...Happy Reading....
Setelah gerombolan orang orang itu pergi, Rangga segera melepas pegangan pada Rara.
"Om, terimakasih sudah menolong aku lagi." kata Rara masih dengan nafas yang tak beraturan.
Rangga hanya menatap. Memperhatikan dirinya dari atas sampai bawah. Lalu berbalik dan melangkah tanpa berkata apapun.
Rara sebenarnya ingin bertanya soal keberadaan Rangga di tempat ini dan menolongnya, tapi pria itu terlalu dingin dan malah pergi. Rara melihat ke arah orang orang papanya yang sudah menghilang. Dia segera melangkah berbeda arah dengan Rangga. Tapi baru dua langkah berjalan, dia menjerit merasakan sakit pada kakinya. Langkah Rangga terhenti mendengar jeritan itu. Dia berbalik, melihat ke arah Rara yang duduk di tanah sambil memegang kaki. Rangga mendengus kesal, kenapa gadis ini menarik perhatiannya, padahal tidak saling mengenal.
Dia segera mendekati Rara. Menurunkan tubuh dan memeriksa kaki Rara yang tampak memerah dan lecet di sana sini. Rara jadi risih ketika pria itu memegang kakinya yang basah dan mungkin saja bau.
"Ini hanya lecet, gak apa-apa kok." kata Rara menarik kakinya. Tapi Rangga memegang kembali kakinya dan meriksa luka di jari dan tumit.
"Walau hanya luka kecil, tetap saja sakit. Dan ini harus di obati." kata Rangga pelan. Dia mengangkat tubuh Rara tiba tiba. Rara kaget bukan main, reflek mengalunkan tangan di bahu kokoh itu."Apa yang Om lakukan?"
Rangga tak menjawab, terus berjalan menuju mobil. Panggilan Om membuat dahinya mengerut. Sudah setua itukah aku? Batinnya. Tapi wajar gadis ini memanggilnya dengan sebutan itu, karena umurnya memang tak muda lagi. Dan kalau dia sudah menikah dan memiliki anak pasti sudah seusai gadis ini. Jadi sudah sepantasnya Gadis ini memanggilnya Om.
"Om.... turunin aku. Aku bisa jalan." kata Rara.
Tak ada jawaban. Rangga terus berjalan.
"Om mau bawah aku kemana? Om gak akan berbuat jahat kan?" Rara agak khawatir.
Rangga tersenyum tipis mendengar cercaan pertanyaan itu. Begitu tiba di mobilnya, Rangga mendudukkannya. Lalu mengambil salep dan mengoles ke permukaan luka Rara, kemudian di tiup tiup. Telinganya mendengar suara berisik dari perut gadis ini. Dia tahu bunyi apa itu
Rara jadi tersentuh dengan apa yang di lakukan. Dia tersenyum.
"Terimakasih Om." menatap wajah Rangga. Janggut dan kumis tebal. Brewok tebal yang menutupi sebagian pipinya. Wajah ini sangat tampan maskulin jika di perhatikan dengan lekat. Rara teringat wajah tampan ayah dan kakeknya meski sudah tua. Wajah Rara mengernyit setelah lama menatap wajah Rangga, seolah tak asing dengan wajah ini. Tapi lamunannya buyar seketika dengan pertanyaan Rangga.
"Kenapa orang orang itu terus mengejar mu?" suara Rangga membuat Rara kaget dan kelabakan.
"I-itu__aku__aku yang salah, makanya mereka mengejar ku!" Rara gugup mau menjawab apa. Makanya di jawab saja begitu.Tiba tiba dia teringat tujuannya melamar pekerjaan. Dia harus ke perusahaan itu sekarang juga sebelum di dahului oleh pelamar lain. Rara segera turun dari mobil. Memakai sepatu dan meraih map.
"Aku harus pergi sekarang juga untuk urusan penting. Sekali lagi terimakasih atas kebaikannya! Aku berharap suatu saat bisa membalas kebaikan Om....Permisi." katanya buru buru. Lalu segera berlari mencari taksi. Tak perduli rasa perih di kakinya. Rangga menatap kepergiannya dengan alis terpaut. Lalu masuk ke mobil dan pergi. Dia juga punya urusan penting.
Dalam perjalanan ponselnya berdering.
"Halo Ma, assalamualaikum." katanya setelah mengangkat telepon. Cindy yang menelpon.
"Waalaikumsalam, Halo nak. Apa kamu sedang berada di Amerika?" suara lembut Cindy terdengar.
"Iya, aku sudah dua minggu di sini."
"Apa ada urusan penting?"
"Aku sedang mengunjungi perusahaan ku. Juga beberapa usaha bisnis ku. Aku menginap di toko bunga. Ada apa Ma?"
"Tidak ada apa apa. Mama hanya sekedar ingin menghubungi mu karena rindu. Kalau kau punya waktu datang lah ke Eropa."
"Nanti ku usahakan."
"Oh ya nak, bagaimana hubungan mu dengan Rachel?"
Rangga tak menjawab.
"Rangga, umur mu sudah tidak muda lagi nak....!"
"Aku suka dengan kesendirian ku ma. Tolong jangan bertanya itu lagi."
Helaan nafas berat terdengar dari mulut Cindy. Rangga pasti akan terus menjawab seperti itu.
"Usiamu mau kepala empat Rangga. Adikmu Rasya sudah memiliki empat anak dan sudah besar. Apa kamu gak malu.....!" ucapannya terpotong.
"Cukup Ma, Tolong jangan bahas itu lagi." kata Rangga segera.
"Mama tahu kamu belum bisa melupakan Khanza nak...!" kata Cindy lagi. Karena dia tahu, Rangga belum bisa melupakan Khanza. Meski tak ada rasa cinta lagi, tapi dia yakin Rangga tidak akan bisa melupakan Khanza dan masih menyimpan di hati. Itulah kenapa putranya ini tidak bisa membuka hati pada wanita lain.
"Ini bukan karena Khanza ma. Khanza sudah bahagia dengan keluarganya. Jangan mengaitkan dia. Aku sudah lama melupakannya. Aku memang masih ingin sendiri. Aku nyaman dengan kehidupan ku." kata Rangga.
"Terus bagaimana dengan Rachel. Kamu jangan egois Rangga. Dia sudah lama menunggu mu."
"Aku tidak pernah memintanya untuk menunggu ku. Mama sendiri tahu perasaan ku padanya. Aku tidak mencintainya. Dia pun sudah tahu hal itu."
"Tapi dia mencintai mu nak. Dia juga punya jasa besar dengan kesuksesan mu saat ini!"
"Dia hanya kasihan padaku, bukan mencintai ku. Mengenai kesuksesan ku,, semuanya adalah hasil dari kerja keras ku, bukan karena dirinya. Dia melakukan pekerjaannya dan aku mengganjinya tinggi! Sudah lah jangan membahas ini lagi."
"Tapi mama ingin kamu segera menikah dan punya pendamping hidup yang akan mengurus mu. Mama tidak akan tenang jika kamu masih sendiri belum mempunyai istri. Mama dan papa sudah tua nak, sebelum hidup ini berakhir, kami ingin melihat mu menikah. Tolong penuhi keinginan kami selagi kami masih ada! Kau juga tahu papa mu mulai sakit-sakitan bolak balik masuk rumah sakit. Dia stress memikirkan dirimu."
Rangga terdiam, membuang nafas berat.
Sudah lima tahun ini Dion, papanya memang sudah bolak-balik masuk rumah sakit. Dan keinginan papanya hanya memintanya untuk menikah sebelum mati. Karena umur manusia tidak akan ada yang tahu. Sementara mamanya juga tertekan dengan dirinya yang belum menikah.
"Rangga....kau masih di sana nak?"
"Insyaallah aku akan segera memberikan papa dan mama menantu." katanya kemudian begitu saja, untuk menenangkan dan menyenangkan hati wanita yang telah melahirkan dirinya itu.
Cindy tersenyum senang. Akhirnya untuk pertama kali Rangga berkata seperti itu.
"Baik nak, mama senang dengarnya. Papa juga pasti akan sangat senang mendengarnya. Mama tidak masalah siapa pun yang akan kau pilih untuk menjadi pendamping hidupmu. Yang terpenting, orangnya adalah wanita yang kamu cintai dan bisa membuat mu bahagia. Itu saja!"
"Iya Ma, tolong jangan memikirkan apapun lagi. Jaga kesehatan kalian." kata Rangga.
"Oh ya, mama ingin mengatakan sesuatu!" kata Cindy sebelum telepon berakhir.
"Ada apa Ma?"
"Mama tahu sudah belasan tahun kamu tidak berhubungan dengan Khanza, menutup semua akses komunikasi dengannya! Tapi ini sesuatu yang sangat penting. Ini mengenai putri sulung Khanza!" kata Cindy kemudian. Dia menceritakan tentang kaburnya putri Khanza dan Cio. Dan hingga saat ini belum di temukan.
Rangga sangat terkejut mendengarnya. Pikirannya langsung tertuju pada Khanza. Dia sudah dapat menebak wanita di masa lalunya itu sedang tidak baik baik saja.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Syhr Syhr
Eiih...apakah itu anaknya Rara?
2022-09-04
1
Fenti
Apakah Rara yang di maksud? hhmmm makin penasaran aja
2022-08-21
1
Riris Hutapea
good job Thor 👍👍 selalu semangat ya Thor 🌹
2022-08-10
1