Santi membawa kami ke daerah perkampungan, butuh satu jam ke tempat ini. Rumahnya berdesign model jaman dulu. Namun terlihat nyaman dan asri dengan banyak tanaman dalam pot di depan teras.
Kami turun dari mobil. Santi berjalan di depan kami.
"Assalamualaikum." Santi memberi salam, lalu aku mengedarkan pandangan ke sekitar.
Seorang ibu mengawasi kami, dari seberang. Aku terus memperhatikannya, lalu dia menghilang. Hah ... menghilang? Aku sangat shock mana mungkin bisa begitu? Apakah aku salah lihat.
"Santi .... San! Itu ... itu ... ada yang hilang." Aku memegang tangan Santi seraya menunjuk ke seberang. Aduh kenapa jadi gagap begini sih ngomongnya? Ini pasti gara-gara panik.
Sonia ikut melihat ke seberang. "Hilang? Apanya yang hilang nggak ada apa-apa?" tanya Sonia.
"Kan, udah hilang, Son!" Mata Sonia langsung melotot melihatku, memang hiburan menggoda Sonia, menghilangkan rasa takutku. Aku memberikan cengiran lebar.
"Wa'alaikum salam." Terdengar suara menjawab salam dari dalam.
Kemudian keluar seorang Kakek-kakek yang bertubuh tinggi, putih, janggutnya berwarna putih panjang, badannya tidak kurus juga tidak gemuk. Kakek itu memakai sarung dan baju koko putih juga peci putih.
"Eh, neng Santi. Silahkan masuk." Santi masuk dan mencium tangan kakek itu. Sonia dan aku, ikut mencium tangan kakek itu. Kemudian kami duduk.
"Maaf, Kek. Santi ke sini tidak mengabari lebih dulu. Kakek apa kabar?"
"Alhamdulillah Kakek baik Santi. Tidak apa-apa, syukur Kakek ada di rumah dan sedang santai." Kakek itu tersenyum ramah pada kami.
"Waduh, maaf ya Kek mengganggu waktu santai Kakek."
"Tidak apa-apa, Kakek yakin kamu tidak akan datang tanpa kabar kalau tidak penting."
"Iya, Kek. Oh iya sampai lupa! Kenalkan ini teman Santi Kek, yang pake kerudung namanya Sakira, dan sebelahnya namanya Sonia."
"Wah tiga S ya?"
"Eh, iya. Santi baru sadar Kek."
"Ada apa? Apakah ini masalah pocong?" Wah hebat si kakek bisa tahu, atau hanya asal menebak.
"Kok, kakek bisa tahu?"
"Iya, kan pocongnya ada di luar."
"Apa?" Aku dan Sonia terkejut.
"Santi, jadi dari tadi pocongnya ngikutin kita?"
"Iya, dia duduk di atas mobil."
"Tenang saja, pocong itu tidak akan mau masuk ke rumah ini." Kakek mungkin melihat wajah kami yang terlihat takut.
Santi kemudian menceritakan masalahku pada Kakek itu, aku juga menambahkan tentang kejadian di mana aku ditarik ke dalam kolong tempat tidur. Kami juga menambahkan perihal kejadian di kelas yang baru saja terjadi.
"Jadi seperti itu, Kakek lihat masalah Sakira ini cukup serius. Pocong ini terlihat dendam dengan nak Sakira, yang harus kita cari tahu adalah kenapa dia dendam padamu? Jika kita tahu, baru kita bisa mengusir pocong itu."
"Caranya bagaimana Kek, mencari tahu alasannya?"
"Kakek harus membuka mata batin kamu. Apakah kamu bersedia?"
"Mata batin? Apa itu Kek?" tanyaku bingung. Karena aku baru mendengarnya.
"Mata batin itu semacam, indra ke enam. Jika Kakek buka mata batin kamu, indera kamu akan lebih sensitif dan peka. Kamu dapat melihat dunia gaib, juga berkominikasi dengan mereka." Mendengar itu bulu kudukku langsung berdiri. Ih ... membayangkannya saja aku tak sanggup. Aku tidak mau melihat makhluk-makhluk menakutkan itu.
"Bagaimana, ya Kek? Apa boleh kalau tidak di buka?" tanyaku takut. Aku takut dia marah karena aku sudah tidak mematuhinya.
Kakek itu tersenyum, dia sepertinya paham kalau aku ini penakut.
"Kalau tidak ada masalah ini, kakek tidak akan menyuruh kamu membuka mata batin. Kakek tidak sembarangan menyuruh orang membuka mata batinnya karena itu menakutkan. Butuh mental dan iman yang kuat."
"Iya Kek, maaf." Tuh 'kan aku jadi merasa tidak enak.
"Jadi bagaimana, kamu mau?" tanya Kakek itu. Aku tidak segera menjawab terapi aku melirik Santi. Dia mengangguk, tanda kalau, aku harus bersedia.
Aku menarik nafas panjang, bismillah.
"Aku mau Kek." Akhirnya dengan sangat terpaksa dan berat hati, aku bersedia di buka mata batinku.
"Kamu siap di buka sekarang?"
"Siap Kek."
"Sebenarnya bisa kalau membuka mata batin sendiri. Banyak ritual yang harus dilakukan. Namun, Kakek tidak perlu berbagia macam ritual. Cukup kamu dan Kakek ambil wudhu dan Kakek akan buka mata batin kamu."
"Iya, Kek."
"Sekarang kamu berwudhu!"
"Baik, Kek."
"Santi, tolong antar Sakira ke kamar mandi."
"Iya Kek."
Aku dan Santi ke kamar mandi, untuk berwudhu.
Setelah itu kami kembali ke ruang tamu. Di sana aku lihat tidak ada Kakek, cuma ada Sonia sedang duduk seorang diri.
"Nia, ke mana Kakek?"
"Lagi wudhu. Katanya kalian di suruh nunggu di sini."
"Oh," Aku menunggu dengan rasa was-was.
"San, Son, gue takut!" Aku pegang tangan mereka berdua.
"Lo harus berani, ini demi kebaikan lo juga. Biar dia pergi selamanya." Santi memberiku nasihat dan semangat.
"
Iya, Sak. Lo baca Bismillah aja. Insyaallah akan selalu dalam lindungan Allah."
"Amin, but the way kenapa jadi Sak?"
"Lo, panggi gue Son!" Aku terkekeh, rupanya dia marah dan membalasku dengan memanggilku Sak. Sementara dia tahu kalau aku tidak suka di panggil Sak.
Lalu kami melihat Kakek datang, dan kembali bergabung dengan kami.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Hime Yuli
ada lucu dan jg ad yg serem...
2022-06-22
2