu karena dia bisa membunuh hanya dengan menimpakan tubuhnya ke tubuh seseorang."
"Kenapa Parakang itu bisa membunuh, Puang Tuo?"
"Banyak alasan dan salah satunya adalah balas dendam."
"Balas dendam?"
"Iya dan yang lebih besar kemungkinannya adalah ada beberapa orang yang tidak sadar dirinya menjadi Parakang."
"Sebelum naik matahari maka dia akan terbangun dan telah mendapati dirinya telah berada di sebuah tempat tanpa menggunakan pakaian."
Raina terkejut setelah mendengar apa yang baru saja dijelaskan oleh Puang Tuo. Apa yang dia katakan semuanya terjadi pada Saoda tapi apa ini benar.
Raina menghela nafas panjang dan menggelengkan kepalanya seakan menolak semua hal ini. Bagaimana mungkin orang yang telah membesarkannya itu adalah seorang Parakang.
Tidak mungkin.
Raina bangkit dari lantai masjid dan melangakahkan kakinya pergi meninggalkan Puang Tuo yang kini mendongak menatap bingung pada Raina.
"Mau kemana?" tanya Puang Tuo.
Langkah Raina terhenti. Ia menoleh lalu berusaha untuk tersenyum, ia berusaha untuk menyembunyikan rasa kegugupannya.
"Aku mau pulang ke rumah, Puang. Terimakasih atas informasinya."
Raina kembali membalikkan badannya dan melangkah meninggalkan Puang Tuo yang kini bangkit dari lantai.
"Apa kau tahu tentang mahluk bermana Parakang itu?" tanya Puang Tuo membuat langkah Raina terhenti.
Wajah Raina pucat dengan tubuhnya yang gemetar. Raina kembali melangkahkan kakinya berusaha untuk menghindari pertanyaan dari Puang Tuo.
Puang Tuo menghela nafas, kedua matanya masih serius menatap kepergian Raina.
"Sepertinya anak itu menyembunyikan sesuatu," ujarnya sembari terus menatap kepergian Raina yang sesekali menoleh ke belakang. Sejujurnya Raina takut jika Puang Tuo mengejarnya karena merasa curiga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Imarin
buat saling dulung
2022-07-08
0
Imarin
cerita nya bagus.. mampir juga di cerita q yok kak.
2022-07-08
0