...Happy Reading...
Kamar hotel.
Dua manusia beda jenis duduk saling berhadapan. Wanita duduk di sofa, pria duduk dilantai di kaki wanita. Mereka adalah Rangga dan May.
Setelah berhasil menyelamatkan May waktu hendak jatuh dari tangga, Rangga segera membawa gadis itu ke hotel yang terdekat dari perusahaan. Mengingat apartemen keduanya sedikit jauh dari kantor. Selama keluar dari gedung perusahaan, Rangga menggendong May hingga ke mobil karena kaki May sakit salah urat.
Dan kini dia sedang mengobati kaki kanan yang bengkak. Mengompres dengan air hangat, kemudian di pijat pijat. Terdengar suara tertahan dari mulut May menjerit kesakitan dengan pijatan itu. Rangga menurunkan kekuatan pijatannya. Rangga terus melakukan hal itu beberapa saat. Memijat punggung kaki, telapak, tumit, jari jemari, dan pergelangan kaki May.
May keringatan, mata basah, nafas tak beraturan menahan kesakitan. Dia menggigit bibir bawahnya dan memegang kuat bantal sofa menahan dan menekan kesakitan. Terkadang tangannya reflek memegang kuat rambut dan bahu Rangga.
Dari bawah Rangga terus melihat wajahnya.
"Rileks, jangan tegang! Lemas kan tubuhmu!"
katanya.
May mengikuti perkataannya, tapi kemudian tegang lagi saat jemari jemari kekar itu menyentuh yang sakit.
20 menit berlalu.
"Sudah selesai!" kata Rangga.
May segera membuka matanya yang tertutup. Melihat pada Rangga, kemudian beralih pada kakinya. Dia menggerakkan pelan pelan. Rasa sakitnya juga berkurang.
"Sudah makan malam?" tanya Rangga.
May menggeleng pelan.
"Makan dulu, setelah itu minum obat!" kata Rangga.
May menatapnya. Lagi lagi pria ini menyelamatkannya. Datang tiba-tiba seperti malaikat. Entah apa yang terjadi pada dirinya jika Rangga tidak datang tepat waktu. Karena tingginya tangga perusahaan dengan kotak tangga yang banyak.
"Om," panggilnya pelan. Pada Rangga yang sedang mengangkat baskom berisi air dan di letakkan di atas meja sofa.
Rangga melihatnya.
"Terimakasih, telah menolong ku lagi." kata May pelan.
"Berdirilah, kamu harus makan terus minum obat untuk mengurangi pembengkakan dan juga meredakan rasa nyeri." kata Rangga.
Perlahan May bangkit berdiri. Mencoba berjalan, tertatih-tatih. Satu meter berjalan hampir jatuh jika Rangga tidak segera menangkap tubuhnya.
"Sepertinya aku masih kesulitan untuk berjalan. Sakitnya masih terasa. Aku akan pelan pelan." kata May. Melepas pegangan Rangga dan melangkah lagi.
Baru dua langkah berjalan, Rangga segera mengangkat tubuhnya, lalu melangkah menuju ruang makan.
May kaget, reflek mengalunkan ke tangannya memeluk bahu Rangga. Dia menatap wajah Rangga yang sangat dekat dengan wajahnya.
"Om, aku jalan saja. Biar terbiasa." katanya.
Rangga melirik melihat wajah May, menatap netra gadis itu, yang juga sedang menatapnya."Kelamaan. Kau harus segera makan dan minum obat." katanya terus melangkah.
May menelan ludah. Dia teringat sesuatu. Bukannya pria ini pergi ke LA karena urusan mendadak. Tapi kenapa ada di sini?
"Seharusnya saat ini Om ada di LA. Tadi pagi katanya mau pergi ke sana kan? Kok malah ada di sini?" tanya May.
Rangga lagi lagi meliriknya. Diam tidak menjawab. Lalu melihat lagi ke depan. Nafas gadis ini terasa kuat menerpa di wajahnya.
"Om batal pergi?" tanya May lagi.
Rangga tak menjawab. Dia memang pergi, dengan menggunakan pesawat pribadinya, tapi hanya setengah perjalanan. Dalam perjalanan Hatinya tiba tiba tidak tenang kepikiran pada May. Meski dia meyakinkan pada dirinya kalau gadis itu tidak ada hubungan apapun dengannya, bukan siapa siapanya, tapi hatinya selalu membawa pada gadis itu, otaknya tidak bisa lepas memikirkan gadis itu. Rasa gelisah dan cemas semakin dalam. Merasakan gadis itu tidak baik baik saja.
Apalagi setelah Haris mengatakan kalau jam kerja May di tambah hingga jam 9 malam, hatinya semakin tidak tenang. Dia meminta pilot mendarat di bandara terdekat dan segera balik lagi ke New York. Begitu di bandara, dia langsung menuju perusahaan. Dan ternyata kegelisahan hatinya terbukti, melihat gadis ini hampir celaka di tangga. Untung dia datang tepat waktu. Entahlah, yang jelas dia takut membayangkan jika tidak dapat menolong May saat itu. Hatinya ikut menangis melihat ketakutan dan tangisan May yang memeluknya dengan tubuh gemetaran.
"Om, kok diam?" Pertanyaan May membuyarkan lamunannya.
"Pasti mau menjemput istri Om ya? Ituh tuh.....Ibu Rachel! Aku gak nyangka kalau istri Om bekerja di sini sebagai wakil direktur." lanjut May.
"Tadi pagi Om ke sini mau menemui beliau kan?" May menatap matanya.
Alis Rangga terpaut mendengar pertanyaannya. Dia hanya melihat netra May tanpa menjawab.
Mereka tiba di ruang makan. Rangga segera mendudukkannya. Ada beberapa hidangan di atas meja, dari makanan pembuka hingga penutup. May menatap semua makanan itu. Saat ini dia memang lapar. Karena belum makan malam. Makan siangnya yang di simpan belum sempat di makan, dan pasti sudah basi.
Rangga meraih sesuatu, yang di pesan tadi pada manager hotel. Yaitu Salep luka dan plester luka corak hello Kitty. Dia menarik kursi mendekat pada May. Lalu mengambil tangan kanan May.
"Mau apa Om?" tanya May kaget dan bingung.
Rangga hanya diam. Lalu mengolesi telapak tangan May yang mengelupas.
"Ini hanya luka kecil," kata May menarik tangannya. Dia tidak menyangka Rangga akan tahu luka di telapak tangannya.
"Luka kecil tetap sakit, dan harus di obati." kata Rangga. Mengambil kembali tangan kanan May dan di olesi. Dia juga memeriksa telapak tangan kiri May yang kemerahan, terus di beri salep. Tangan yang putih, halus dan lembut di rasakan. Selanjutnya dia mengambil plester luka dan di tempelkan pada luka di dahi May. Luka kecil tapi tidak mengurangi manis yang putih bersih dan mulus ini.
May kembali kaget dengan apa yang di lakukan Rangga. May lupa punya luka di kening. May menatapnya terharu, sambil meraba plester tersebut.
"Maaf, selalu merepotkan Om!" katanya lirih. Sangat terharu.
Rangga menatapnya. Melihat wajah yang sedih, mata berkaca-kaca.
"Baru sehari bekerja tapi kau sudah mendapatkan beberapa luka. Bahkan hampir celaka jatuh di tangga." katanya.
May mendesah sedih. Menelan ludah.
"Kenapa dahimu bisa luka begini?" tanya Rangga melihat dahi May, terus berlanjut ke matanya.
"I itu karena....aku kurang hati-hati bekerja. Aku melakukan sesuatu dengan terburu-buru." kata May terbata bata. Dia tidak mau memberi tahu penyebab luka di keningnya karena Rachel, mengingat wanita itu adalah istri pria ini.
"Benarkah?" tanya Rangga.
"I-iya Om, dahi ku tidak sengaja membentur pinggiran meja saat bersih bersih ruang kerja pimpinan." kata May segera seraya mengalihkan pandangannya ke sebelah, menghindari tatapan mata Rangga, khawatir ketahuan berbohong.
"Kalau begitu kamu tidak usah kerja lagi." kata Rangga sambil menghadap kan posisi duduknya ke meja makan. Terus mengambil piring May dan menaruh nasi.
May kaget mendengar ucapannya.
"Nggak bisa Om, Aku butuh uang untuk hidup di sini." katanya segera.
"Mau lauk apa?" tanya Rangga. May segera melihat piring nasinya, dia mengira nasi itu untuk Rangga. May melihat ke lauk pauk dan sayuran, juga sup.
"Yang itu saja." katanya menunjuk lauk dan sayur yang dia inginkan.
Rangga segera mengambil dan menaruhnya di atas nasi.
"Biar aku saja Om! Om makan saja!" kata May tidak enak karena terus merepotkan pria ini.
"Makanlah.....!" kata Rangga. Di juga meletakkan air putih dan susu di dekat piring May. Setelah itu dia bangkit berdiri.
"Om gak makan?"
"Aku sudah makan tadi. Kamu makan saja, terus minum obat. Aku mau menghubungi seseorang." kata Rangga. Dia menuju kamar mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang.
May menatap kepergiannya. Dia tidak menyangka Rangga menyiapkan makanan ini untuknya. May segera makan. Dia kembali menikmati makanan mewah dan bergizi. Dia sudah yakin Rangga bukan orang sembarangan. Istrinya Rachel seorang wakil direktur. Sudah pasti mereka memiliki banyak uang dan merupakan orang berkelas.
Teringat Rachel membuat May jadi tidak tenang berada di hotel ini berdua bersama Rangga, suaminya Rachel. Dan memang tidak pantas berdua bersama suami orang di kamar hotel meski tidak ada apa apa dan tidak melakukan hal negatif. Bagaimana jika Rachel mengetahui suaminya bersama dirinya di hotel ini? May ngeri membayangkan kemarahan Rachel. Wanita itu begitu menakutkan. Dia harus segera pergi dari tempat ini dan kembali ke apartemennya.
Dia juga mau mandi dan berganti pakaian karena tubuhnya gerah, hanya mandi tadi pagi.
Secepatnya May menghabiskan makanannya terus minum obat. Lalu berjalan tertatih-tatih mencari Rangga untuk pamit.
May menemukan Rangga duduk di balkon kamar dengan ponsel di telinga, tangan kanan memegang sebuah berkas. Sepertinya pria itu sedang berbicara dengan seseorang dan membicarakan hal penting. May batal memanggil karena tidak ingin mengganggu. Dia berdiri menunggu.
Beberapa saat berlalu, May mulai capek berdiri dengan menahan kakinya yang bengkak dan nyeri, menunggu Rangga yang belum selesai bicara. Dia juga tidak berani menyapa.
May segera duduk di sofa, yang tadi di gunakan Rangga memijat kakinya. May menguap berulang ulang. Dia capek dan mengantuk karena seharian bekerja tanpa istirahat. Rasa kantuk semakin menyerang. Hanya lima menit duduk menunggu, May tertidur.
Terlalu serius berbicara mengenai pekerjaan, membuat Rangga melupakan May. Dan kini dia menyadari gadis itu. Dia mengakhiri pembicaraan di telepon dan segera melangkah keluar hendak menuju ruang makan. Wajahnya mengernyit, langkah melambat melihat May berada di sofa dan sedang tidur. Rangga mendekatinya. Memperhatikan wajah yang tenang tertidur dengan dengkurannya yang halus. Rangga sudah memahami gadis ini sangat capek karena bekerja seharian di kantor. Di tambah lagi dengan obat yang di minumnya mengandung obat tidur, hingga membuatnya cepat tertidur. Rangga melihat jam tangannya, sudah menunjukan pukul 23.15. Hampir tengah malam.
Tak ingin May tidur di sofa dengan posisi duduk karena akan membuat tidurnya tidak nyaman, perlahan Rangga mengangkat tubuh gadis itu dan di bawahnya ke tempat tidur. Saat di letakkan di atas ranjang, May kaget dan terbangun.
"Om....?" May membuka mata dan langsung melihat mata Rangga. Jarak wajah yang begitu dekat karena kedua tangan Rangga belum lepas dari tubuh May. Keduanya saling menatap, merasakan hembusan nafas lawan.
"Kamu tertidur di sofa, aku memindahkan ke ranjang biar tidur mu nyaman." kata Rangga menatap matanya.
"Aku tadi hendak pamit. Tapi ku lihat Om sedang serius berbicara di telepon. Aku tidak mau menganggu. Aku kecapean menunggu berdiri. Jadi aku duduk. Tidak tahunya malah tertidur." kata May. Dia bergerak hendak bangun. Rangga membantunya."Kamu tidur saja di ranjang." kata Rangga.
"Nggak Om, aku mau pulang ke tempat ku."
"Ini sudah larut malam. Besok kamu kembali saja ke apartemen."
"Nggak bisa Om. Besok aku harus bangun pagi karena harus ke kantor untuk kerja. Pekerjaan ku sebagai OB. Aku harus datang lebih awal untuk bersih bersih sebelum pimpinan ku datang. Tadi beliau tidak datang berkunjung. Besok dia akan datang." kata May menjelaskan.
"Dia tidak akan datang!" kata Rangga.
Wajah May mengernyit"Om tahu dari mana? Apa bu Rachel yang memberi tahu?"
Rangga melepas pegangannya.
"Jangan memikirkan pekerjaan dan juga atasanmu. Kau sedang tidak sehat, kamu tidak bisa bekerja dengan keadaan begini. Aku akan minta izin untukmu istirahat sampai kau pulih benar! Sebaiknya kamu tidur, kamu baru saja meminum obat dan harus segera istirahat."
"Tetap saja aku tidak bisa tidur di sini." May bersikeras. Dia turun dari ranjang. Sesuatu yang tidak bisa di lakukan tidur bersama dengan suami orang. Berduaan seperti ini saja dia takut tidak tenang.
"Aku tidak akan tidur di sini. Aku akan keluar." kata Rangga mengerti pikiran May yang tidak enak berdua dengan pria di kamar hotel. May yang menganggap dia sudah menikah dan sebagai suami Rachel.
"Nggak Om, aku mau pulang." May tetap tidak tenang walau Rangga berkata tidak akan tidur di sini. Bagaimana jika Rachel sampai tahu dia tidur di hotel ini? May tidak mau mencari masalah dengan wanita itu. May tidak mau mendapat malu dan juga mendapatkan kemarahan wanita itu. Belum lagi di pecat dari pekerjaan.
"Ini sudah larut malam." kata Rangga.
"Aku akan pulang naik taksi." May melangkah sangat pelan menuju pintu keluar.
"Kamu jangan keras kepala. Nanti bengkak dan nyeri kakimu akan semakin parah jika di paksakan untuk berjalan."
"Aku akan jalan pelan-pelan. Om jangan khawatir. Sekali lagi terimakasih atas bantuan Om." Kata May tersenyum. Dia membuka pintu. Tapi dengan cepat Rangga menutupnya kembali. Dia hendak bicara, tapi terhenti karena ponselnya berdering. Dia melihat layar HP, tertulis nama Rahel sedang memanggilnya. May melihatnya. Dan itu semakin menambah rasa takutnya. Wanita itu pasti tahu kalau suaminya berada di sini bersama perempuan lain, makanya menelpon.
"Tuh.... istri Om telepon. Jangan jangan dia tahu Om ada di sini bersama aku." kata May dengan ekspresi ngeri takut. "Jujur aku sangat takut saat ini. Aku tidak mau berlama-lama lagi di sini. Aku pergi dulu." kata May. Dia membuka pintu dan melangkah keluar. Baru tiga langkah berjalan, tubuhnya di angkat Rangga dan di bawah ke tempat tidur.
"Om....!" May sangat kaget.
"Dia bukan Istri ku. Kamu tidak perlu takut!" kata Rangga menatap tajam karena May keras kepala.
Wajah May mengernyit mendengarnya.
"Bukan istri Om?"
"Sekarang tidurlah. Kalau kau ingin mandi, paper bag itu berisi pakaianmu."Rangga menunjuk paper bag di sofa, tak menjawab pertanyaannya."Aku mau keluar. Besok kau tidak perlu bekerja." katanya kemudian. Lalu segera melangkah keluar dari kamar.
May masih termangu di tempatnya. Memikirkan pernyataan Rangga kalau Rachel bukan istrinya."Ku kira Istrinya, Ternyata bukan! Terus siapa Istrinya?" gumamnya dengan dahi mengerut. Tapi dia lega mengetahui wanita jahat itu bukan Istri Rangga.
Bersambung.
Tak bosan meminta dukungan dari readers tersayang. Like manisnya, juga hadiah seikhlasnya. Masukkan ke fav jika suka 😘 Terimakasih....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Lenkzher Thea
Pokoknya Top markotop 👍
2022-07-19
0
Elisabeth Ratna Susanti
maaf telat mampir 🙏
2022-07-11
0