Episode 17

“Hah hah hah...“ Si Aqi terus mengambil nafas panjang setelah sejenak berhenti dari pelarian panjangnya.

“Capek kan lu Qi?“ ujar si Lalan menuduh.

“Hooh... aduh capek banget,“ jawab Aqi yang terus-terusan ngos ngosan. Nafasnya benar-benar sudah tak tertata. Jantungnya berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang. Mana sejak awal mereka masuk hutan lagi. Dan terus terusan dibuat demikian. Makanya tak bisa untuk menata diri. Dan itu membuat lutut mudah goyah. Gemetaran di sana-sini, padahal tak ada cewek yang bisa diajak kenalan.

“tua sih lu!“ ujar Si Lalan yang melihat kalau iparnya itu sudah kelewat bangka.

“Sembarangan kalau ngomong!“ kata Aqi yang jelas-jelas ngerasa. Tapi mau bagaimana lagi. Menyembunyikan diri dari waktu jelas tak bisa. Mengungkapkan terus terang tak mau. Ya sudah membiarkan apa adanya segala sesuatu yang hendak berlalu.

“Sampai mana ini?“

“Tahu... sedari awal sudah tak paham. Mana kita muter-muter mulu.“

“Kayak di batas ini. Lihat kayu-kayunya berbeda,“ ujar Aqi. Disekitar mereka terlihat batang-batang yang berbeda jenis diantara dua garis yang seakan terbuat dan tak nampak itu. Namun membelah pada dua jalur yang seakan terbuat lurus.

“Iya ini.“

“Wah gawat!“

“Ada apa Qi? Kenapa kau bilang gawat? Apa pernah terjadi sesuatu yang membuat bulu kuduk berdiri?“ ujar Lalan diantara rasa penasarannya yang jelas-jelas untuk menata diri agar jantungnya tak berdetak lebih kencang akibat rasa ngeri yang bakal didengarkan.

“Ya jelas ada lah. Namanya juga tempat seram.“

“Apa itu Qi?“

“Dulu disini pernah terjadi suatu kecelakaan tunggal sehingga tak terselamatkan. Disini nih... Tepat di tempat ini,“ jelas Aqi yang sangat paham akan daerah tersebut berdasarkan kisah-kisah yang terjadi.

“Serem ya Qi,“ kata Lalan bertambah ngeri.

“Begitulah. Makanya, kita mesti hati-hati. Jangan- jangan sebentar lagi ada penampakan,“ ujar Aqi sembari menajamkan pandangan ke sekeliling daerah tersebut.

“Apa itu Qi?“

“Kita tunggu saja sembari sembunyi,“ ujar Aqi dan beringsut ke balik pohon besar.

“Stt itu...“ tak berapa lama kemudian, apa yang mereka khawatirkan menjadi kenyataan. “Benar kan apa ku bilang?“

Nampak gontai berjalan satu sosok menyeramkan. Bayangannya nampak terkadang panjang sejenak pendek. Seiring pantulan cahaya yang menerobos di sela-sela pepohonan yang berkabut sekelilingnya.

“Macan itu Qi, harimau,“ ujar Lalan memastikan kalau bayang bayang kelam yang mendekati mereka, satu bentukan yang paling di takuti di semesta ini. Kucing lewat saja sudah membuat takut, jangan-jangan bisa mencakar muka, atau melotot di kegelapan dengan mata yang menyala mengumpulkan berbagai cahaya yang masuk untuk membiaskan ulang.

“Jangan bilang demikian,“ ujar Aqi sembari meletakkan telunjuk ke bibir sebagai tanda supaya si Lalan tak melanjutkan ucapan tersebut. Sebab ada satu atau lebih dari berbagai pantangan dan adat istiadat yang berkembang dalam masyarakat yang memang sudah ada sejak awal mula sebelum mereka lahir.

“Lalu mesti menyebut apa kalau itu memang sudah menjadi sebutannya?“

“Si mbah...“ bisik Aqi pelan. Lalan hanya mengangguk. Sekejap berikutnya mereka diam. “Kita tunggu sampai dia lewat.“

Macan itu benar-benar tidak manis dan cantik. Dan terus berlalu dengan langkah gontai nya. Seakan tak menyadari jika ada orang yang tengah bersembunyi, menanti dirinya dengan rasa takutnya. Dia melenggang layaknya seorang putri yang berjalan bagaikan harimau lapar. Pelan dan anggun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!