Episode 5

“Terus lari!“

Itu yang dinginkan sebisa mungkin jauh-jauh dari mahkluk menyeramkan tadi. Dengan rasa ketakutan yang semakin besar. Bagaimana tidak, si Lalan begitu dekat dengan muka si mahluk yang dikira hanya batu atau justru mobil si Aqi. Dalam kondisi yang serba pekat begitu, membuat pandangan mereka tak jelas amat. Seakan semuanya sama. Hanya hitam dan remang-remang. Se remang-remangnya cuaca.

“Ayo, terus lari Aqi!“ kata Lalan dengan lari secepatnya. Tak memperdulikan sekeliling. Asal depan bisa dilewati, itu yang ditempuh. Bagaimana mau memilih jalan yang enak. Kalau pandangan saja hanya berjarak dua meter. Sudah itu langsung pekat. Mana batu atau jurang tak jelas. Selamat saja sudah untung. Dan kini yang mesti dilakukan adalah menjauh sejauh-jauhnya dari si mahluk yang mengerikan. Dan bisa-bisa main terkam. Atau membawanya ke rumah dia, lalu dijadikan tawanan, maka akan semakin mengerikan rasanya. Itu yang dipikirkan keduanya. Asal cari selamat saja kini.

“Keburu nyusul dia,“ ujar Lalan yang tak terkira rasa panik nya.

“Bentar, ngos-ngosan gua,“ ujar Aqi dengan nafas tersengal-sengal, untuk sejenak berdiam diri agar tertata kembali seluruh inderanya.

Mereka bertambah panik. Bagaimana tidak, dengan badan besar begitu, tentu langkahnya juga panjang-panjang menurut perkiraan dan hitung-hitungan logikanya. Mahluk itu panjang, mahluk itu cepat. Maka mahluk itu akan bisa menyusul mereka dengan cepat. Itu andai berdasarkan hitung-hitungan diatas kepala.

“Ya sudah duduk,“ kata Lalan tak tega melihat si Aqi yang tua mesti berlarian sedemikian rupa. Setidaknya dengan duduk sebentar, mungkin akan segera pulih jiwa tuanya itu. Untuk berubah dan kembali sehat serta mampu melakukan kegiatan diantara keseraman itu.

“Ya sudah diam saja,“ itu yang berikutnya dilakukan berdiam diri menata nafas untuk bisa melanjutkan perjalanan berikutnya.

“Wah, tambah nggak lihat jalan kita,“ ujar Aqi memperhatikan sekitarnya yang tambah pekat dan kabut ikut menutup jalan. Disela-sela kabut pekat itu, tumbuh-tumbuhan hutan hanya terlihat remang-remang, selebihnya gelap. Karena kabut lebih banyak diselubungi pekatnya malam. Gemerlap bintang juga tak Nampak. Apalagi bukan, kalau ada. Ini sama sekali tak Nampak.

“Sampai dimana ini?“

Benar-benar tak tahu, bahkan melihat sekeliling barangkali saja masih ada tanda-tanda tetap tak nemu. Mereka merasa asing dengan daerah yang kini mereka pijak itu. Patok-patok, pohon besar, atau gundukan tanah yang kini Nampak juga tak bisa membuka ingatan mereka untuk menemukan titik terang.

“Entah. Kita lari nggak lihat apa-apa. “

“Asal menghindari pohon saja biar nggak nabrak tadi“ ujar mereka tambah panik nggak tahu tersesat sampai dimana sekarang.

“Usah mencari mobil pick up kita dulu dah. Kita mencari jalan pulang saja. Nanti kalau kita sudah berhasil sampai rumah, lalu istirahat. Entar kita cari lagi kalau sudah dingin pikiran kita. Bahkan kalau mungkin kita mencari bantuan pada sekitar kita. Siapa tahu mereka lebih memahami daerah ini. Sebab kita kalau sendirian juga belum tentu bisa mendapatkannya. Sebagaimana yang sekarang ini kita alami,“ ujar Aqi yang seakan sudah pasrah saja apa yang dipunyainya itu seakan lenyap. Yang penting kemungkinan kembali masih ada. Jadi bisa diharapkan pula. Tak serta merta hilang seperti hilangnya angin. Kini masih bisa dimungkinkan untuk ditemukan kembali. Tapi andai hilang selamanya juga sudah. Pasrah saja. Mau bagaimana lagi. Semua sudah diusahakan. Termasuk mencari orang pintar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!