Bakat Spesial

Psikopat bertopeng itu tiba-tiba berlari kencang ke satu arah setelah ia menerima telepon. Beberapa jam kemudian, Pemuda tampan berjiwa kelam dan berhati iblis itu, mematung di depan sosok anak laki-laki berumur lima tahun yang memiliki wajah sama persis dengan dirinya dan memiliki dua bola mata yang misterius sama seperti dua bola matanya saat ia masih berumur lima tahun dan melihat dengan mata kepalanya sendiri, papa dan mamanya mati dengan sangat tragis.

Iblis bertopeng yang tidak pernah memiliki cinta kasih itu, melangkah pelan mendekati anak laki-laki berumur lima tahun, lalu ia berjongkok di depan anak laki-laki itu untuk mengelus pipi anak laki-laki itu dan bertanya, "Kau anakku?"

Wanita muda yang berdiri di samping anak laki-laki itu berkata, "Ini anak kita Rigel Altair"

Pria berhati kelam itu menganggukkan kepalanya beberapa kali, dan terus mengelus pipi anak laki-laki di depannya, tanpa menatap wanita muda yang masih menggandeng tangan anak laki-laki itu.

Psikopat yang berwajah tampan dan memiliki nama yang sangat bagus, Rigel Altair terpukau dengan sosok mungil yang mirip sekali dengan dirinya di masa kecil. Dia merasa dilahirkan kembali ke dunia saat ia menatap sosok kecil di depannya itu.

"Maafkan aku, aku baru bisa kasih tahu soal anak kita ke kamu. Kalau kamu tidak percaya kalau ini anak kita, kamu bisa lakukan tes DNA"

Rigel bangkit berdiri menatap dingin wanita di depannya dan berkata, "Tidak perlu tes DNA. Dia mirip denganku, jadi tidak perlu melakukan tes DNA"

"Aku tahu kamu melarikan diri dari penjara saat aku menonton berita di televisi dan sejak itu aku memiliki keberanian untuk menghubungi kamu. Untuk mengenalkan kamu dengan anak kita" Sahut wanita itu.

"Siapa namanya?" tanya Rigel.

"Karena, kata kamu, papa kamu suka dengan astronomi dan nama kamu pun adalah nama dari salah satu nama bintang, maka anak kita pun aku kasih nama dengan nama bintang. Namanya Antares Altair.

Rigel Altair tersenyum ke miniatur dirinya dan itu pertama kalinya senyum hangat terulas di wajah tampannya Rigel Altair. Dia merasa senang karena dia memiliki keturunan, keturunan yang bisa meneruskan karya seninya kelak.

Jenar Ayu masih belum bisa mencerna dengan baik kata, "Kamu telah kehilangan Ayah, Mama, dan saudara kembar kamu"

Keterbatasan berpikir dari anak yang masih berumur lima tahun, membuat Jenar Ayu terus menangis mencari ayah, mama, dan saudara kembar laki-lakinya.

Handoko dan Alex mulai kewalahan menangani Jenar Ayu kecil yang terus menangis mencari ayah, mama, dan saudara kembar laki-lakinya dan mereka memutuskan untuk segera mengabari eyang kakungnya Jenar Ayu.

Dan sehari sebelum acara pemakaman diselenggarakan, eyang kakungnya Jenar Ayu datang dari Pare-Kediri-Jawa Timur ke Jakarta. Eyang kakungnya Jenar Ayu adalah bapak dari mamanya Jenar Ayu yang bekerja menjadi Pendeta di salah satu desa terpencil yang ada di Pare-Kediri-Jawa Timur. Laki-laki berumur enam puluh tahun itu, datang ke Jakarta untuk mengantarkan Putri tunggal tercintanya, anak menantu tersayangnya dan cucu laki-laki terkasihnya, ke peristirahatan terakhir.

Jenar Ayu terus memeluk eyang kakungnya dan tidak mau lepas dari eyang kakungnya karena, eyang kakungnya memiliki aroma tubuh dan kehangatan yang sama dengan mamanya, mama yang tidak bisa dia peluk lagi.

Setelah upacara pemakaman selesai, eyang kakungnya Jenar Ayu yang bernama Jaya Dwipa, berkata ke Handoko dan Alex, "Aku akan asuh Jenar sampai Jenar mencapai umur yang pas untuk kembali ke sini mengurus perusahaan almarhum Papanya"

"Baik, Pak. Saya akan menjaga semua aset Krisna dengan sangat baik" Sahut Handoko.

"Dan saya akan mengurus perusahaan Tuan Krisna Pramananta dengan baik" Sahut Alex.

Jaya menyentuh pundak Alex dan Handoko lalu berkata, "Terima kasih untuk kesetiaan dan cinta kasih kalian pada Krisna. Krisna pasti sudah tenang saat ini di Surga sana"

"Amin" Sahut Handoko dan Alex secara bersamaan.

Jaya Dwipa seorang pendeta yang memiliki sixth sense yang sangat kuat dan sepertinya dia mulai menyadari bakat spesialnya menurun ke cucu perempuannya.

Namun, Jaya Dwipa masih diam soal bakat spesialnya Jenar yang sedikit demi sedikit mulai muncul. Jaya menemukan keanehan pertama kali di diri Jenar saat Jenar membeliak kaget di area pemakaman dan langsung menyembunyikan wajahnya di dadanya. Lalu, keanehan yang kedua, Jaya temukan saat Jenar tiba-tiba berkata ke rumput yang bergoyang, "Jangan ikuti aku!" Handoko sontak terkejut dan langsung menoleh ke Jaya untuk bertanya, "Siapa yang diajak ngomong sama Jenar, Pak? Nggak ada siapa-siapa di sana" Jaya hanya tersenyum, menyentuh bahunya Handoko dan berkata, "Terkadang kita bisa melihat yang tidak terlihat oleh orang lain" Jaya lalu bangkit berdiri untuk menghampiri Jenar dan menggendong cucu terkasihnya itu dan Handoko masih menautkan alisnya. Pengacara muda itu masih berusaha mencerna maksud dari ucapannya Jaya.

Hari pertama Jenar kecil di dusun terpencil yang ada di Pare-Kediri-Jawa Timur diisi dengan kegiatan mengikuti eyang kakungnya mengadakan pelayanan di seputar dusun itu hingga tanpa terasa petang pun tiba. Jenar tiduran di lincak (bangku panjang) yang terbuat dari bambu yang ada di halaman depan rumah eyang kakungnya. Lincak bambu itu dipasang di bawah pohon jambu air dan sambil menunggu eyang kakungnya selesai memasak, Jenar tiduran di sana dan akhirnya ia ketiduran di lincak bambu itu.

Hembusan angin yang lembut menimbulkan suara syahdu dari gesekan daun di pohon jambu air, sepi mulai menyapa seiring dengan langit yang terlihat semakin pekat, mengundang banyak wong samar (makhluk tak kasat mata) keluar untuk bermain.

Di desa Pelem-Pare-Kediri di dekat kampung Inggris, ada wong samar (sosok tak kasar mata) yang terkenal dan itu adalah seorang peri yang selalu keluar selepas petang, untuk membawa pergi anak-anak yang memiliki aroma tubuh yang ia sukai. Dan saat itu, peri tersebut menemukan Jenar Ayu. Dia mengendus tubuhnya Jenar dan terkikik, "Hihihihihihi, hihihihi, hihihihi. Aku menyukai aroma tubuh anak ini. Aku akan membawanya pergi"

Jenar Ayu sontak membuka kedua kelopak matanya saat ia mendengar suara tawa aneh dari seorang wanita. Jenar berteriak, "Siapa kamu!?" ke sosok yang memakai kemben merah yang menyeringai di depannya.

Jaya langsung berlari ke halaman depan rumahnya saat ia mendengar teriakan kerasnya Jenar Ayu dan terkejut saat ia beradu pandang dengan wong samar yang tidak pernah muncul di dusunnya sejak ia mengusir wong samar berwujud wanita memakai kemben merah itu.

Jaya langsung berteriak, "Pergi atau aku akan ........."

Splash! Peri itu pun menghilang dan Jenar Ayu mematung dengan mata nanar di atas lincak bambu.

Jaya, eyang kakungnya Jenar langsung berlari menghampiri Jenar untuk langsung menggendong Jenar dan membawa Jenar masuk ke dalam rumah. Jaya langsung mendudukkan Jenar di kursi kayu jati yang menghiasi sudut rumah joglonya, lalu menopangkan tangannya di atas pucuk kepalanya Jenar, kemudian Jaya berdoa meminta tolong kepada Tuhan untuk selalu melindungi Jenar dari segala makhluk jahat yang ada di bumi ini baik yang tidak kasat mata maupun yang kasat mata.

Sejak doa tumpang tangan itu, Jenar masih bisa merasakan dan melihat kehadiran dari wong samar, namun wong samar itu tidak bisa menjamah atau mencelakai Jenar Ayu. Kuasa doa memang sangat dahsyat.

Namun, walaupun wong samar tidak bisa menjamah dan mencelakai Jenar Ayu, gadis kecil nan cantik itu tetap saja merasa lelah dengan bakat spesial yang dia miliki secara dadakan.

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

👍👌..,,

2023-11-18

1

Asni J Kasim

Asni J Kasim

Jangan sampai jodoh anak psikopat 😫😫

2022-09-30

0

Hulapao

Hulapao

halo kak aku bacanya nyicil yaaa
jangan lupa mampir juga di karya terbaruku 'Save You'
thankyou ❤

2022-09-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!