Bab 5. Nyata atau Halusinasi?

Motor Wawan akhirnya berhenti tepat di depan pagar rumahku. Alhamdulillah, akhirnya aku sampai rumah juga dengan selamat. Ah ... lega sekali, home sweet home.

Aku kemudian turun dari motor Wawan. "Wan makasih ya, kamu udah nganterin aku. Kalau nggak ada kamu sepertinya aku nggak bakal bisa pulang."

"Hm." Aku bicara panjang lebar, cuma di balas hm doang! Helmnya juga gak dilepas lagi.

"Mampir dulu, Wan." Aku menawarkan dia mampir ke rumah. Namun, Wawan tidak berkata apapun hanya menggelengkan kepala. Sariawan kali. Wawan kemudian menyalakan motor.

"Kira!" Seseorang memanggilku, aku menengok ke belakang. Terlihat mamah berdiri di depan pintu rumah, di bawah cahaya lampu yang terang.

"Iya," sahutku agar Mamah tahu aku mendengarnya.

Aku segera mengalihkan netraku kembali melihat wawan. Loh ... kok, nggak ada? Ke mana dia? Tadi kan masih di sini. Aku melihat Mamah cuma sebentar hanya beberapa detik. Aku mencari Wawan. Pandanganku jauh ke depan tapi tidak nampak motor Wawan.

Jika Wawan sudah pergi harusnya masih terlihat motornya olehku, atau terdengar suara derungan motornya. Hebat banget si Wawan, sudah seperti pembalap saja. Melesat cepat tidak meninggalkan jejak.

Aku mengedarkan pandanganku ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang, tetap tidak ada. Ya sudahlah, mungkin dia terburu-buru. Semoga saja Wawan selamat sampai di rumah.

Aku lalu membuka pagar dan masuk ke dalam, kemudian aku tutup pagar kembali. Kakiku melangkah mendekati mamah. Wajah Mamah seperti orang yang bingung.

"Assalamu'alaikum," Aku ucapkan salam, kebiasaan yang di ajarkan mamah sejak kecil.

"Wa'alaikumsalam." Mamah menjawab salamku. Lalu ku cium tangannya. Mamah menelisik tubuhku dari atas sampai ke bawah. Kemudian badanku diputar ke kiri dan ke kanan. Mamah kenapa, sih?

"Kamu nggak apa-apa 'kan?"

"Memangnya kenapa? Alhamdulillah Kira baik-baik saja." Mamah menempelkan punggung tangannya di dahiku. Sumpah, Aku jadi bingung mamah kenapa, sih?

"Kamu, nggak panas."

"Ya, emang nggak!"

"Kamu tadi pulang sama siapa?" tanya mamah tapi, wajahnya itu loh, sudah seperti orang yang penasaran banget.

"Sama teman, namanya Wawan. Tadi sudah Kira suruh mampir tapi dia nggak mau. Mungkin sedang terburu-buru."

"Kamu diantar sampai mana?" Sekarang malah aku yang bingung, maksud mamah apa sampai mana?

"Maksud Mamah? Ya sampai depan rumah lah. Mamah juga tadi kan liat dia ada di depan."

"Mamah nggak liat siapa-siapa, cuma kamu aja. Makanya Mamah bingung kamu ngobrol sama siapa, kamu jalan kaki dari depan komplek?

"Hah ...." Aku malah bingung, sebentar aku cerna dulu perkataan mamah. Mamah nggak liat Wawan, dan mengira aku berjalan kaki dari depan komplek.

"Mamah nggak dengar, suara motor berhenti di depan rumah?" tanyaku.

"Nggak tuh. Mamah lagi ngintip jendela nunggu kamu pulang. Tahu-tahu kamu sudah di depan pagar, tapi seperti sedang bicara dengan seseorang. Padahal Mamah nggak liat ada orang selain kamu." Nafasku tercekat, aku tadi pulang sama Wawan, aku juga naik motor. Buktinya aku sampai rumah.

"Ta-ta-pi ... tadi ... aku ...." Ini di luar nalarku. Aku tadi pulang sama siapa? Kenapa, mamah tidak bisa melihat Wawan? Terlalu banyak pertanyaan janggal yang tidak terjawab. Aku bingung mencari logika untuk menjawab pertanyaanku sendiri.

"Masuk yuk! Pamali magrib-magrib ada di luar rumah." Mamah mengajakku masuk. Aku masih memikirkan keanehan yang terjadi.

Aku melihat ke arah pagar, Mataku seketika membuka, di sana aku melihat Wawan menaiki motor sambil tersenyum dia melambaikan tangan padaku. Apa Wawan ingin bertamu ke rumahku. Apa ada yang ketinggalan.

"Mah ... sebentar! Ada temanku, Wawan datang."

Aku segera berlari ke pagar, ternyata Wawan datang aku bisa buktikan Pada mamah. Kalau tadi aku pulang diantar Wawan.

Aku melihat Wawan tersenyum, sangat manis. Aku membuka pagar dan keluar dari pekarangan rumah. Dia menghilang tidak ada Wawan atau motornya. Di luar sangat sepi, aku memanggil namanya.

"Wan! ... Wawan!" Aku berteriak memanggil Wawan, sambil melihat ke sekeliling. Dia tidak ada, apakah aku berhalusinasi? Semua seperti nyata. Aku melihat dia tersenyum manis walau wajahnya pucat.

Perasaanku mulai tidak nyaman, aku menjadi gelisah. Kenapa Wawan mendatangiku seperti itu? Semoga Wawan baik-baik saja.

Aku kembali masuk ke dalam. Mamah melihatku dengan bingung. Aku pun bingung bagaimana menjelaskan pada mamah.

"Sayang sini duduk, ada telepon dari Sonia. Katanya ponsel kamu tidak bisa dihubungi." Mamah memberikan ponselnya padaku. Ponselku memang mati dari sore.

"Halo," ucapku pada Sonia di telepon. Lalu aku dengar Sonia menangis. Ada apa?

"Sonia, ada apa?" Aku tidak mendengar jawaban dari Sonia hanya suara isak tangis Sonia.

"Ra," Akhirnya dia bersuara.

"Apa Nia?" Sonia mengatakan sesuatu yang membuatku menahan nafas. Jantungku seakan mau copot dan berlari. Darahku mengalir dengan cepat. Lalu aku tak kuat lagi, badanku menjadi lemas. Tuhan semoga ini hanya mimpi. Kudengar mamah memanggil namaku sebelum perlahan suara itu menghilang seiring dengan terpejamnya mataku.

...----------------...

Semoga kalian suka ya ceritaku, terima kasih. 😗😗❤❤❤

Terpopuler

Comments

Sulasih Ni Putu

Sulasih Ni Putu

Aduh firasatku kok ndak enak gini yahhh, jangan2 terjadi sesuatu sama Wawan. Kasian.. masih aja sempet2nya anterin temen pulang. Jadi demit kok bikin baper

2022-10-31

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!