Raina berlari melewati jalanan sunyi dan sepi menuju rumahnya sambil sesekali ia menoleh ke belakang berusaha untuk memastikan jika Puang Tuo tidak mengikutinya.
Raina menghentikan larinya dengan nafas ngos-ngosan. Kedua bibirnya terbuka berusaha untuk mencari pasokan udara yang sempat tertahan.
Seseorang menepuknya dari belakang dengan tiba-tiba membuat Raina menoleh cepat.
"Aaaa!!!" jeritnya.
Raina menutup kedua matanya membuat baskom berisi pakaian basah itu terhemas ke tanah.
"Raina!" teriak Saoda yang juga ikut terkejut.
Raina membuka kedua matanya menatap kaget pada Saoda yang kini masih terlihat menatapnya dengan serius.
"Ada apa? Kenapa kau berteriak?"
Raina meneguk salivanya. Ia kembali menoleh ke arah belakang.
"Raina!" panggil Saoda membuat Raina menoleh.
"Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa," jawabnya.
Raina meraih baskom yang sempat terjatuh ke tanah itu lalu ia kembali menoleh ke belakang membuat Saoda ikut menatap ke arah mana Raina menoleh. Tak berselang lama Raina kembali menatap Saoda dan melangkah pergi meninggalkan Saoda yang kini terdiam dengan ekspresi wajah datar.
...****...
Suasana malam ini kini seperti biasanya. Makan malam berdua yang ditemani cahaya lilin buatan yang menjadi penerang. Raina mengangkat piring kotornya dan ia bangkit menuju dapur. Ia meletakkan piring kotor dan gelas bekas pakainya pada sebuah tempat cuci piring yang beralaskan batang-batang bambu hingga air bisa langsung turun ke bawah tanpa perlu membuat saluran pipa.
"Indo!"
Saoda menoleh.
"Raina tidur duluan, yah!"
Saoda mengangguk membuat Raina melangkah masuk ke dalam kamarnya.
"Tidak mau tidur dengan Indo?" tanya Saoda dengan nada suara dingin.
"Tidak, Indo," tolaknya dengan wajah takut.
Raina menutup pintu dengan rapat dengan nafasnya yang langsung menjadi lega. Raina melangkah mondar-mandir di dalam kamarnya. Malam ini ia harus berusaha untuk membuktikan jika Saoda bukanlah sosok Parakang seperti apa yang selama ini ia pikirkan.
Bagaimana caranya?
Tak berselang lama langkah Raina terhenti. Ia mendapat sebuah rencana. Malam ini Raina tak boleh tidur, ia harus melihat bagaimana cara Saoda keluar dari rumah dan apa yang ia lakukan di luar sana.
Tapi bagaimana caranya ia bisa melihat Saoda sementara ia kini memutuskan untuk tidur terpisah. Raina melangkah, ia meraih paku berkarat yang berada di bawah kasur tuanya dan duduk di sudut kamar dengan wajah gugup serta gemetar.
Raina menghela nafas panjang dengan kedua matanya yang tertutup. Semoga saja ia tidak ketahuan. Dengan penuh pelan Raina menusuk permukaan papan yang telah mengeropos dan menghasilkan lubang kecil di sana.
Papan yang menjadi perbatasan antara kamarnya dan kamar Saoda yang berdampingan. Dari lubang kecil yang masih ia tusuk itu semoga bisa memperlihatkan apa yang dilakukan oleh Saoda di dalam kamar.
Suara langkah terdengar bersamaan dengan suara pintu kamar milik Raina ikut bergerak membuat Raina dengan cepat menoleh dengan kedua mata membulat karena terkejut.
Saoda akan membuka pintu kamarnya!
Pintu terbuka membuat Saoda kini tersenyum menatap Raina yang kini sedang berbaring di atas kasurnya.
"Ada apa, Indo?" tanya Raina.
Saoda menggeleng lalu tersenyum.
"Tidurlah!" ujarnya lalu kembali menutup pintu.
Raina bernafas lega. Ia duduk di atas kasurnya dan membuka kepalan tangannya yang menggenggam paku berkarat tadi. Raina bangkit dari kasur dengan jalan mengendap-ngendap menuju ke sudut ruangan kamar tempat dimana ia telah lubangi.
Raina duduk bersandar sambil menyentuh dadanya yang berdebar-debar tak karuan. Tubuhnya juga panas dingin nyaris membeku.
Raina memejamkan kedua matanya. Semoga malam ini ia tak lalai dan membuatnya tertidur seperti kemarin. Hari ini ia harus membuktikan jika Saoda bukanlah sosok mahluk jadi-jadian yang orang sebut sebagai Parakang.
Suara papan ranjang terdengar di sebelahnya membuat Raina menoleh. Ia mendekatkan matanya pada celah itu hingga Saoda yang sedang membaringkan tubuhnya di kasur itu terlihat. Suasana kamar sudah menjadi gelap gulita setelah Saoda meniup sumbu lilin buatan dan meletakkannya di atas meja kayu.
Raina menelan salivanya. Apakah yang ia lakukan ini sudah benar atau yang ia lakukan ini salah?
Raina mengatur nafasnya yang tak beraturan itu. Ia menjauhkan wajahnya dari dinding dan memeluk lututnya yang terasa ngilu karena takut.
Suara burung-burung hantu terdengar hinggap dan berterbangan dari pohon ke atap rumah membuat Raina sesekali tersentak karena terkejut. Raina menutup mulutnya cepat dengan tangan kanannya berusaha untuk tidak bersuara.
Suara gesekan bambu yang tumbuh di pinggir hutan terdengar di kesunyian malam. Suara anjing yang berkelahi ikut bersahutan di luar sana membuat Raina sesekali menoleh ke arah jendela kamarnya yang tertutup rapat.
Di dalam kamar ini tak ada cahaya yang menjadi penerang bagi Raina yang kini masih mencoba untuk menahan rasa kantuknya. Kali ini ia tak boleh tidur, ia harus menahan kelopak matanya yang nyaris tertutup karena kantuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments