Selamat

Boneka bayi itu toba-tiba terbang melampaui kepalanya Jenar. Mendongakkan kepalanya untuk mengikuti arah gerak boneka bayi itu dan boneka bayi yang telah dihuni makhluk astral yang sangat jahat, terbang tepat di depannya Jenar.

Jenar terkejut dan ia semakin terkejut saat ia menunduk, ada seekor kucing hitam dengan mata melotot duduk di depan kakinya dan mengeong dengan suara yang membuat bulu kuduknya Jenar meremang. Jenar sontak melompat mundur dan langsung memejamkan kedua kelopak matanya untuk berdoa. Berdoa sebisanya karena, Jenar tengah dicekam rasa takut yang luar biasa.

Mendengar doa yang dilantunkan dari jiwa murni seorang anak, boneka bayi itu berteriak kesakitan, "Aaarrrghhh! Hentikan!!!!! Jenal, hentikan!!!!!!!!!"

Jenar terus berdoa dengan keringat yang mulai membasahi sekujur tubuhnya.

Boneka bayi itu akhirnya terjatuh di lantai dan kucing hitam yang duduk di jauh dari keberadaannya boneka bayi itu, menghilang.

Dan Ceklek! Pintu kamar terbuka. Eyang kakungnya Jenar langsung berlari untuk menangkap tubuhnya Jenar yang limbung ke depan. Jenar pingsan di dalam dekapan eyang kakungnya. Eyang kakungnya Jenar segera berlari ke bangku di ruang tamu dan membaringkan Jenar di sana. Kemudian, dia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru rumahnya.

Eyang kakungnya Jenar mengerutkan kening saat ia melihat meja kayu jati yang cukup besar dan berat telah berpindah cukup jauh dari tempatnya semula dan vas bunga jatuh di lantai, ornamen-ornamen mungil yang ada di rak hias pun berjatuhan di atas lantai.

Eyang kakungnya Jenar mengedarkan pandangannya untuk mencari boneka bayinya Jenar yang Jenar baringkan di atas bangku kayu jati yang ada di rung tamu sebelum Jenar masuk ke kamar, namun sampai pak Jaya Dwipa melongok di bawah bangku kayu jarinya, dia tidak menemukan keberadaan boneka bayi itu.

Pak Jaya Dwipa bangkit berdiri, berkacak pinggang dan bergumam, "Apa kekacauan ini ulah Iblis yang memakai boneka bayinya Jenar sebagai media untuk mengambil jiwa manusia? Tapi sekarang, di mana boneka bayi itu?"

Jenar membuka kedua bola matanya dan langsung bangun dan melompat turun dari bangku jati jati untuk memeluk eyang kakungnya.

Eyang kakungnya Jenar langsung merengkuh Jenar ke dalam gendongannya dan mendekap Jenar dengan sangat erat sambil bertanya hati-hati, "Apa yang terjadi, Nduk Cah Ayu?"

Jenar ingin menangis, tapi sepertinya air matanya telah menjadi kering saat itu karena, ia baru saja mengalami ketakutan luar biasa atas kedahsyatan peristiwa di luar nalar manusia yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Jenar kemudian mencoba membuka suara dan hanya suara lirih yang ada saat ia berucap, "Boneka bayi Jenar, jahat Eyang. Dia menjambak Jenar dan mau membawa Jenar ke jurang maut terdalam"

Eyang Kakungnya Jenar langsung mematung mendengar ucapannya Jenar. Dia sungguh tidak menyangka kalau wong samar yang ada di dalam boneka bayi itu, bukanlah wong samar sembarangan. Eyang kakungnya Jenar mencurigai kalau yang menghuni boneka bayi adalah Iblis pemakan jiwa manusia.

Eyang kakungnya Jenar kemudian mengelus pucuk kepalanya Jenar dan bertanya hati-hati, "Sekarang boneka bayi itu di mana?"

Jenar menggelengkan kepalanya dan berucap dengan lemah, "Jenar langsung berdoa dan terus berdoa. Lalu, Jenar tidak melihat lagi boneka bayi itu"

Eyang Kakungnya Jenar tersenyum, laku sambil mengelus kepalanya Jenar, ia berkata, "Anak pintar Kamu ingat pesan Eyang untuk berdoa di saat ada bahaya mengancam kamu"

Lalu Eyang kakungnya Jenar membawa Jenar ke kamar. Eyang kakungnya Jenar kemudian mendongeng tentang Si Kancil dan Si Gajah untuk mengganti memori mengerikan yang ada di benaknya Jenar. Akhirnya Jenar bisa tidur dengan lelap dan tangan mungilnya terus menggenggam tangan eyang kakungnya.

Jaya Dwipa menghela napas panjang dan bergumam, "Semoga Iblis itu tidak menemukan mangsa yang baru. Dia kuat sekali. Pasti karena, ia telah memakan jiwa. Dia bahkan berhasil membuatku tidur nyenyak tanpa mendengar apapun. Untungnya Jenar ingat untuk berdoa"

Keesokan harinya, Desa Pelem digegerkan dengan ditemukannya seorang anak perempuan seumuran Jenar yang tergeletak tak bernyawa di tengah jalan besar dengan bersimbah darah dan memeluk boneka bayi.

Eyang kakungnya Jenar meminta Jenar untuk tetap berada di dalam rumah dan Jaya Dwipa mengunci pintu rumahnya dari luar.

Saat anak perempuan itu dimasukkan ke dalam ambulance bersama dengan kedua orangtuanya yang terus menangis histeris, Jaya Dwipa melihat boneka bayi yang semula berada di dalam dekapan anak perempuan itu, telah berpindah tempat. Jaya Dwipa melihat boneka bayi itu bersandar di bawah pohon beringin yang ada di pinggir jalan.

Karena keasyikan memainkan jiwa anak murni yang telah berhasil ia dapatkan, Iblis kejam itu masih bersemayam di dalam boneka bayi dan Jaya Dwipa bisa merasakan keberadaan Iblis kejam itu.

Jaya Dwipa berjalan mendekati boneka bayi itu dan setelah berkata, "Aku akan memelihara kamu mulai dari sekarang" Jaya Dwipa langsung memungut boneka bayi itu dengan hati-hati dan berpura-pura menjadi jiwa yang lemah saat ia mendekap boneka bayi itu. Dan Iblis yang bersemayam di dalam boneka bayi itu berhasil masuk ke dalam tipu dayanya Jaya Dwipa.

Jaya Dwipa membawa boneka bayi itu ke kebunnya yang sepi dan kosong dan meletakkan boneka bayi itu di atas tumpukan rumput kering sambil berkata, "Kita bermain di sini, ya?"

Kedua bola mata hitam boneka bayi itu membulat sempurna dan dia tersenyum lebar di depan Jaya Dwipa sambil mengangukkan kepalanya beberapa kali.

Jaya Dwipa segera berdoa di dalam hatinya, "Hai engkau roh jahat! Pergilah dan kembalilah ke asal kamu!" Dan dengan segera Jaya Dwipa melemparkan korek api yang telah menyala ke boneka bayi itu sambil terus berdoa, "Hai engkau roh jahat! Pergilah dan kembalilah ke asal kamu!"

Iblis yang bersemayam di dalam boneka bayi menjerit kesakitan dan memekik mengerikan, "Kau menipuku dasar Kakek tua!!!!!!!! Arrrrghhhhh!!!!" Lalu keluarlah asap hitam yang tidak biasa dari dalam boneka bayi yang terbakar. Asap hitam itu terus membumbung tinggi ke angkasa dan saat boneka bayi itu telah berubah menjadi gosong dan sebagian meleleh, asap hitam yang tidak biasa itu pun lenyap.

Jaya Dwipa bernapas lega, lalu ia memadamkan api dan segera berputar badan untuk membuka pintu kayu yang memisahkan kebun sayur dan buahnya dengan dapurnya. Ia segera melintasi dapur dan tersenyum lega saat ia melihat Jenar Ayu, cucu cantiknya asyik membaca buku cerita di ruang tamu.

Jenar menoleh dan langsung melompat turun dari bangku kayu jati, lalu berlari dan melompat ke dalam gendongan eyang kakungnya.

Eyang kakungnya Jenar tertawa lega dan berucap, "Syukurlah kamu selamat, Nduk Cah Ayu"

Terpopuler

Comments

Syhr Syhr

Syhr Syhr

Syukurlah..

2022-09-30

0

Peri_Atri

Peri_Atri

sukaaa

2022-08-13

0

Santai Dyah

Santai Dyah

like

2022-07-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!