Episode 20

“Nah kita tinggal masuk ke rumah misterius yang penuh dengan nuansa horor ini,“ ujar Lalan. Yang jelas kali ini sudah ada di depan mereka. Mengerikan. Nampak pengap dan bentukannya semakin kurang mengenakkan perasaan. Langsung timbul berbagai prasangka untuk satu bentukan yang menyeramkan di depan mereka itu. Setidaknya langsung kepikiran kalau rumah itu barangkali dahulu pernah terjadi kekacauan. Barangkali ada pembunuhan, korban perkelahian atau melakukan praktek ilmu hitam dan sejenisnya yang memaksa rumah yang kumuh tersebut berada dalam kondisi sunyi di tengah belantara penuh dengan mahluk-mahluk menakutkan yang membuat mereka tanpa sengaja sampai ke mari itu.

“Benar ini masuk.“

“Ya iyalah. Adanya jalan cuma itu. Kalau kembali bakalan seram kan.“

“Tidak masuk bagaimana, mau masuk takut,“ ujar Aqi. Dia merasakan demikian. Hal yang sama dengan sang adik. Dimana perjalanan sebelumnya sudah membuat keder di hati. Dan sudah terbayang kalau berikutnya ada lagi rasa seram yang bakalan menghadang mereka. Mengingat mereka masih berada pada satu pusaran misteri, yang tak kunjung bisa diatasi. Jangankan menemukan jalan keluar, membuang rasa takut juga sulitnya setengah mati. Belum lagi jika bertemu dengan mahluk seram yang baru lagi. Tentu bakal membuat semakin tak kuasa menahannya. Dan kejadian ini akan berulang terus dan terus sampai mereka bisa meninggalkannya. Atau bahkan tak bisa lepas sama sekali, serta selamanya mesti berada pada negeri kelam itu.

“Jelas lah, orang serem begini. Di pikir saja sudah ngeri. Bayangkan sudah rumah kuno di tengah hutan sunyi sepi begini. Bagaimana orang tak curiga coba kalau kembali mereka-mereka sudah pada menghadang jalan kita yang berakibat kita akan bertambah takut kala memikirkannya.“ Langsung terbayang hal demikian. Dilihat saja sudah demikian ngeri. Suram dan malas. Apalagi untuk tinggal di dalamnya. Bakalan sebuah malapetaka rasanya. Belum lagi bentukan yang demikian besar dan kokoh, akan membawa pemikiran mereka ke satu masa dimana mereka harus melalui sebuah rasa yang sudah jenuh dulu. Untuk kemudian enggan dan ingin menghindarinya. Bentuk kekunoan itu sudah cukup melarutkan batin mereka pada satu masa yang demikian lama, dimana oran-orang sebelumnya jelas sudah tak ada di dunia. Itu yang menyeret mereka pada kenangan seram yang terus membayang seakan mengikuti pandangan mereka.

“Ya ayo, kita masuk saja, berteduh di dalamnya.“ Ajaknya lagi, tentu dengan kondisi batin yang masih kurang nyaman. Mau bagaimana lagi. Kembali juga bakalan menemui banyak keanehan yang sebelumnya teah mereka lewati, sementara di depan mereka sebuah keanehan lagi yang tentunya akan semakin seram dirasakan kalau terlalu banyak mengkhayalkan satu dan berbagai hal berhubungan dengan misteri yang kali ini tengah dihadapi.

“Jangan- jangan di dalam banyak hantunya lagi.“ Mereka curiga. Sebelum ini sudah ketakutan dengan hantu-hantu yang bentuknya bermacam-macam. Ini berada pada rumah misterius, bisa saja hantunya bakalan lebih seram dan membuat pandangan mereka sama sekali tak boleh mengatup demi terlihatnya satu bentukan mengerikan itu. Satu hal yang saling berbeda diantara tiap-tiap apa yang mereka lihat. Semakin di tunggu rasa itu semakin tak mengenakkan. Dan semakin di rasa tak enak, segala sesuatu itu kini tengah dihadapi. Jadi bagaimana lagi. Ingin mundur sudah terlanjur mau, namun terus maju, masih menjadi misteri tentang ada apa dan bagaimana jika nanti di depan mereka justru bahaya nya lebih menantang dari sebelumnya. Mereka bukan lelaki pemberani yang suka tantangan. Hanya kondisi keterpaksaan itu yang kali ini tengah dihadapi untuk bisa dilewati yang semestinya tak perlu. Kalau saja itu kalau ada jalan lain yang lebih nyaman pasti bakalan memilih hal tersebut. Sebab siapa yang suka tantangan, jika ada yang lebih mudah di raih tanpa perlu mengeluarkan banyak keringat dan tenaga yang membuat kelelahan sendiri.

“Ya kali. Ini rumah mereka.“ Teori mereka. Karena sangat sesuai. Meskipun sebelum ini mereka tak pernah masuk ke dunia gaib begitu, tapi berdasarkan catatan para ahli dan supernatural yang sengaja mencari kondisi di depan sungguh-sungguh sangat sesuai dengan akurasi yang mendekati kebenaran. Dan itu tentu semakin menyudutkan perkiraan mereka pada sebuah ujung kerucut yang meyakini jika tempat tersebut milik mahluk tak kasat mata yang semestinya banyak tampak di dalamnya andai mata batin mereka penuh dengan kekuatan supra natural itu. Yang sayangnya sampai saat ini ilmu tersebut belum mereka kuasai. Mereka merasa hanya sebagai hal yang masih baik-baik saja. Sehingga segala kondisi dipikirkan dengan penuh pemikiran positif. Hal-hal negatif seperti yang sebelumnya dirasakan hanya sebagai pelintasan lalu saja yang bakalan sirna seiring berjalannya waktu. Yang sayangnya sampai saat ini hal tersebut belum sirna tapi masih terus menguntit dan membuat bulu kuduk mereka selalu berdiri.

“Lebih baik kita tak usah takut, soalnya mereka selama ini kan hanya nakut-nakuti saja dan tak pernah melukai. Menyentuh saja tidak,“ ujarnya sembari mengingat yang sudah-sudah. Kalau gal-hal yang diluar nalar mereka itu semua hanya sekedar permainan perasaan. Dimana mereka uma menghantui tanpa mencederai. Ibarat kata tega dengan sakitnya namun tak tega dengan kematian mereka. Itu yang berikutnya terpikirkan. Karena memang hal demikian yang sudah jadi kenyataan. Untuk berpikir lebih jauh sesuai dengan perasaan mereka tentu saja tak berani. Yang kesemuanya hanya berujung pada rasa curiga saja.

“Apa gitu?“ ujar Aqi masih belum yakin. Memang hal demikian belum dicoba, mengingat sebelumnya hanya ketakutan yang menyelimuti. Jangankan untuk melawan, merasa berani saja sudah hilang, tergantikan oleh rasa ingin menghindar saja dari satu permasalahan mengerikan yang dibuat oleh para mahluk astral yang kerjaannya menggoda tersebut. Dan selebihnya tentu saja rasa kacau yang mesti didapat akibat mereka belum bisa memberanikan diri melawan. Itu beban yang sebelumnya dirasakan. Hingga saat ini yang masih berkutat pada rasa bimbang dalam memecahkan persoalan yang semestinya sepele, tapi tetap menjadi pemikiran berat untuk suatu lokasi yang penuh kengerian begitu.

“Kali. Orang tak pernah kita cuba,“ jelas Lala yang mulai percaya diri dengan satu pemikiran yang baru keluar. Mengapa tak sedari awal sehingga mereka tak perlu berlarian serta kehabisan nafas. Jika hal demikian telah terpikir sedari semula, maka kalau ada yang mencoba mengusik bulu roma mereka, cukup dengan mengacuhkan saja, pasti semua akan terbebas dari satu persoalan itu. Terus bisa melenggang dengan santai dengan rasa ngeri yang Cuma sepintas. Atau bahkan tidak sama sekali. Dan berikutnya langsung kembali ke titik awal untuk terbebas dari segala masalah. Berikutnya sudah kumpul dengan keluarga, dengan tak mesti demikian terlunta-lunta di hutan belantara. Dengan rasa lapar, haus dan lelahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!