Rigel Bangkit

Dan sejak kejadian boneka bayi itu, Jenar tidak menyukai boneka yang menyerupai manusia. Dia lebih menyukai boneka berbentuk binantang dan untuk membuat Jenar melupakan memori menakutkan tentang boneka bayi itu, Jaya Dwipa membelikan Jenar boneka gajah mungil yang sangat lucu dan Jenar sangat menyukainya. Dia bahkan mengajak boneka gajah mungilnya itu tidur bersama.

Di hari keempat setelah kejadian mengerikan yang ia alami, yakni teror boneka bayi, Jenar bangun dengan menatap langit yang ada di desa Pelem, karena ia merasakan dadanya berdetak kencang Jenar sontak memegang dadanya. Jenar tidak melihat apapun di pagi hari itu, tapi ia merasakan ketakutan yang luar biasa tanpa sebab yang jelas. Jenar langsung tersenyum semringah, lalu melompat dari tempat tidur dan segera berlari ke halaman depan untuk menemukan eyang kakungnya dan ia langsung memekik kegirangan, "Eyang! Kak Akamu sudah turun dari langit, Eyang"

Eyang kakungnya Jenar yang tengah melakukan gerakan senam Taichi, sontak menghentikan gerakan senamnya untuk berjongkok di depannya Jenar dan bertanya dengan wajah serius, "Apa maksud kamu?"

"Jenar bisa merasakan Kak Akamu tengah ketakutan saat ini" Jenar menunjuk dadanya, lalu kembali berucap, "Di sini. Jenar bisa merasakan ketakutannya Kak Akamu di sini. Kak Akamu telah turun dari langit. Kak Akamu sudah nggak jadi Bintang lagi, Eyang. Kak Akamu ada di suatu tempat, Eyang"

Jaya Dwipa menghela napas panjang untuk melepas sesak di dadanya. Dia merasa sangat sedih melihat Jenar begitu merindukan saudara kembarnya yang telah tiada sampai-sampai Jenar bisa merasakan kembali apa yang Akamu rasakan. Lalu Jaya Dwipa memeluk Jenar dan berkata, "Nduk, Cah ayu, Akamu sudah berada di Sorga. Doakan dia jika kamu merindukan dia. Begitu pula jika kamu merindukan Mama dan Ayah kamu, ya"

Jenar yang masih kecil saat itu hanya bisa kebingungan sendiri karena, perkataan dari eyang kakungnya tidak sesuai dengan apa yang ia rasakan. Dia benar-benar bisa merasakan ketakutannya Akamu saat itu.

Satu Minggu berlalu sejak Jenar bisa merasakan kembali ketakutannya Akamu. Bahkan terkadang, Jenar menangis tanpa sebab dan berkata ke eyang kakungnya kalau ia bisa merasakan kesedihannya Akamu.

Terus terang Jaya Dwipa merasa heran dengan kenyataan yang dia lihat di dirinya Jenar Ayu. Cucu cantiknya itu benar-benar bisa merasakan semua yang Akamu alami seperti saat Akamu masih hidup dulu. Namun, ridak mungkin kalau Akamu bangkit dari kubur karena, Akamu ditemukan mati dalam kondisi yang sangat mengenaskan, tubuhnya terpisah dengan kepala mungilnya.

"Eyang, Kak Akamu sedang gembira saat ini. Aku bisa merasakannya juga. Aku juga ikut gembira, Eyang" Jenar menatap eyang kakungnya di kala mereka berdua duduk di atas lincak bambu pas senja menyapa mereka dengan keindahannya.

Jaya Dwipa hanya bisa tersenyum dan mengelus rambutnya Jenar Ayu.

Tiba-tiba datanglah seorang pria berumur lima puluh tahun. Pria itu bernama Nugroho, dia salah satu dari jemaatnya Bapak Pendeta Jaya Dwipa dan dia meminta tolong ke Bapak Pendeta Jaya Dwipa untuk mendoakan keluarga dan usahanya, dan katanya kala itu, "Pak Pendeta, tolong saya. Keluarga saya sepertinya diteror makhluk astral. Istri saya dan anak saya yang masih berumur tiga tahun sering menangis ketakutan di tengah malam. Bahkan, usaha saya pun mulai tidak stabil. Mobil box milik saya, yang mengirim beras ke luar kota tiba-tiba jatuh ke jurang dan saya mengalami kerugian yang sangat besar. Apa ada yang mengirim santet ke keluarga saya, Pak?"

Jaya Dwipa langsung menggendong Jenar dan berkata, "Mari kita ke rumah Anda, Pak Nugroho. Saya akan lihat ada apa sebenarnya"

Sesampainya di rumah salah satu jemaatnya yang bernama Pak Nugroho, yang letaknya tidak jauh dari rumahnya, Jaya Dwipa langsung merasakan aura negatif dan Jaya Dwipa langsung berjalan menuju ke sudut dapurnya Pak Nugroho dan ia menemukan bungkusan berwarna putih kecokelatan. Kain itu adalah kain mori yang biasa dipakai untuk membungkus jenazah dan saat dibuka, kain itu berisi tanah kuburan dan mengeluarkan bau amis seperti darah. Nugroho dan istrinya yang melihat hal itu, langsung meremang buku kuduknya dan langsung dicekam ketakutan yang sangat besar.

Jaya Dwipa menoleh ke Jenar, "Kamu duduk di sana dulu, ya?! Kalau melihat sesuatu yang tidak biasa, langsung tutup mata dan berdoa"

Jenar menganggukkan kepalanya dan berjalan ke kursi meja makan dan dia duduk di sana dengan bantuan istrinya Pak Nugroho karena, kursi meja makan yang berada di rumahnya Pak Nugroho cukup tinggi dan besar.

Istrinya Pak Nugroho lalu berkata ke Jenar, "Tante nitip Zacky, anak Tante, ya?"

Jenar menganggukkan kepalanya dan istrinya pak Nugroho langsung meletakkan putranya yang masih berumur tiga tahun di atas pangkuannya Jenar.

Nugroho dan istrinya, lalu mengikuti langkahnya Jaya Dwipa ke teras belakang rumah mereka dan Jaya Dwipa langsung membakar kain mori berwarna putih kecokelatan yang berisi tanah kuburan itu sambil terus berdoa, "Hai engkau roh jahat! Pergilah dan kembalilah ke asal kamu!"

Nugroho dan istrinya dikejutkan dengan keluarnya ular besar dari gumpalan asap hitam yang keluar saat kain mori kecokelatan yang berisi tanah kuburan itu dibakar.

Ular besar itu langsung melesat masuk ke dalam rumah sambil menggeram marah dia berteriak, "Aku mencium bau jiwa murni dari dua anak yang manis dan aku akan memakan kedua jiwa murni anak itu, hahahahahaha!!!!" Jaya Dwipa membeliak kaget dan langsung berteriak kencang, "Jenar! Tutup mata dan berdoa!" sembari berlari masuk ke dalam rumah disusul oleh Nugroho dan istrinya.

Ular kobra yang angkat besar itu berhenti di depan Jenar dan Zacky. Dengan kepala yann berdiri tegak dia menatap Zacky dan menggeram, "Aku akan memakan jiwamu, anak tampan" Zacky menangis ketakutan dan Jenar langsung menutup kepala Zacky dan berbisik ke Zacky, "Jangan dilihat dan ikuti Kak Jenar berdoa!"

Zacky langsung mengikuti mengikuti Jenar berdoa, "Tuhan, janganlah bawa kami ke dalam pencobaan tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat karena, Engkaulah yang punya kuasa, dan kemuliaan sampai selama-lamanya" Jenar dan Zacky terus mengumandangkan doa itu dan ular tersebut langsung berputar badan sambil meliukkan badannya dengan liar karena, merasa kepanasan.

Jaya Dwipa langsung berteriak, "Hai engkau roh jahat! Pergilah dan kembalilah ke asal kamu!"

"Aaarrrghhhh!!!!!! Panas!!!!!! Kakek tua!!!!!! Tuanku akan membalas perbuatan kamu ini!!!!!!!! Aaarrghhh!!!!!!!" Ular kobra Hitam itu terbakar hebat dan berubah menjadi Asan hitam yang kecil lalu lenyap menghilang tanpa jejak.

Aura negatif di rumah Pak Nugroho seketika itu pun lenyap. Pak Nugroho langsung mengucapkan terima kasih ke Jaya Dwipa dan Jaya Dwipa langsung mengajak Jenar pulang ke rumah.

Namun, tanpa Jaya Dwipa sadari, dukun jahat yang suka mengirim santet karena, permintaan dari orang yang jahat pula, menyuruh seseorang untuk meletakkan bunga tujuh rupa yakni, bunga melati, mawar merah, mawar putih, kantil, Kamboja, sedap malam, dan kenanga. Ketujuh rupa bunga yang konon digemari dan bisa mengundang makhluk halus itu, dibungkus kain mori disertai dengan kepala ayam hitam yang masih mengeluarkan darah segar. Bungkusan kain mori itu diletakkan di pojok mobil pickup-nya Jaya Dwipa tanpa sepengetahuannya Jaya Dwipa.

Sementara itu, Rigel Altair yang menempuh studi di jurusan kedokteran, mulai merasakan kembali, jiwa haus darahnya bergejolak hebat. Dan dia mulai mencoba untuk kembali berburu. Di mencoba berburu di tengah malam selepas ia menyelesaikan praktikum tengah malamnya di kampus. Rigel selalu mengantongi pisau lipat kesayangannya di saku kemejanya.

Di jalan setapak yang sepi dan hanya terdengar suara jangkrik, Rigel memarkirkan mobilnya dan keluar dari dalam mobilnya sambil memakai sarung tangan hitam koleksinya. Dia lalu berjalan dengan kedua tangan tersimpan di saku celana kainnya dan menyeringai lebar saat ia mengikuti seorang wanita renta. Wanita renta itu seorang gelandangan yang sedang berjalan untuk mencari tempat yang cocok untuknya merebahkan tubuh rentanya yang malang itu.

Wanita renta itu bisa merasakan kalau ada seseorang yang mengikutinya. Dia langsung didekap rasa cemas dan takut yang sangat besar dan di jalan sepi itu, dia sontak mempercepat langkahnya dan kemudian mulai berlari kecil saat ia merasakan bulu kuduknya mulai meremang dan keringat dingin mulai membasahi tengkuk dan telapak tangannya.

Rigel berlari kencang dan langsung melompat untuk menggelungkan lengan kekarnya ke leher wanita renta itu dari arah belakang. Kemudian, ia mengambil pisau lipat dari dalam kemejanya dan mengujamkan pisau lipat itu di leher wanita renta itu, jleb! jleb! jleb! berpuluh-puluh kali sampai wanita renta itu terkulai lemas tak bernyawa dan Rigel tersenyum puas sambil melepaskan gelungan lengannya di leher wanita renta yang sudah tak bernyawa itu.

Rigel mengelap pisau lipatnya dengan tangannya yang masih memakai sarung tangan lalu menatap jasad bersimbah darah yang terkapar tak bernyawa di depannya dengan wajah dingin. Kemudian dengan santainya ia berjalan kembali ke mobilnya lalu membuang dari tangannya ke selokan dan sarung tangan itu langsung terbawa arus air yang ada di selokan dan Rigel masuk ke dalam mobil dengan seringai khasnya.

Terpopuler

Comments

Liana Simon

Liana Simon

ceritanya cukup tegang Thor

2022-11-05

0

Syhr Syhr

Syhr Syhr

Suka kali aku kalau ada adegan jlub!jlub kak. ☺️

2022-10-05

0

Rani KhAn

Rani KhAn

Gak bs mmbayangkn apabila brtemu lgsg dg org sprti Rigel

2022-07-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!