Bab 19. Antah Berantah

"Dia bukan Wawan, roh Wawan masih berada di tubuhnya. Dia adalah makhluk jahat yang penuh dendam, si hantu penasaran."

Benarkah? Apakah, dia adalah ibu yang diperkosa oleh tiga orang maling itu? Aku penasaran, apakah malingnya di tangkap polisi atau nggak?

"Hantu penasaran apa? Terus kenapa dia menganggu Sakira?" Papah bertanya pada Ali, mewakili pertanyaanku.

"Saya, yakin Sakira tahu apa sebabnya." Si Ali kalau jawab pertanyaan pake teka-teki segala, aku sedang malas berpikir.

"Apakah, kalung itu?" Seperti yang kakek itu bilang.

"Ya, benar."

"Besok kami akan ke sana untuk mengembalikan kalung itu." Aku sampai lupa besok aku akan me sana.

"Lebih cepat, lebih baik. Jangan ditunda-tunda. Semakin lama mengembalikan kalung itu, dia akan semakin menerormu." Seram sekali perkataan Ali. Aku menjadi takut, apa dia berusaha menakut-nakutiku?

"Sebaiknya sekarang saja Om, saya akan antar Om ke sana." Tunggu dulu, kenapa Ali menyuruh sekarang? Bagaimana mungkin kami percaya padanya begitu saja? Kami baru mengenalnya.

"Maaf, nak Ali. Sekarang sudah sore, saya tidak mau kita berada di sana malam-malam. Om pikir sebaiknya besok pagi-pagi saja lebih aman." Benar kata Papah. Aku juga tidak mau di hutan pinus malam-malam.

"Terserah Om saja, saya hanya memberi saran. Semoga malam ini dia tidak meneror lagi."

"Kamu, tenang saja. Rumah ini sudah dipagari tadi, oleh Pak Haji."

"Alhamdulillah, syukurlah. Maaf Om, Tante saya sebaiknya pulang. Hari sudah sore."

"Iya, nak Ali. Terima kasih sekali lagi sudah menolong Sakira, hati-hati di jalan."

"Iya, Om." Ali mencium tangan Mamah dan Papah ku.

"Assalamualaikum." Ali memberi salam lalu keluar dari rumahku.

"Sakira, kamu belum makan. Ayo makan dulu!" Mamah menarik tanganku mengajak ke ruang makan. Aku tidak banyak bersuara, hanya mengikuti ke mana mamah menarikku.

Aku, makan ditemani mamah, papah dan Tiara sedang menonton TV. Rasanya tidak nafsu makan. Memikirkan bagaimana besok? Membuatku gundah dan gelisah.

"Makan yang banyak, Tiara." Mamah menegurku, mungkin mamah melihat aku tidak nafsu makan.

"Kamu, mau makan sama apa?" Aku menggeleng, bukan karena menunya aku tidak nafsu makan.

"Sudah, Mah. Sakira sudah kenyang." Aku tidak sanggup makan lagi.

Mamah menghela nafas, maaf mamah, tetapi aku benar-benar tidak nafsu makan.

"Ya, sudah. Kamu nonton TV saja. Biar Mamah bereskan dulu bekas makan kamu."

"Iya, Mah."

Aku pergi ke ruang tamu bergabung dengan papah dan Tiara.

***

Jam dinding kamarku menunjukkan pukul sebelas malam. Namun, mataku tak dapat terpejam, mungkin karena lampu kamar yang terang benderang.

Aku tidur di kamar sendiri, karena aku yakin tidak akan ada makhluk halus yang mengganggu, sebab rumah ini sudah di pagari. Akan tetapi aku tetap takut kalau keadaan kamar remang-remang.

Ku tutup mata dengan bantal, lalu mencoba tidur. Tentu saja, sebelumnya membaca doa tidur dahulu.

Setelah sekian menit, aku merasa selimut yang membalut tubuhku, semakin turun dari dada terus ke paha.

Aku menarik selimut kembali, lalu mencoba untuk tidur. Selimutnya kembali turun ke bawah. Perasaan aku tidur anteng, tidak banyak bergerak, tetapi kenapa selimutnya selalu turun seperti ada yang menarik?

Menarik? Aku langsung membuka mata lebar-lebar lalu bangun dan duduk di tempat tidur. Benarkah ada yang menarik selimut ini?

Tanpa turun dari tempat tidur, aku melihat ke kolong kasur, lalu menyinarinya dengan senter dari ponsel. Tidak ada apa pun, lalu aku kembali duduk di tempat tidur.

Sreet

Selimuti langsung tertarik ke bawah sampai jatuh ke lantai. Aku bangun dan melihat ke kolong dengan senter, tidak ada apa-apa. Mungkin hanya perasaan saja. Bisa jadi karena sebab lain selimut itu jatuh, bukankah rumah ini sudah di pagari? Jadi tidak akan terjadi apa-apa.

Aku bangun dan bersiap kembali tidur.

"Hah, apa uni?" Mataku membelalak, nafasku tercekat, seperti ada sesuatu yang memegang kakiku.

Perlahan aku turunkan pandangan.

"Aaaa!"

Sreet

Ada tangan yang memegang kedua kakiku. Spontan aku berteriak sekeras mungkin, lalu tubuh ini tertarik ke kolong tempat tidur. Dia terus menyeretku, aku berteriak minta tolong, tapi kenapa tidak ada yang menolong?

Mataku terpejam sementara mulut ini terus berteriak, tangan pun ikut memberontak berusaha menggapai sesuatu sebagai pegangan, agar tubuhku tidak semakin terseret ke dalam.

Namun tiba-tiba ku rasakan angin dingin menerpa tubuhku. Tak ku rasakan lagi ia menyeret tubuh ini. Bismillah, memberanikan diri membuka mata secara perlahan.

Pertama, aku melihat pohon besar, lalu ku miringkan kepala ke kiri ada batu nisan. Batu nisan?

"Aaaa!"

Astagfirullah, aku di mana? Aku langsung bangun dari posisi berbaring lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling, dalam gelap malam di bawah cahaya bulan nampak banyak batu nisan, aku menyadari ternyata ini kuburan. Bagaimana, aku bisa ada di sini?

Bangun, bangun Sakira, ayo bangun! Ini mimpi, ayo bangun! Aku cubiti tangan agar bisa bangun dari mimpi. Bangun nggak, tangan malah merah.

Perlahan aku melangkah dengan hati-hati menelusuri pemakaman. Surah Al-ikhlas, Al-falaq dan Annas terus ku baca agak kencang, untuk mengusir setan dan rasa takut.

Ya Allah di mana ini? Gelap sekali, hanya cahaya bulan yang menerangi jalan.

Bugh

"Aw! Astagfirullah!" Aku terjatuh, sepertinya aku tersandung sesuatu. Aku melihat apa itu, tetapi gelap, penglihatanku tidak jelas.

Aku kemudian bangun, saat sedang merangkak akan bangun, aku melihat batu nisan di depanku.

Aku mencoba untuk membaca nama di batu nisan itu, tapi sulit. Tunggu! Rasanya ada yang aneh, ada bayangan putih-putih. Benar atau tidak karena cahayanya remang-remang.

Aku penasaran dan mempertegas penglihatannya sambil terus membaca doa. Astagfirullah ... Astagfirullah, benar itu bayangan putih dan bentuknya seperti ....

"Po ... pocong." Aku terpaku tak dapat bergerak. Mata pocong itu tiba-tiba menyala. Aku harus bagaimana? Aku mencoba tenang, walau jantung ini serasa akan melompat, tangan ini gemetar, lidah kelu.

Aku mencoba membaca ayat kursi dan segala ayat yang ku ingat. Ya Allah aku pasrahkan diriku pada Mu, Sang Pencipta langit dan bumi beserta isinya, Penguasa alam dunia dan alam gaib. Tolonglah hamba-Mu ini.

Kakiku mulai terasa ringan dan bisa digerakkan, aku segera berlari meninggalkan pocong itu, tanpa melihat ke belakang. Tak tahu arah aku melangkahkan kaki. Entah akan ke mana kaki ini membawaku? Di tempat asing antah berantah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!