Bab 8. Di tarik Pocong

Begitu sampai rumah, aku tidak mau jauh dari mamah atau Tiara.

"Lo, kenapa sih Kak?" tanya Tiara padaku.

"Kakak bilang juga lo nggak bakal percaya Dek."

"Percaya apa? Lo lihat hantu?" tanya nya lagi tapi matanya melotot ke belakangku.

"Kok tahu?" tanyaku.

"Soalnya sekarang gue lihat pocong, di belakang lo!" Dia kemudian menutup wajahnya dengan tangan.

"Beneran Dek? Aduh, dek. Kakak takut." Ku tutup wajahku dengan tangan. Kudengar suara orang cekikin, aduh masa ditambah kunti juga. Lalu suara tawanya berubah menjadi gelak tawa.

Ku buka satu mataku dan mengintip di sela jari tangan. Ternyata Tiara yang sedang tertawa. Wah ... adek lucknut Kakaknya di kerjain.

Aku lalu menjenggut rambutnya. "Aduh ... aduh, sakit Kak, ampun Kak lepasin." Tiara teriak minta di lepaskan sambil tertawa.

Aku bertambah gemas, aku guncang-guncang kepalanya. Dia malah tambah ketawa. Akhirnya aku lepaskan karena aku lelah.

"Kakak, sakit tahu!" protesnya. Bodo amat dek.

"Siapa suruh nakutin, gue!"

"Lagian jadi cewek penakut banget! Nggak usah percaya hal-hak yang begitu. Kalau ketemu yang begituan baca doa makan aja. Nanti setannya pasti kabur."

"Kok, doa makan?" tanyaku heran. Bukannya baca alfatihah, atau ayat kursi, atau yang lain kok malah doa makan.

"Iya soalnya setannya takut di makan lo, hahahaha ...." Adikku tergelak sambil memegangi perutnya.

"Ketawa aja terus! Semoga lo ketemu setan, baru tahu rasa lo!"

"Gue mah nggak takut Kak. Lo tuh penakut!"

"Gue juga nggak takut, tadi itu gue cuma kaget aja."

"Oke, kalau gitu buktikan lo nggak takut. Jangan teriak atau lari ke kamar gue ya." Dia lalu masuk ke dalam kamarnya. Tadinya aku mau tidur bareng dia. Kalau begini berarti aku tidur di kamar sendiri atau nanti Tiara akan terus meledekku.

Dengan terpaksa aku masuk ke kamarku sendiri. Aku langsung menyalakan lampu, lalu ke kamar mandi, sikat gigi cuci muka tangan dan kaki, lalu wudhu.

Aku sholat isya dulu. Setelah itu aku naik tempat tidur dan masuk selimut.

Oh, iya. Aku lupa mau nelepon Santi. Aku bangun mengambil ponsel. Mengklik kontak Santi.

Ku tempelkan ponsel di telinga, nada sambung terdengar. Cukup lama tidak di angkat, begitu ingin ku tutup terdengar sahutan di sana.

"Halo, Assalamu'alaikum." Santi memyapaku lebih dulu.

"Wa'alaikumsalam," Jawabku.

"Maaf, San gue ganggu lo, tapi gue penasaran apa maksud, lo."

"Ra, lo jangan kaget ya. Sebenarnya pocong itu udah lama ngikutin lo!"

"Apa?" Tanganku gemetar, aku langsung keringat dingin, nafasku menjadi cepat.

"Iya, mungkin sekarang pun dia ada di kamar lo. Satu lagi sebenarnya semua kejadian yang menimpa Wawan karena pocong itu. Dia yang jatuhin bangku Wawan di kelas, kejadian di UKS juga."

Semua yang keluar dari mulut Santu membuatku shock. Lantas apakah kejadian Wawan di ruangan music adalah ulah pocong juga?"

"San, apakah kejadian di ruang music ulah dia juga?"

"Iya, Ra! Gue saranin lo temuin orang pintar, Ra. Soalnya kasus lo itu bukan yang sepele. Pocongnya ini bukan pocong biasa. Gue berasa energi yang besar dari pocong itu."

"Gue udah biasa lihat hantu, termasuk pocong dan gue nggak begitu takut. Tapi begitu lihat pocong ini pertama di kelas, gue nggak sanggup lihatnya, matanya merah darah, ukurannya juga lebih besar, kain kafannya kotor dengan tanah dan darah, kadang keluar belatungnya Ra dari kain kafannya. Gue nggak sanggup lihat lama-lama."

"San, lo kok nakutin gue, sih!"

"Gue bukan nakutin, gue cuma mau bilang supaya lo segera cari omega pintar atau kyai yang bisa ngisi setan. Pocong ini ganas Ra, takutnya ada korban lagi selain Wawan!"

Aku terpaku mendengar Santi. Berarti secara tidak langsung, Wawan seperti itu karena ku. Pocong itu mengikuti ku. Apa maunya dia? Aku?

"Ra ... Ra!" Panggilan Santi di telepon membuyarkan lamunanku.

"San, lo nggak bisa bantu gue?"

"Maaf, Ra. Aku nggak punya kemampuan seperti itu biarpun aku indigo. Tidak semua setan akan pergi begitu gue suruh pergi. Tanpa kemampuan justru, akan membahayakan kita Ra."

"Gue nggak tahu di mana cari orang pintar San, lo ada kenalan nggak?"

"Nanti deh ya. Aku coba tanyain temanku."

"Iya, San." Gelap, tiba-tiba lampu di kamarku mati. Aku tidak bisa melihat.

"Santi! lampu kamar gue mati!" Aku teriak di telepon.

"Sakira keluar!" Aku mendengar bisikan Wawan. Jadi, Wawan juga ada di sini.

"Ge-gelap Wan."

"Ayo, kamu pasti bisa. kamu pasti ingat posisi kamar kamu. cepat Ra." bisik Wawan. Aku bergegas turun dari tempat tidur.

"Ra ...." Santi memanggilku.

"San, aku ....." Aku tercekat, lampu kamar berkedip-kedip.

"Aaaa!" Dia menampakkan diri di depanku. Wajahnya sangat dekat terlihat mata merahnya, dan bau anyir. aku langsung jatuh terduduk aku tidak sanggup berdiri lututku terasa lemas. Ponselku entah di mana, setelah tadi terjatuh.

Street

"Aaaa, Mamah!" Aku berteriak histeris, dia menyeret kakiku. Aku masuk ke kolong tempat tidur. Nafasku kian memburu.

"Aaaa!" Dia tepat berada di atasku. Aku pesankan mata dan mencoba menahan nafas. Aku mulai melafadzkan ayat kursi.

Namun, karena gugup aku sering salah. Kacau aku tidak bisa membacanya, akhirnya aku baca apa yang aku ingat saat itu juga. Parahnya malah aku baca doa makan, doa tidur lalu aku berdzikir saja.

Ku buka mata dia menghilang, syukurlah. Lampu di kamarku masih berkedip. Aku miringkan kepalaku ke kanan.

"Aaaa!" Dia ada di sampingku. Cukup, kali ini aku harus bisa keluar. Aku berbalik badan menjadi tengkurap. Aku merayap keluar dari kolong tempat tidur.

Barang-barang berhamburan, make up ku, buku-buku-ku semua jatuh terlempar ke arahku. Aku berteriak histeris, kusembunyikan wajah menempel pada lantai dan kedua tanganku.

Lampu hias pun ikut terjatuh dan jam beker ku jatuh mengenai kepalaku dengan kencang.

"Mamah!" Aku teriak memanggil-manggil mamahku.

"Sakira, Sakira!" Mamah memanggilku sembari mengetuk-ngetuk pintu. Pintu itu terkunci rapat. Mamah berusaha membuka pintu.

"Mamah!" Aku memanggil Mamah.

Terdengar pintu ku berusaha di didobrak.

"Aaaa!" Aku histeris karena Pocong itu kembali menyeretku, ke kolong tempat tidur.

"Mamah ... Mamah!"

Brak

Pintu berhasil terbuka, tepat saat aku merasa di tarik semakin dalam ke kolong tempat tidur. Aku berusaha berpegangan pada pinggir kasur.

"Sakira!" Seseorang menarik tanganku, lalu beberapa orang ku rasakan juga mulai menarik tanganku membantu Mamah.

"Mah, tolong!" teriakku. Mereka menarik tanganku dengan kencang. Sesuatu juga menarik kakiku.

Seseorang ku dengar melantunkan ayat suci Al-qur'an. Lampu kemudian menyala dan tidak berkedip lagi.

Kakiku juga susah tidak di tarik. Mamah dan yang lain kemudian menarik keluar dari kolong tempat tidur.

Aku langsung berhambur ke pelukan Mamah dan menangis. Seluruh badanku gemetar, ternyata pocong itu sangat ganas. Aku memeluk Mamah erat.

Mamah berterima kasih pada mereka yang sudah menolongku. Aku tidak tahu siapa? Karena pikiranku tidak bisa fokus. Aku takut, bagaimana jika dia kembali lagi?

Terpopuler

Comments

Asri

Asri

Ya Allah sampe keringet dingin aku baca nya 😱

2022-06-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!