Bab 4. Malam jumat

Pak Satpam datang bersama Guru piket ke UKS, mereka tampaknya terkejut melihat ruang UKS sangat berantakan. Persis seperti aku tadi.

Aku melihat Santi masih saja di luar, dia selalu menunduk dan melihat ke arah kanan, pandangan matanya tidak fokus. Dia seperti menghindari sesuatu dan tidak mau melihat ke arah kiri, ada apa?

"Sakira! Kenapa semua jadi begini?" pertanyaan Guru piket mengalihkan perhatianku dari Santi. Aku dan Wawan sedang berjongkok membereskan barang-barang.

"Maaf, Bu saya tidak tahu. Tadi saya mendengar suara ribut di dalam, terus saya panggil Pak Satpam karena pintunya terkunci." Aku menjelaskan, pada Guru piket Bu Mawar.

"Wawan! Kenapa kamu berantakin ruangan UKS? Kenapa juga kamu kunci pintu?" Bukannya menjawab si Wawan malah cengengesan. Emang nih anak nggak ada takutnya sama Guru. Padahal wajah Bu Mawar sudah terlihat marah.

"Nama saya Ridwan, Bu ... bukan Wawan." Aduh, malah bahas itu lagi, Wan ... Wan. Aku hanya menggelengkan kepala.

"Ya sama saja, teman-teman kamu juga panggilnya Wawan, tidak usah protes!" Tuh, kan malah kena semprot. Dasar Wawan. Namanya aslinya memang Ridwan, tapi anak-anak sekelas memanggilnya Wawan. Ternyata para guru juga ikut memanggil Wawan.

"Iya, deh Bu. Suka-suka Ibu aja!"

"Kamu, belum jawab pertanyaan saya!"

"Saya juga tidak tahu Bu, perasaan ... saya tidak mengunci pintu. Saya ke sini karena tangan saya keseleo mau cari obat buat mengurangi sakit, tapi tidak ada petugasnya. Pas saya buka lemari, baki yang di atas meja sana, jatuh. Saya mau periksa, eh ... saya malah jatuh terbentur sesuatu, tangan saya menyenggol baki obat yang ada di atas meja ini, jadi jatuh semua."

"Bukannya sembuh, malah bertambah sakitnya," keluh Wawan, kasihan sekali nasibmu Wan. Niat mau nyembuhin tangan malah tambah keseleo karena menahan tubuhmu. Aku doakan semoga kamu cepat sembuh, Wan.

"Sakira dan Santi tolong bantu Wawan, ya. Bereskan tempat ini dan obati juga Wawannya!" Bu Mawar membuat lamunanku tentang Wawan buyar.

"Iya, Bu," ucapku dan Santi bersamaan.

Aku perhatikan Santi perlahan, mulai masuk ke dalam.

Kami pun membereskan UKS. Setelah selesai aku lalu mengobati Wawan. Hanya di beri salep dan minum obat anti nyeri. Mau di urut aku tak pandai mengurut. Nanti malah tambah bengkak.

"Wan, gue penasaran. Lo, kenapa bisa jatuh dari bangku di kelas?" aku jadi teringat saat dia terjatuh, ketika sedang mengoleskan salep padanya.

"Gue juga nggak tahu. Perasaan, gue lagi nulis tahu-tahu ada yang dorong gue."

"Kualat lo, godain gue, sih!" Aku pun tergelak.

"Jahat banget lo Ra, teman kena musibah malah diketawain." Dih, dia baper. Aku kemudian memperhatikan Santi.

"San, lo kok jadi pendiam, sih! Kenapa?" Aku penasaran karena Santi hari ini menjadi pendiam. Akhirnya aku tanyakan langsung padanya.

"Hah ... nggak apa-apa!" Santi terlihat terkejut dengan pertanyaanku.

"Lo, sebenarnya kenapa San? muka lo pucat. Lo sakit?" Aku khawatir pada Santi.

"Nggak apa-apa." Lalu Santi terlihat kaget dan menahan nafas. Lah, kenapa nih orang?

"San, kenapa lo San?" tanyaku pada Santi.

"Ra, lo udah selesai 'kan ya. Gue duluan ya. Lo juga berdua kalau udah, keluar aja!" Ku lihat Santi kemudian pergi dengan terburu-buru, aku malah semakin penasaran, rasanya ada yang aneh dengan Santi.

"Wan, gue ke kelas duluan, soalnya tadi, gue izin nganterin Santi ke UKS. Kan, nggak lucu kalau pasiennya sudah sampai di kelas aku nya malah di sini?" Aku terkekeh. Pasti aku bakal kena marah sama bu Guru.

"Bareng aja, yuk!"

Aku mengangguk, kami pun berjalan keluar. Saat aku akan menutup pintu UKS, aku mencium bau kemenyan dan melati. Aku cepat-cepat menutup pintu dan berdiri di samping Wawan.

Kami berjalan berdampingan. Anehnya bau kemenyan itu masih saja tercium. Apa ada makhluk astral ya? Aku melihat sekelilingku tapi tidak ada apapun. Aku mencium wangi tubuhku sendiri, wangi parfum.

Aku lalu mengendus mendekati Wawan. "Astagfirullah, Ra! Sadar Ra! Kita bukan muhrim, jangan begitu, dosa Ra." Eh ... nih cowok ngomongin apa, sih?

"Dih, GR! Jangan ngeres, makanya tuh otak!" Aku kemudian mengendus leher Wawan, lalu bajunya. Mungkin saja 'kan itu minyak wangi yang di pakai Wawan.

"Wan, lo nyium bau kemenyan, nggak?" tanyaku setelah yakin tubuh Wawan tidak bau kemenyan atau melati. Aku juga tidak, lalu dari mana?

"Bau kemenyan?" tanyanya, aku mengangguk.

"Nggak, yang ada wangi kamu."

Plak

Aku pukul punggungnya, aku tuh paling jijik dengar cowok ngegombal.

"Ya, ampun Ra. gue tuh lagi sakit Ra, masih aja ditambahin. Emang gak ada akhlak lo jadi teman!" Eh iya aku lupa.

"Maaf, lupa." Aku nyengir saja, dan berjalan lebih dulu.

Kami pun masuk kelas, Bu Guru tidak marah padaku karena sudah di jelaskan oleh Santi.

***

Bel pulang telah berbunyi, aku bergegas keluar kelas. Namun bukan untuk pulang. Karena hari ini aku ada ekskul sampai sore.

Tiara pasti sudah pulang di jemput supir. Aku langsung menuju tempat ekskul di lantai bawah. Huh, cape juga, hari ini aku beberapa kali bolak-balik ke lantai empat dan lantai satu.

Aku mengikuti ekskul paduan suara, kebetulan kami akan mengikuti lomba PADUS antar sekolah. Ada dua lagu yang akan kami bawakan yaitu lagu wajib dan juga lagu tradisional.

Lagu wajib semua sama yaitu lagu nyiur kelapa dan untuk tradisional, dibebaskan untuk memilih.

Kami latihan sangat serius, hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima. Kami pun memutuskan untuk pulang. Aku dan beberapa temanku memilih shalat ashar dulu di mesjid sekolah.

Setelah sholat aku bergegas pulang, jam tanganku sudah menujukkan pukul lima sore. Aduh, jam segini biasanya angkot jarang lewat di depan sekolah.

Eh ... lupa, aku kan mau di jemput supir. Lebih baik tunggu di dekat pos satpam saja.

Setengah jam sudah berlalu, namun jemputanku belum juga datang. Aku telepon Mamah, dan bertanya perihal jemputanku. Kata Mamah tunggu aja, supir sudah berangkat.

Aku masukan ponsel ke dalam tasku. Lalu tiba-tiba aku merasakan sensasi dingin di punggungku. Dingin sekali dan juga berat.

Aku melihat ke belakang tidak ada apapun. Namun punggungku masih terasa berat. Apakah aku masuk angin? Sampai rumah ini mah harus di kerok Bibi.

Tercium bau kemenyan seiring dengan angin yang berhembus, kenapa anginnya dingin sekali. Mungkin akan turun hujan.

Aduh aku pulangnya bagaimana ini. Di sekolah sudah sepi, mana sebentar lagi sudah mau magrib langit pun sudah beranjak gelap. Pak Satpam saja sudah berganti sift.

Telepon berbunyi, ternyata ada chat dari Mamah. Katanya mobil yang jemput aku mogok. Aku disuruh pulang paksi taxi online. Ya Tuhan, kenapa nggak dari tadi aja, sih?

Sekilas aku melihat jam di ponsel juga hari. Waduh aki lupa sekarang malam jumat. Ih ... tambah horor aja sih.

Rasanya aku mau nangis, Mamah aku takut. Lebih baik aku pulang sekarang. Aku mencari aplikasi taxi online. Ya ampun ... oh no ... oh no ... oh no no no no no ... ponselnya mati.

"Argh ...." Aku kesal banget. Sekarang gimana caranya aku pulang? Mamah maafkan dosa anakmu ini.

Aduh, nih punggung kenapa, sih? kok beratnya gak ilang-ilang. Aku bergegas keluar gerbang.

Bismillah ....

Aku terus membaca doa dalam hati.

Tin ... Tin ...

"Eh, kodok!" Wah siapa, nih yang klakson bikin kaget aja. Aku melihat ke belakang.

"Wawan!" Aku berteriak kencang saat melihat Wawan. Meluapkan rasa takut, bahagia dan juga lega.

"Wan, anterin pulang, atau anterin gue sampai depan aja, terus pesanin gue taxi online." Aku meminta pada Wawan dengan wajah memelas.

"Naik!" Asyik Wawan mau mengantarku pulang. Aku langsung naik.

Wawan memakai helmnya dan mulai melajukan motornya, meninggalkan sekolah yang terasa angker di malam hari.

"Wan, makasih banyak udah mau anterin gue." Ucapku di samping telinga Wawan. Walau tertutup helm pasti kedengaran, karena aku mengatakannya dengan kencang.

"Iya, sama-sama."

"Tapi Wan, lo kok baru pulang? habis ekskul ya? Badan lo juga dingin banget Wan."

Aku tidak memeluk Wawan, akan tetapi tanganku bersentuhan dengan punggungnya.

Aku dapat merasakan tubuh Wawan dingin seperti di belakangku dingin. Mungkin dia sedang naik motor kena angin dingin.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Lisa Z

Lisa Z

Jangan - jangan wawan jadi - jadian

2022-07-24

1

Asri

Asri

wadidaw.... jangan-jangan si Wawan yang ini jelmaan pocing,eh pocong🤔

2022-06-15

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!