Bab 10. Teror di kelas.

Aku tidak melanjutkan hukumanku, dan memilih pergi bersama Santi ke lab. Satu jam setengah kami di lab bel lalu berbunyi.

Kami kembali ke kelas, berganti jam pajaran lain. Saat waktunya istirahat tiba, aku mengajak Santi ke kantin.

"San, lo serius anak indi."

"Iya, indigo."

"Sejak kapan?"

"Sejak gue koma, waktu umur 12 tahun karena kecelakaan. pas sadar gue bisa lihat bermacam-macam makhluk astral."

"Reaksi lo, gimana pas pertama liat yang begituan?"

"Takut lah, gue langsung panas, badan gue menggigil. Terus nyokap bawa gue ke dokter, tapi kata dokter gue nggak apa-apa. Gue jadi sering sakit karena kaget liat makhluk aneh. Kadang gue histeris. Akhirnya oang tua gue bawa gue ke kyai. Kata dia gue cuma shock karena melihat makhluk gaib. Dari situ orang tua gue tahu kalau gue indigo."

"Terus lo lihat pocong yang ngikutin gue sejak kapan?"

"Ya hari itu aja, pas Wawan jatuh dari bangku, tapi gue gak tahu ya sejak kapan dia berada di sekitar lo. Bisa jadi mungkin udah lama di rumah lo."

"San, kira-kira bagaimana caranya ngusir dia supaya nggak neror gue lagi, dan apa alasan dia neror gue?"

"Gue nggak tahu, gue cuma bisa ngelihat, kadang berkomunikasi. Tapi kalau komunikasi sama pocong itu, gue nggak berani, kelihatannya galak banget!"

"Memang galak banget San, semalam aja gue di tarik ke kolong tempat tidur. Pokoknya semalam horor banget, gue sampai histeris. Alhamdulillah banyak yang nolongin gue. "

"San, tolong cariin orang pintar atau kyai yang bisa ngusir makhluk gaib." Santi tiba-tiba terlihat gelisah. Apakah pocongnya ada di sini? Duh mau ngapain lagi sih tuh pocong?

"Dia di sini ya?" Santi mengangguk dan membuang muka ke kanan.

Aku memijit pelipisku untuk mengurangi rasa pusing. Akhirnya aku stop membahas masalah itu karena takut pocong itu menjadi GR, dan semakin bertingkah. Kami hanya makan tanpa banyak bicara.

Setelah makan, kami kembali ke kelas. Aku teringat sesuatu, San lo bisa lihat Wawan?" tanyaku sambil kami berjalan ke kelas.

"Iya,"

"Apa sekarang dia ada di sini?"

"Tidak ada."

"Ke mana ya? Sejak semalam aku engak dengar dia berbisik."

"Entahlah, aku panggil pun dia tidak datang."

"Kamu bisa manggil arwah?"

"Nggak juga, aku panggil Wawan aja dalam hati." Dia malah nyengir, aku baru melihat Santi seperti ini.

Kami sampai di kelas. Aku duduk dengan Sonia yang ternyata sudah ada di kelas, tapi wajahnya kenapa cemberut begitu melihatku? Aku colek dia.

Loh ... loh ... tanganku ditepis Sonia. Wah sepertinya dia marah.

"Son, kenapa kamu Son?" tanyaku pada Sonia. Sonia paling benci kalau dk panggil Son.

Dia tidak menjawab hanya melirik dengan sinis. Waduh, sobat gue kenapa, ya? Apa Sonia kesurupan? Tapi kalau kesurupan kan ngamuk-ngamuk sambil melotot. Berarti dia bukan kesurupan.

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, soalnya aku bingung sama sikap Sonia. Aku menyenggol pundak Sonia, dengan pundakku. Dia malah melotot ku balas dengan cengiran.

Eh ... eh, dia malah pindah duduk ke belakang, ke bangku Wawan. Si Sonia kenapa, sih? Bikin bingung aja.

Brugh

Aku hanya bisa melotot dengan mulut terbuka, begitu melihat Sonia jatuh dari bangku. Aku terkesima dengan posisinya, ingin tertawa takut dosa. Nanti dia bertambah marah padaku.

Aku membantunya berdiri sambil menahan tawa. "Nggak usah ditahan ketawanya. Puas kan lihat gue jatuh!"

Aku tadinya mau ketawa tapi tidak jadi setelah Sonia ketus padaku.

"Lo kenapa, sih Son?" tanya gue bingung.

"Aduh ... duh ... lepasin Son!" Sonia menarik kerudungku dan rambutku terbawa, dia menariknya semakin kencang.

"Terus aja panggil Son, gue nggak bakal lepasin jambakan gue!" Busyet Sonia, dia benar-benar marah padaku. Ganas banget cewek kalau udah marah.

"Iya, ampun gue nggak panggil Son lagi Nia."

"Tarik aja yang kencang Nia!" Malah dikomporin, dasar teman-teman lucknut semua.

"Bukan bantuin gue dari nenek sihir, kalian malah ngomporin!Aaa ... Nia!" Sonia menarik kencang hijab dan rambutku.

"Siapa nenek sihir?" tanya dia marah matanya melotot padaku.

"Udah dong Nia ... kepala gue sakit nih, serius!" keluhku pada Sonia, tanganku memegang tangannya agar tidak menarik kencang hijabku.

Sonia akhirnya melepas jambakannya. Aku mengusap kepalaku dan merapikan hijabku.

Ku lihat Sonia kembali duduk di tempat Wawan. "Nia, kok pindah?" tanyaku penasaran.

"Duduk aja sana sama Santi!" Oh, jadi masalahnya Sonia cemburu aku dekat dengan Santi. Ya ampun bestie gue gemesin banget.

"Ya ampun Nia, jangan cemburu, padahal aku ingin cerita rahasia aku." Rayuku.

"Rahasia apa?"

Bel masuk berbunyi. "Nanti aja pas pulang aku ceritanya, sekarang pindah lo sini. Gue nggak mau sendiri!" Sonia lalu kembali pindah.

***

Aku dan Sonia serta Santi masih berada di kelas, saat yang lain sudah pulang. Aku menceritakan pada Sonia kejadian-kejadian yang ku alami. Santi sebagai saksinya.

Awalnya dia tidak percaya tapi setelah mendengar kejadian semalam dia percaya padaku.

Tiba-tiba pintu kelas tertutup dengan kencang. Suaranya sangat keras mengagetkan kami.

"Kira, dia ada di sini," bisik Santi padaku. Matanya menatap ke arah papan tulis.

"Siapa, Pocong?" tanyaku. Santi mengangguk.

"Ada apa?" bisik Sonia.

Sret ... sret ...

"Aaa ... Allahuakbar!" Kami berteriak melihat bangku-bangku bergeser sendiri. Terutama Sonia, dia sangat histeris.

"Aaa!" Bukan hanya bergeser bangku itu juga terlempar.

Aku melihat Santi, dia memejamkan mata sambil mulutnya komat-kamit membaca doa. Bangku dan meja berhenti bergerak.

Santi lalu menarik tanganku dan Sonia berlari ke pintu. Untunglah pintu bisa terbuka. Aku melihat ada bangku yang terlempar ke arah kami.

"Awas!" teriakku. Langsung aku menutup pintu, dan berjongkok menutup kepalaku dengan tangan.

Brugh

Kursi itu menghantam pintu, untunglah pintu sudah tertutup. Aku segara berdiri dan berlari bersama Sonia dan Santi.

Sampai di parkiran, kami berhenti. "Ini sudah bahaya, kita harus menghentikan pocong itu. Sekarang kita pergi ke kyai yang menolongku waktu itu. Ayo!" Santi mengajakku, ke tempat seorang Kyai. Aku menelepon Mamah dan mengatakan yang terjadi.

Aku juga bilang akan ke rumah kyai bersama Santi dan Sonia. Mamah mengijinkan dia hanya berpesan hati-hati. Kami pun berangkat menggunakan mobil Santi. Tetapi mobilku tetap mengikuti dari belakang sedangkan mobil Sonia di suruh pulang.

...----------------...

Terpopuler

Comments

🤗🤗

🤗🤗

nunggu yang ke 10

2022-06-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!