Bab 6. Wawan Hidup kembali

Sayup-sayup ku dengar suara memanggil namaku. ku buka mata perlahan, awalnya penglihatanku nampak buram, lambat laun menjadi jelas.

Wawan duduk di sampingku dia tersenyum. pandanganku mengelilingi kamar di mana aku berada. Ini ternyata kamarku.

"Kamu nggak apa-apa Ra?" Aku kenapa? Aku juga bingung.

"Aku kenapa, Wan?" Wawan memegang tanganku lalu tersenyum.

"Kamu tadi pingsan, memangnya ada apa?" Wawan malah bertanya padaku. Aku lalu mencoba mengingat kejadian hari ini. Dari mulai kejadian Wawan yang terjatuh di kelas, lalu kejadian aneh di UKS, terus aku yang pulang bareng Wawan, dan terakhir aku mendapat telepon dari Sonia yang mengatakan kalau ....

Jantungku langsung berdetak cepat, nafasku tercekat, perlahan aku lepaskan pegangan tangan Wawan yang terasa dingin. Tanganku pun gemetar.

"Wan, ka-kamu ... ko-kok ... bi-bisa ada di-di ... sini?" Dengan susah payah aku bertanya pada Wawan, sampai gagap karena saking takutnya. Namun, aku berusaha untuk tidak terlihat takut di hadapan Wawan.

"Iya, tadi aku dengar dari Sonia kalau kamu pingsan. Jadi aku ke rumahmu."

"Be-benarkah? Sudah be-berapa lama a-aku pingsan?" Sumpah, aku cape banget ngomong kaya gini.

"Kamu pingsan sekitar satu jam."

"Oh ...."

"Sakira ...." Wawan memanggil nama lengkapku, tumben ... biasanya orang kalau memanggil nama lengkap itu, antara kesal atau ingin menyampaikan sesuatu yang penting.

Wawan kelihatannya tidak sedang kesal, berarti dia ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Aku jadi penasaran, apakah itu? Aku diam bersiap mendengarkan, apa yang ingin di katakan Wawan?

"Sebenarnya, aku datang cuma ingin pamit ...."

"Kamu memangnya mau ke mana?" tanyaku menyela ucapan Wawan.

"Aku harus pergi, entah kapan aku akan kembali? Kamu, jangan kangen aku ya. Terima kasih sudah membuat hariku berwarna cerah, aku akan merindukanmu Sakira." Aduh mataku menjadi buram, terhalang air mata yang ingin keluar. Kenapa kata-katanya seperti kami tidak akan pernah berjumpa lagi.

Biar Wawan menyebalkan tetapi, dia adalah teman yang baik. Aku pun kadang terhibur oleh tingkahnya. Aku jadi sedih rasanya ingin menangis.

"Kamu mau ke mana, mau liburan? Emang boleh? Kan kita mau ujian sebentar lagi."

"Aku bukan liburan, aku harus pergi tapi tenang aja, aku akan selalu ada di dekatmu, dan melihatmu."

"Ih, nggak jelas banget, sih Wan!"

"Aku pamit sekarang ya. Jangan nangis ya Ra, aku nggak suka lihat kamu nangis. Tetaplah tersenyum ceria seperti Sakira yang ku kenal. Jaga dirimu baik-baik." Aku melihat Wawan menjauh, dia mundur perlahan dan menghilang di depan pintu. Padahal pintu itu tertutup.

"Wan ... Wawan!" Aku berteriak memanggil Wawan, aku bangkit ingin mengejarnya tapi kakiku tidak mau bergerak. Lalu aku merasakan tepukan di pipi. Mataku terbuka, ku lihat sekeliling.

Aku masih berada di kamar, berbaring di atas tempat tidur. Mamah dan adikku duduk di sampingku.

"Ini, minum dulu." Mamah memberikan segelas air putih. Aku meminumnya.

"Sudah merasa lebih baik?" tanya mamah padaku dengan lembut. Tatapan matanya menenangkan namun aku merasakan tersirat kesedihan di sana.

"Aku kenapa, Mah?"

"Kamu, pingsan sayang, setelah Sonia menelepon kamu." Pingsan? Apakah tadi aku bertemu Wawan adalah mimpi di saat aku pingsan. Lalu aku teringat sesuatu yang Sonia katakan.

"Aku mau ke rumah sakit, Mah." Aku bergegas bangun dari tempat tidur dan hendak keluar kamar.

"Mamah akan antar kamu, tetapi kamu harus makan dulu. Apalagi kamu habis pingsan." Mamah menahanku dengan memegang tanganku.

"Nanti saja., Mah. Aku buru-buru."

"Makan atau tidak boleh pergi!" Kalau mamah sudah berkata tegas begini lebih baik aku ikuti saja. Mamah itu tidak bisa di bantah.

"Iya, deh tapi makan nya di mobil ya." Aku membuat mimik yang memelas, agar Mamah luluh padaku.

"Baik, Mamah siapkan dulu. Ayo Tiara kamu juga siap-siap. Antar Kakak kamu ke mobil."

"Iya!"

Aku mengambil sweater lalu pergi ke mobil bersama Tiara. Mamah menyusul masuk ke mobil membawa tupperwar berisi nasi dan lauknya.

Kami pergi ke rumah sakit, sambil makan di dalam mobil. Setengah jam kemudian kami sampai. Setelah mobil berhenti aku langsung membuka pintu dan melangkah dengan cepat masuk ke dalam rumah sakit. Meninggalkan mamah dan Tiara.

Aku pergi ke kamar yang sudah aku tahu nomernya dari Sonia. Tadi di mobil aku menanyakannya pada Sonia via chat.

Begitu dekat kamar itu, aku melihat banyak teman sekelasku yang berkumpul, mereka terisak. Hatiku berdebar kencang.

Aku lalu berlari menghampiri mereka dan masuk ke dalam kamar. Di sana ... aku melihatnya. Wajah yang tadi tersenyum manis, kini pucat pasi, matanya terpejam. Tidak! Bangunkan aku, ini adalah mimpi terburukku.

Aku menangis, baru tadi aku melihatnya. Ini kah alasan kau pamit padaku, Wan? Berarti tadi aku pulang dengan siapa? Aku tidak mau ambil pusing masalah itu lagi. Yang penting sekarang aku ingin dia kembali.

"Wan ... bangun!" Aku guncangakan badannya sambil menangis tersedu.

"Sakira ... udah Ra, ikhlaskan Wawan," ucap Sonia. Aku tidak suka mendengarnya.

"Lo apa, sih? Wawan nggak apa-apa dia cuma tidur. Wan bangun Wan!" Aku pukul dadanya dengan keras beberapa kali, berharap jantungnya dapat berdetak kembali. Aku tidak rela jika harus kehilangan dia.

"Wan, bangun Wan! Aku rela kamu gangguin Wan. Asal kamu bangun!" teriakku. Aku terus memukul dadanya. Hingga aku merasa lelah dan menyandarkan kepalaku di dadanya. Air mataku menetes langsung ku usap agar tidak jatuh mengenai tubuh Wawan.

Deg ... deg ... deg ...

Apakah aku tidak salah dengar? Jantung Wawan berdetak. Aku bangkit dan menatap Dokter.

"Dokter jantungnya berdetak!" teriakku. Dokter langsung memakai stetoskop untuk mendengar denyut jantung Wawan.

"Benar, maaf ... semua diharapkan keluar agar saya bisa memeriksanya."

Tak perlu waktu lama, kami bergegas keluar.

"Sakira, ya?" Seorang Wanita paruh baya menghampiriku.

"Iya, Tante. Saya Sakira." Aku menjawab dengan sopan.

"Wawan sering membicarakan kamu, pada Tante ...." Tante terus menceritakan tentang Wawan. Aku tidak begitu menyimak cerita Tante. Perhatianku justru tertuju pada Santi, di saat orang lain terlihat sedih, dia justru terlihat takut.

...----------------...

"

"

"

"

Terpopuler

Comments

Lisa Z

Lisa Z

santi ini anak indigo yaa

2022-07-24

1

Asri

Asri

ya ampun aku baper 😭😭😭

2022-06-19

1

Swadeekhab

Swadeekhab

lanjut thor yuhuu

2022-06-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!