Episode 15

“Aduh lapar.“ Mereka bersungut-sungut. Tentu saja tentang segala sesuatu yang kini menerpa mereka. Belum juga lolos dari labirin misterius ini, sudah itu tubuh mereka sekian mendapat siksaan dari keseharian yang mesti dia lakukan, namun tak juga bisa dia dapatkan kini. Itu yang membuat nya tak merasakan kebahagian nya.

“Ayo kita cari warung.“

“Mana dapat. Dari semalaman kita berupaya tak satupun bersua.“

“Kali aja di balik gundukan itu.“

Didepan mereka, ada tanah yang membentuk bukit, namun terselimuti pohon-pohon lebat hutan itu. Disana mereka kini menujunya. Barangkali saja dibaliknya sudah bertemu dengan perkampungan. Kalaupun tidak, maka ada satu atau beberapa orang yang bisa mereka mintai bantuannya. Dan itu sudah cukup untuk sekedar membuang rasa gundah dan kejenuhan selalu berputar dengan rasa ngeri. Jika itu satu perkampungan, atau rumah singgah para peladang, maka ini berarti habis kisah mereka dalam menjalani kesengsaraan di hutan menyeramkan ini. Juga membiarkan untuk kembali ke dunianya dimana semestinya mereka tinggal dan tetap berdampingan dengan damai para orang lain itu. Tak seperti sekarang rasanya serba curiga mencurigai. Kalau kalau…. Itu pikiran mereka. Jangan-jangan… dan dan. Berbagai kata selalu menjadi kecemasan. Memikirkan jangan jangan ada mahluk mengerikan dunia lain yang melintas di pelupuk mata. Atau berambut pendek dan berambut panjang yang nampak. Belum lagi bila ada manusia jadi-jadian yang belum lama dilihat itu. Bakalan menjadi sebuah kengerian yang baru nanti. Bahkan berujung mala petaka. Selain membuat tak bisa tidur, ada gores kengerian di tubuh yang membekas, itu yang lama disembuhkan.

“Tak ada pun. Yang ada hanya pisang.“

Didepan mereka terlihat sekelompok daun pisang yang membentuk semacam rumpun-rumpun lebat. Pohon itu saling berhimpitan. Terkadang lebih dari lima yang berasal dari satu batang dengan tunas yang terus muncul. Ada juga bagian batang tua yang roboh dengan sendirinya dengan tubuh melunak. Pohon-pohon ini tumbuh tak tertata, atau bahkan secara liar berkembang dengan sendirinya. Tanpa ada yang menanam, dan para binatang liar dengan santainya menebarkan benih tumbuhan tersebut agar memenuhi bumi sesuka hati.

“Pisang apa?“ ujar si Lalan kecewa melihat buah yang sudah menguning dan tak seberapa besar tersebut. “Isinya biji doing.“

“Itu pisang. Yang tak berbiji yang bukan pisang. Orang bengkok begitu. Melengkung dan membentuk bulan sabit. Sudah jelas pisang itu.“

Akhirnya mereka memperdebatkan apa yang mereka ketahui tentang buah aneh itu. Memang terkadang apa yang dikira orang demikian, nyatanya bukan. Seperti kuda nil, ternyata bukan kuda, itu sejenis kerbau yang tak selalu di sungai nil.

“Yang berbiji Itu berry. Strawberry contohnya.“

“Makan aja ribet. Biji-biji. Enggak enggak. “ Akhirnya banyak-banyak pisang yang ada dicoba ditelan supaya perut terisi. Walau bukan nasi, kalaupun kenyang, maka sudah cukup membuat tenaga kembali normal dan pulih untuk bisa melarikan diri lagi jika bertemu dengan sesosok mahluk misterius yang ternyata banyak yang mesti mencoba mereka kala itu.

Klothak!

“Aduh gigi gue…“

“Itulah makanya disebut bukan pisang, karena bijinya bikin sakit di gigi. “

Nggak kenyang hanya membuang biji terus. Tapi lumayan, yah daripada tak ada apa-apa yang bisa dimakan. Buah itu sudah mendingan sebagai pemanis rasa.

“Siapa tahu habis ini kita bisa menemukan buah ketimun di ladang orang. “

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!