...Happy reading....
Rara melangkah dengan sangat lemah. Kakinya terasa berat dan sakit untuk melangkah lagi. Rasanya dia tak mampu untuk berjalan. Berbekal ijazah May Wulandari dan merubah tampilan dan wajahnya mirip May Wulandari, Rara melamar pekerjaan. Sudah beberapa perusahaan dan tempat Rara datangi, tapi tak satupun yang menerimanya. Dia bahkan di usir karena memaksakan diri. Padahal dia hanya ingin bertanya apa ada lowongan pekerjaan untuk cleaning servis atau OB sesuai ijasah yang hanya SMA. Selain di tolak karena tak ada lowongan pekerjaan, dia juga di tolak karena nilainya yang sangat rendah. Rara kaget melihat nilai May Wulandari yang jelek. Rara tidak menyangka May Wulandari begitu bodoh dengan nilainya yang sangat buruk.
"Dia ke sekolah ngapain aja sih? Apa dia gak belajar? Nilainya sangat jelek begini." cibir Rara kesal melihat nilai May Wulandari yang rendah. Ijasah ini tidak bisa membantu dirinya.
Berbeda dengan nilai ijazahnya yang sangat tinggi. Dia bahkan mendapat penghargaan sebagai siswa berprestasi dengan nilai tertinggi di sekolah.
Karena lelah, Rara duduk di depan sebuah kafe. Dia bersandar sambil mengibaskan map yang di pegang ke wajahnya yang keringatan. Cuaca yang sangat panas membuat sangat haus. Tenggorokannya terasa kering dan pahit. Rara ingin menyegarkan tenggorokannya dengan es, tapi di ingatnya uangnya pas pasan. Dia harus menghemat uang. Rara melihat ke dalam kafe dengan niat ingin mencari tahu apa cafe ini butuh karyawan. Rara bangkit berdiri untuk masuk kedalam. Tapi langkahnya terhenti. Dia khawatir akan di usir lagi dan mendapat malu seperti tadi, meski niatnya hanya ingin bertanya adanya lowongan pekerjaan.
Rara membuang nafas berat. Wajah di tekuk. Berdiri mematung menatap ke dalam lewat dinding kaca dengan map di depan dada. Dia jadi dua hati.
Seorang karyawan pria keluar dari dalam, menuju motornya yang terparkir. Dengan cepat Rara mendekatinya. Dia bertanya apa cafe ini masih butuh karyawan. Tapi jawaban si karyawan membuatnya kembali kecewa. Rara mengeluh berat. Dia segera berbalik dan melangkah dengan sangat lemah.
Ya ampun, begitu susahnya mencari pekerjaan. Pasti seperti ini yang di rasakan oleh para pengangguran saat mencari kerja. Pantas saja banyak pengangguran merajalela karena minimnya lapangan pekerjaan.
Sebenarnya sangat mudah bagi Rara kalau hanya untuk mencari tempat bekerja. Di Amerika, ada beberapa perusahaan dan juga tempat tempat usaha ayah ibunya, kakek neneknya, paman dan bibinya. Yang tersebar di negara ini. Ada juga perusahaan pamannya. Tapi tidak mungkin baginya untuk melamar di tempat itu karena keberadaannya akan di ketahui oleh mereka.
Rara tidak mau menyerah, dia akan terus mencoba mencari.
Rara jadi pusing memikirkan lowongan pekerjaan yang tak ada. Rasa haus dan lapar semakin menggerogoti tenggorokan dan perutnya. Dia berjalan ke sebuah taman dan membeli sebotol minuman mineral. Rara duduk berteduh di sebuah pohon rindang sambil meneguk air mineral. Padahal yang di butuhkan bukan hanya air tapi juga makanan. Kampung tengahnya itu sudah berapa kali berbunyi untuk meminta haknya. Rara hanya bisa mengusap perutnya dan berkata SABAR. Rara memejamkan mata. Menghayal tentang keluarganya. Papa mamanya, kakek neneknya dan kedua adik kembarnya yang lucu dan menggemaskan. Rara tersenyum dan jadi rindu pada mereka.
Ponselnya berdering. Lamunannya buyar seketika. Rara membuka mata dan segera mengambil benda pipih itu. Di lihatnya Sofi.
Rara segera mengangkatnya.
"Halo Rara, gimana kabarnya nih? Apa udah ketemu pria idola mu itu?" Sofi berseloroh dari seberang.
Rara membuang nafas berat.
"Hey Nona, waktumu tidak banyak lagi. May Wulandari hanya memberi waktu sebulan kepadaku. Setelah itu kau harus mengembalikan seluruh identitasnya yang kau pakai. Karena akan di gunakan untuk kuliah. Sebaiknya kau pulang deh, sia sia apa yang kau lakukan. Kau tidak akan melihat apalagi bertemu dengan si RAD itu. Buang waktu dan tenaga saja." kata Sofi lagi.
Rara hanya mendengarkan celoteh sahabatnya itu. Tak ada tenaga untuk bicara.
"Kau tahu nggak, Mama mu selalu menghubungi ku. Kakek mu, Ayahmu, Paman, Bibi mu mencari mu. Kau seperti orang hilang Ra. Hampir semua orang di kerahkan untuk mencari mu." kata Sofi lagi.
Rara kembali menghela nafas berat.
"Sepertinya mereka sudah tahu aku ada di sini. Kemarin orang orang tante Widi dan paman Edgar mengejar ku. Untung saja aku bisa melarikan diri." katanya lemas.
"Wah....gawat Ra. Ingat ya... jangan libatkan aku jika sampai kau di temukan oleh mereka."
kata Sofi takut takut.
"Udah ah....aku tutup teleponnya. Aku sibuk." kata Rara tanpa semangat. Dia mau melanjutkan pencariannya kembali, pencarian lowongan pekerjaan tentunya.
"Hey Nona kenapa suaramu begitu? Gak ada semangatnya. Kamu lagi di mana sekarang?" tanya Sofi mencercanya dengan pertanyaan.
Rara mengatakan apa yang sekarang sedang di lakukan, yaitu mencari pekerjaan dan itu membuat Sofi terkejut.
"What? Seorang Rai Rara putri Sultan sejagat raya mencari pekerjaan? Gak salah nih? Sepertinya dunia mau kiamat. Hahaha...." Sofi menertawainya.
"Ya ampun Ra.....ada ada aja deh kamu. Perusahaan kakek dan ayahmu bertebaran di mana-mana di luar negeri dan kamu malah_____!"
"Udah gak usah ngomong lagi. Aku tutup teleponnya. Nanti aku akan pulang tiga minggu lagi." potong Rara segera. Lalu telepon di matikan. Rara terbayang wajah sedih Nenek dan mamanya. Dia tahu kedua wanita itu pasti sangat cemas dan merindukannya.
Di seberang Sofi mendengus kesal karena selalu di matikan telepon seperti itu. Sofi sebenarnya simpatik pada sahabatnya itu. Apa benar Rara menyukai pria bule itu? Apa dia tertarik dan jatuh hati pada pria bernama Rad? Masa iya Rara tertarik sama pria yang umurnya sudah seperti Cio, papanya sendiri? Ini pertama kalinya sahabatnya itu suka dan tertarik pada seorang pria. Sofi tahu betul sifat Rara yang sangat tertutup pada pria. Tiga tahun bersama dan selalu terbuka dalam hal apapun, dia tidak pernah melihat Rara suka pada seorang pria apalagi punya kekasih. Padahal banyak cowok ganteng, tajir dari kalangan kelas atas yang menyukai dirinya.
Rara bangkit dari duduknya. Dia meringis merasakan sakit pada kakinya yang lecet karena berjalan jauh dari satu tempat ke tempat lain mencari pekerjaan. Saat berbalik, dia tak sengaja bersenggolan dengan seseorang. Map nya jatuh. Berkas berserakan di tanah.
"Maaf nona, saya tidak sengaja." kata orang yang bersenggolan dengannya. Keduanya menurunkan tubuh memungut berkas lamaran itu. Entah siapa yang salah, antara dia atau orang itu."Gak apa apa, saya juga tadi terburu-buru hingga tidak menyadari ada orang di belakang." kata Rara.
Pria itu melihat berkas Rara.
"Ini berkas lamaran pekerjaan kan? Kamu sedang mencari pekerjaan?" Tanyanya menatap Rara.
"Iya!" Rara mengangguk.
"Terus, udah dapat?"
"Belum. Saya sudah melamar di banyak tempat tapi tak ada satupun yang nerima." kata Rara lemah.
Pria itu masih memeriksa berkas Rara.
"Mungkin karena nilai saya jelek makanya gak di terima." kata Rara lagi melihat pria itu mengamati nilai ijazahnya.
"Kebetulan Kantor saya memerlukan karyawan." kata pria itu."Tapi hanya sebagai OB. Kalau kau bersedia____" tapi ucapannya terpotong.
"Saya bersedia!" pangkas Rara segera dengan cepat.
"Saya mau meski hanya menjadi OB." katanya kembali. Tapi kemudian senyum di wajahnya meredup."Tapi ijasah saya hanya SMA." katanya lemah.
"Kamu coba saja dulu. Siapa tahu di terima. Sebaiknya kamu segera ke tempat itu sebelum ada yang melamar." kata pria itu lagi. Lalu memberikan alamat tempat itu.
"Terimakasih pak, saya akan ke sana sekarang juga." kata Rara riang.
Pria itu mengangguk. Lalu segera melangkah melanjutkan perjalanan.
Rara tersenyum senang menatap punggung pria itu. Dia tidak tahu siapa pria itu, sudah pasti Tuhan yang telah mengirimkan. Rara segera pergi ke jalan, menyusuri trotoar untuk mencari taksi. Dia menahan sekuat mungkin rasa sakit di tumit dan jari kelingkingnya yang lecet.
Langkah Rara tiba tiba melambat tak kala matanya melihat sekolompok orang nan jauh di seberang jalan. Dia kenal betul orang orang itu. Orang orang papanya di lihat dari pakaian yang mereka kenakan. "Ya ampun, lagi terburu-buru begini malah ketemu mereka." Dengan segera Rara berbalik, berjalan cepat. Berharap orang orang itu tidak sedang mengejarnya. Rara diam diam menoleh ke belakang untuk memastikan mereka apa masih terus mengikutinya. Dan ternyata orang orang itu malah berlari mendekat kepadanya. Telinganya mendengar panggilan Nona muda. Rara segera mengambil langkah seribu. Berlari sekencang-kencangnya. Kejar kejaran di trotoar. Rara lari ke jalan raya, menerobos kendaraan yang lalu lalang. Hampir saja terjadi tabrakan antar kendaraan akibat ulahnya itu. Para sopir mengumpatnya. Rara hanya meminta maaf. Mobil polisi patroli ikut mengejarnya. Rara kembali berlari cepat. Rasa sakit di kakinya semakin menjadi, karena lecet itu semakin bertambah. Kulit pada tumit dan jari jarinya di rasakan semakin mengelupas. Rara bukan orang cengeng dan manja. Tapi merasakan sakit seperti itu membuat matanya basah. Dia terisak kecil. Berharap mereka tidak mengejar lagi. Untuk pertama kalinya dia merasakan sakit dan terluka seperti ini. Rara menoleh ke arah belakang, pria pria itu masih mengejarnya. Rara menambah kecepatan larinya mengabaikan rasa sakit yang ada. Dia masuk lorong dan berlari cepat.
"Ya tuhan, bantu aku!" melihat kelompok pria itu berada di belakangnya. Di depannya ada dua jalur. Dia terdiam sesaat mau mengambil jalur yang mana, khawatir akan ketemu jalan buntu. Dengan cepat Rara berbelok mengambil arah kanan. Baru beberapa dua meter berlari lengannya di tarik kuat oleh seseorang. Rara menjerit. Tapi mulutnya segera di bekap oleh tangan kekar. Tubuhnya di tarik ke suatu sudut tembok, lalu di tekan. Sebelum dia teriak lagi, orang itu langsung membekap kembali mulutnya.
"Saat____diam!" bisik orang itu. Semakin menekan kuat tubuh Rara. Hening beberapa detik. Saling menatap satu sama lain. Rara kaget begitu melihat orang ini. Pria itu lagi yang telah menolongnya dua kali, Om sopir. Yang tidak diketahuinya adalah RAD. Lima detik berlalu sekelompok orang itu melewati mereka.
Rangga yang tak sengaja melihat Rara duduk di depan kafe. Kebetulan dia sedang bersama temannya di tempat itu. Matanya menangkap sosok Rara. Dia kaget melihat Rara lagi. Diam diam dia memerhatikan Rara. Wajah cemberut, pakaian kusut dan lusuh. Dengan sebuah map di tangan. Dia berpikir untuk apa Rara di tempat itu. Ragu untuk masuk dan hanya diam mematung melihat ke dalam kafe. Terus pergi begitu saja dengan mimik kecewa setelah berbicara dengan karyawan kafe.
...Bersambung....
Baru up lagi. Dukung ya....
Ramdhan akan segera berlalu dalam dua hari lagi. Semoga masih akan di pertemukan dengan Ramdhan tahun tahun berikutnya dalam keadaan sehat, Aamiin 🤲🤲
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Senajudifa
semangat selalu thor
2022-08-20
1
Fenti
jangan² tempat kerja rara nanti di perusahaan Rangga
2022-08-17
1
Syhr Syhr
Aku ke sini lagi kak, Rara kenapa mencari pekerjaan? Dan kemana Siapa itu nama lakiknya yang tampan itu, kak? 🤭🤭
Lupa aku.
2022-07-15
1