Aku pikir, semua sudah berakhir. Namun, ternyata masih berlanjut. Aku, berada di mana sekarang? Yang terlihat, hanya sebuah ruangan, seperti ruang tamu karena ada sofa dan meja. Rumahnya tidak begitu besar.
Aku, lihat ada yang membuka pintu, lalu masuklah seorang pria disusul dua orang pria lainnya. Itu 'kan si botak dan teman-temannya. Jadi mereka rupanya tinggal di sini. Arah mataku mengikuti ke mana mereka pergi.
"Kita, berhasil dapat jackpot malam ini." Teman si botak yang berbicara, orangnya pendek dan hitam. Aku kesal melihat mereka, semoga hidup mereka sengsara dan mendapat balasan setimpal dari Allah.
Mereka duduk di sofa dan membuka hasil curian. Si botak mengeluarkan kalung yang sama dengan yang ku pakai. Dia lalu menyimpan kalung itu ke dalam saku celananya.
"Sakira! Sakira!" Tendengar seseorang memanggil namaku.
"Sakira!" Aku tersentak dan mataku terbuka. Rupanya aku bermimpi.
"Kamu, nggak sekolah?" Mamah bertanya padaku. Aduh sebentar Mah, nyawaku belum ngumpul. Aku masih merasa linglung dan bingung.
Aku lihat jam dinding, jarum jam menunjukkan pukul 6.30 pagi, kesiangan lagi, bahkan sekarang Aku melewatkan sholat subuh. Ke mana Tiara, kenapa dia tidak membangunkanku?
"Tiara mana, Mah?"
"Tiara, lagi sarapan di bawah sama Papah. Kamu, kenapa matanya sembab begitu? Itu bekas air mata? Kamu, habis nangis semalam?" Masa, sih. Aku memang nangis semalam, tapi cuma di dalam mimpi. Siapa yang tidak menangis, melihat kejadian itu? Namun, benarkah mataku sembab?
Aku bangun dan berkaca di cermin, benar kedua mata cantik terlihat sembab.
"Semalam, Kira mimpi seram Mah."
"Oh, terus kamu nangis?"
"Iya, tapi bukan seram mimpi hantu. Seramnya itu, mimpi lihat maling di rumah orang, terus malingnya merkosa yang punya rumah. Pokoknya seram Mah, aku mau nolongin, tapi nggak bisa. Kira teriak juga nggak ada yang dengar. Mamah tahu nggak ...."
"Nggak."
"Jangan dipotong dulu! Mamah, tahu nggak? Kalung, yang di ambil sama maling itu sama seperti yang Sakira pakai."
"Benarkah? Mungkin mimpi kamu, berhubungan dengan kalung itu? Mungkin juga cuma bunga tidur?"
"Sakira, juga nggak tahu."
"Ya sudah ... sekarang, cepat kamu mandi, nanti sekolahnya di antar Papah sekalian ke kantor."
"Iya, Mah." Aku segera ke kamar mandi, dan hanya mandi koboi, cuci muka dan sikat gigi. Soalnya sudah kesiangan.
Kemudian aku keluar daru kamar mandi, mamah sudah tidak ada di kamar. Aku lekas memakai seragam, bercermin dan memakai hijab. Kalungku di dalam hijab jadi tidak mengundang perhatian.
Tunggu dulu, Aku tiba-tiba teringat sesuatu. Roh Wawan bilang dia didorong pocong, karena pocong itu mengira dia akan mengambil kalungnya.
Rasanya, kok ada yang janggal ya. Dari mana, Wawan tahu aku pakai kalung? Kan, kalungnya di dalam hijab, tidak kelihatan, bingung jadinya.
Sudahlah, pikirkan nanti saja. Sekarang, aku sudah terlambat. Lebih baik, aku turun dan segera sarapan.
"Tiara, kamu kenapa nggak bangunin Kakak!" Aku protes pada Tiara.
"Aku itu, dari semalam bangunin Kakak!"
"Ngapain, malam-malam bangunin?"
"Kakak, semalam itu nangis-nangis sambil ngigau. Jangan ... aku mohon, seperti itu! Tiara kan jadi nggak bisa tidur."
"Masa? Aku nggak sadar kalau sampai ngigau."
"Sakira cepat makan, udah siang!" Mamah menegurku, karena melamun.
"Sakira, makan di mobil aja Mah. Ayo Pah!" Aku membawa beberapa sandwich dan segelas minuman, ke dalam mobil.
Tiara, juga ikut bangun. Dia sudah selesai makan. Setelah kami mencium tangan Mamah, kami segera ke mobil.
***
Papah, lama sekali di dalam. Aduh, bagaimana ini? Waktu terus berjalan, Papah malah santai.
"Ra, panggil Papah, gih!" Aku menyuruh Tiara memanggil Papah. Dia lalu bangun, tetapi bukannya keluar mobil, Tiara justru memencet klakson mobil tiga kali, di depan. Dih, kalau begitu, aku juga bisa, dasar malas!
Papah, terlihat keluar sambil berjalan dengan cepat. Selama menunggu papah, aku sudah menghabiskan sandwich yang tadi di bawa. Sekarang tinggal minumnya aja.
Mobil pun akhirnya melaju, semoga sampai di sekolah tepat waktu. Aku melihat ke belakang, nampak Mamah berdiri di depan pintu sambil dadah, di sebelahnya juga ada seorang wanita yang ikut dadah.
Ha! Wanita, siapa itu? Perasaan tadi tidak ada tamu. Di rumah juga tidak ada siapa pun sekarang, selain mamah dan bibi. Aku hafal betul perawakan bibi, dan itu bukan dia.
Aku, terus melihatnya sampai mobil ini berbelok. Jika diperhatikan, sepertinya aku pernah melihat wanita itu, di mana, ya?
Ah, otakku kadang tidak bisa diajak kerja sama, aku tidak ingat sama sekali. Sudahlah, nanti juga ingat sendiri.
Ku layangkan pandangan jauh ke depan, syukurlah hari ini tidak macet. Terasa sepi sekali di mobil. Papah, memang tidak suka menyalakan musik jika sedang menyetir. Katanya mengganggu konsentrasi.
Aku melihat Tiara, dia sedang mendengarkan musik di ponselnya. Aku juga mau dengar musik dari handphone aja. Setelah memakai headset, aku memilih lagu Scorpion untuk menemani perjalanan.
...----------------...
Aduh sebel banget! Rasanya pengen lem biru nih ponsel, tapi belum ada uang. Nulis jadi terkendala karena sering error. Maaf ya readers. Semoga kalian terhibur.
Maaf juga masih banyak typo. Makasih.😗😗❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments