Bab 16. Murid Baru Misterius

Akhirnya kami sampai, tepat ketika gerbang akan ditutup. Aku dan Tiara langsung berlari keluar tanpa berpamitan dengan papah.

Setelah aman berada di dalam gerbang, kami berbalik badan dan darah pada papah. Aku memberikan papah cium jauh. Papah menangkap ciumanku dan di simpan di saku.

Aku, tersenyum sendiri melihatnya. Manisnya papahku. Dia lalu memberikan aku tanda cinta dengan jarinya. Ah, papah love you.

"Ih ... kalian berdua, alay!" Tiara memang suka begitu, mengatai kami alay. Biarin aja, yang penting aku dan papah happy. Aku memang lebih manja ke papah.

Orang pasti akan berpikir kalau aku adalah adiknya, karena aku memang lebih terlihat manja dari pada Tiara.

Setelah mobil papah melaju, kami pun pergi meninggalkan gerbang menuju ke kelas.

"Sakira!" Baru sampai di depan pintu, teriakan Sonia sudah menggema memanggil namaku. Pasti ada gosip terbaru, dan dia tidak sabar memberi tahuku.

"Apa? Teriak-teriak!" tanyaku seraya duduk di sampingnya.

"Ada gosip panas, terbaru, fresh from the oven!" ucap Sonia padaku. Tuh kan benar.

"Gosip apa?" tanyaku. Sonia membetulkan posisi duduknya, menjadi menghadap ke arahku.

"Ada murid baru, cowok cakep. Mukanya kaya Alghazali. Ya Allah, nggak kuat gue ... cakep banget!"

"Ih, lebay. Biasa aja, sih!" Kirain ada apa? Cuma murid baru aja heboh.

"Lo, bisa ngomong gini, soalnya belum ketemu sama dia. Semoga dia satu kelas sama kita." Aku hanya mengedikkan bahu.

Terdengar suara bel masuk berbunyi. Teman-temanku semua mulai masuk ke dalam. Sonia menyolekku.

"Apa?" tanyaku

"Mata kamu kenapa, habis nangis, ya?" Sama seperti mamah, Sonia juga bilang seperti itu.

"Aku mimpi sampai nangis."

"Mimpi, apa?"

"Nanti, deh ceritanya. Sebentar lagi Guru datang, nggak enak kalau ceritanya kepotong."

"Oke."

Aku teringat Santi. Sepertinya, aku belum melihatnya, ke mana, dia? Aku melihat ke sekeliling kelas, dia tidak ada.

"Ada Guru." Temanku memberi tahu, kemudian semua duduk di tempatnya masing-masing. Bangku Santi kosong. Apakah, dia tidak masuk?

***

Jam istirahat adalah jam yang paling ku tunggu, apalagi, tadi aku hanya sarapan sandwich. Sonia dan aku, pergi ke kantin bersama.

Aku mendengar suara ponsel berdering, rupanya ponselku yang berbunyi. Nama mamah tertera di layar.

"Halo, Assalammualaikum." Sapaku pada mamah di telepon.

"Waalaikumsalam." terdengar mamah membalas sapaanku.

"Ada apa, Mah?"

"Ada orang datang ke sini, bersama temanmu Santi."

"Hah, Santi? Pantas saja, dia tidak ada si sekolah."

"Iya, terus Mamah harus bagaimana?"

"Mamah, ikutin saja apa kata Pak Haji? Kalau tidak mengerti ada Santi, tanya aja sama dia."

"Oh, oke. Nanti kamu pulang sekolah, jangan kemana-mana, langsung pulang!"

"Iya, Mamah sayang."

"Ya udah, gitu aja. Jangan jajan sembarangan! Mamah tutup telponnya, assalamualaikum."

"Walaikumsalam." Aku kemudian mematikan ponselku dan menyimpannya di atas meja.

"Pesan, gih! Sekalian aku mau baso."

"Tapi traktir."

"Iya." Sonia tersenyum senang mendengar aku mau mentraktir dia. Ku sodorkan uang merah yang bernilai seratus ribu. Tanpa banyak kata, dia langsung mengambilnya lalu pergi membeli jajanan.

Tadinya aku mau menceritakan pada Santi, perihal mimpiku, tapi dia tidak masuk. Eh ... malah nyangkut di rumahku.

Kesal, menunggu Sonia datang. Netraku, mengelilingi kantin. Ada pemandangan menarik, cewek-cewek berkerumun di satu meja. Ada apa, tuh?

"Pesanan datang, silahkan." Sonia datang membawa pesananku.

"Nia, itu ada apa, sih? Kumpul-kumpul di situ." Aku menunjuk kerumunan cewek di satu meja.

"Itu, yang gue bilang tadi. Ada cowok ganteng, mereka mau kenalan."

"Oh, kirain ada pembagian minyak goreng gratis." Aku terkekeh.

"Lo, nggak kenalan?" tanyaku kemudian.

"Udah tadi. Nih, cium! Wangi, kan?" Nia menyodorkan tangannya padaku. Badanku langsung mundur. Pantas aja lama. Dia kenalan dulu.

"Gue, nggak bakal cuci tangan!"

"Jorok!" Kami lalu makan, aku merasa ada yang memperhatikan.

Saat menengadahkan kepala, tatapanku bertemu dengan matanya yang menatapku lekat. Dia, memang tampan, dan wajahnya mirip dengan Al, anaknya Ahmad Dhani.

Aku, kemudian memutuskan tatapanku padanya. Kenapa, dia menatapku lekat seperti itu? Mungkin dia tertarik padaku. Aih, GR banget aku. Narsisnya, diriku.

Aku tersenyum sendiri sambil menggelengkan kepala.

Prang

Tiba-tiba gelas minumanku, yang berisi jus alpukat, jatuh terlempar ke sampingku. Seisi kantin langsung terdiam. Aku, hanya memandang gelas yang sudah pecah berkeping di lantai.

Jusku, seharusnya tadi aku langsung habiskan saja, kan sayang, mumbazir jusnya. Hah, bukan rizki aku.

"Loh, kok kenapa, bisa jatuh? Lo lempar?

"Dih, buat apa? Gue, aja nggak tahu. Lagi asyik makan, tiba-tiba gelasnya jatuh sendiri. Megang, aja nggak?"

"Terus, kok bisa jatuh sendiri?"

"Nggak tahu."

"Aku tidak suka, Sakira!" Aku melihat ke arah kanan dan kiri, depan juga belakang. Tidak ada siapa pun. Lantas tadi siapa, yang berbisik di telingaku.

Wawan kah? Bisa jadi. Suaranya memang seperti Wawan. Kenapa juga dia, terdengar seperti orang yang marah?

Penjaga kantin, membereskan gelas yang pecah. Aku mengganti rugi gelas dan alpukat yang sudah jatuh. Walau bukan salahku.

Aku sudah tidak mood untuk makan. "Nia, aku ke kelas duluan! Aku mau tidur, sebentar di kelas."

"Hm,"

Aku pun beranjak bangun, seorang cowok, menghampiriku.

"Hati-hati. Mereka ada di sekitarmu." Bisiknya padaku, sambil berlalu. Tak ada yang mendengarnya selain aku.

Ku, menatap punggungnya yang semakin menjauh. Apa maksud perkataannya? Siapa mereka yang dimaksud oleh cowok tadi?

...----------------...

Terpopuler

Comments

Asri

Asri

ooouuuwww.....Wawan cemburu😁

2022-07-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!