"Sakira! Sakira!" Alhamdulillah ada orang memanggilku dari luar dia menggedor pintu.
"Tolong, tolong aku!" ucapku pelan, entah dia mendengar atau tidak.
"Temani aku di sini, Sakira!" Bisik Wawan. Tubuhku tiba-tiba terangkat keatas, aku ingin teriak tetapi tidak ada suara. Nafasku sesak, Wawan mencekikku sampai aku terangkat.
"Sakira, aku akan dobrak pintunya," teriak orang yang di luar.
Cepatlah, dobrak saja pintu itu. Aku tidak kuat lagi, aku tidak bisa bernafas. Ya Allah, lindungilah hamba dari setan yang terkutuk. Aku baca doa dalam hati, mulai dari surah Al-Ikhlas, lalu Al-falaq sampai Annas.
Wawan menjauh, tubuhku terjatuh duduk di lantai. Aku terbatuk-batuk lalu mengambil nafas dalam. Pintu di belakangku belum berhasil di didobrak.
"Tolong," gumamku pelan, aku merasa badanku lemas, tubuhku seperti melayang.
***
Ku buka mata, hal pertama yang terlihat adalah jam dinding yang aku tahu itu adalah jam dinding kamarku. Berarti sekarang ini di kamar.
Aku kembali memejamkan mata, seraya mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Oh iya, di sekolah tadi aku melihat Wawan. Itu nyata atau mimpi?
Aku buka mata, lalu melihat pakaian yang ku kenakan ternyata sudah berganti. Lalu ku langkahkan kaki keluar kamar, di mana terdengar suara orang sedang berbincang.
"Sakira! Kamu sudah bangun." Mamah melihatku dan bertanya.
"Iya. Mah!" Aku lalu duduk, di samping Mamah. Beliau kemudian mencium kepalaku yang terbalut hijab.
"Kamu, mau makan?" tanya Mamahku lagi.
"Nanti aja, Mah." Kemudian, aku bersandar di pundak mamah.
"Sakira, mulai besok, kamu jangan pernah berada sendirian di mana pun. Kamu tidur dengan Tiara." Papah berkata dengan tegas, aku bisa apa? Selain menuruti titah baginda raja.
"Tapi ...." Aku tidak melanjutkan perkataanku karena aku baru sadar ternyata ada murid baru.
"Kenapa? Mukanya kaya yang shock gitu, lihat Ali?" tanya Papah.
"Ali?" tanyaku.
"Iya, Ali. Dia yang sudah menolong kamu. Pintu kelas kamu didobrak sama Ali, pas Papah datang, pintu kelas kamu terkunci. Ali yang mendobraknya. Papah dan Ali melihat kamu pingsan di kelas. Keadaan kelas kamu sungguh kacau." Papah menceritakan kejadian tadi padaku.
"Makasih, ya Al." Aku mengucapkan terima kasih sambil menetap matanya. Mata yang indah, bola matanya berwarna hitam pekat, seakan ada lubang hitam yang ingin menyedotku ke dalamnya. Bulu matanya lentik dan panjang, aku aja kalah lentik sama dia.
Eh, kok jadi terpesona sama matanya. Astagfirullah, jaga pandangan Sakira! Aku lantas menundukkan kepalaku.
"Kami belum berkenalan Tante, Om. Saya adalah murid baru di sekolah Sakira. Kami juga berbeda kelas. Jadi Sakira pasti terkejut melihat saya di sini." Memang benaran apa kata Ali, aku terkejut melihatnya di sini.
"Oh, begitu. Ya sudah, sekarang saja kalian berkenalan!" Aduh Papah bikin malu aku aja, nyuruh kenalan.
"Ayo, Sakira, kenalan dulu." Mamah, juga sama aja. Memangnya kita anak kecil, kenalan disuruh dulu.
"Ali Ferdiansyah, panggil saja Ali." Ali menyodorkan tangannya padaku.
Aku tidak langsung menjabat tangannya, melainkan melihat tangan itu. Setelah beberapa detik, baru aku menyalaminya tanpa menyentuh tangannya. "Sakira, panggil Kira, aja."
Ali tersenyum, padaku. Matanya menjadi sipit, kala dia tersenyum. Lalu Ali menarik tangannya.
"Nama yang bagus." Aku hanya tersenyum canggung, bingung harus merespon apa?
"Makasih, Ali juga nama yang bagus."
"Sebenarnya, namaku dulu nggak ada Ali nya, tapi karna aku nggak bisa diam aku jadi di panggil Ali alias Anak Lincah. Eh, sampai sekarang jadi nama depan."
"Lucu juga, sejarah nama kamu." Papah menanggapi cerita Ali.
"Oh, ya Sakira. Papah penasaran, apa yang terjadi sama kamu di kelas itu? Sampai kelas kamu berantakan, bahkan ada kursi yang patah. Kamu juga pingsan di kelas."
Aku ragu menceritakannya, apakah mereka akan percaya, dengan apa yang aku katakan? Nanti aku malah di bilang berhalusinasi.
"Ayo, sayang. Ceritakan pada Papah. Supaya Papah nanti bisa memberikan penjelasan pada pihak sekolah. Papah, yakin besok, pasti Papah dipanggil ke sekolah untuk diminta membayar ganti rugi."
Mau tidak mau akhirnya, aku menceritakan semua kejadian di kelas saat itu. Tangan mamah menggenggam ku erat, memberi kekuatan dan keyakinan kalau semua akan baik-baik saja.
"Apa, kau yakin roh yang kau lihat sebagai Wawan itu, adalah Wawan?" tanya Ali.
"Hah," Aku, mana tahu yang begituan? Yang aku tahu, roh itu menyerupai Wawan.
"Aku, tidak tahu," jawabku.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Hime Yuli
semangat y thor buat cerita nya....
2022-07-02
2