Episode 16

“Hah… hah… capek lagi.“ Mereka sejenak berhenti. Mengatur nafas. Memang dirasa demikian kacau. Sudah semenjak lama mereka melakukan hal demikian terus-menerus. Mulai masuk hutan itu, hingga kali ini. Dan hampir tak terisi minuman. Maka tidak heran kalau dirasa begitu lelah. Untuk hal demikian saja. Bahkan hanya dianggap sepele. Melintasi satu ruang. Tapi ketakutan dan rasa pedih akibat sautan dari mahluk tadi membuat kelihatan sangat menguras tenaga. Ibarat membandingkan lari ribuan kilo dengan satu kilo di kejar buaya darat maka rasanya sama capek. Tapi karena ini di rumah dan tak ada buaya, yang ada hanya mahluk mengerikan itu, maka lebih indah jika berkata seram itu akan hilang andai sudah berhasil keluar dari daerah tersebut dan menjangkau tepian hutan untuk sampai rumah. Itu harapan yang terpikirkan semenjak awal.

Lalu bersiap melangkah lagi. Tentu dengan hati-hati dan kewaspadaan penuh. Sesekali ditoleh kepala nya ke belakang. Pada ruang dimana mahluk setengah manusia dan setengah biadab itu semula berada. Dan sudah ancang-ancang, jikalau tahu-tahu si manusia mahluk tadi ada di dekat mereka, atau langsung melakukan penyerangan secara terencana.

“Ngejar nggak dia?“ tanya Aqi. Sama seperti Lalan. Dia juga penuh kewaspadaan. Apalagi merasa sudah tua. Bilamana nafasnya terasa demikian memburu. Untuk merasa lelah dan capek sangat cepat terjadi. Makanya berusaha sebisa mungkin mengetahui keberadaan mahluk tak kasat mata itu. Atau jika kasat, anggap saja mahluk itu mahluk jejadian yang sangat mengerikan kecampuran biadab dan kurang pendidikan.

“Tahu. Tadi sih ngejar,“ ujar Lalan. “Dia ada di ruang sebelah.“

“Itu pintu lagi.“ mereka kembali melihat satu pintu kokoh pada seberang lain dari ruang besar tersebut. Keadaannya mirip dengan yang baru saja mereka lewati itu.

“Banyak amat pintunya.“

“Entah, lawang sewu kali,“ kata Lalan menebak, dan seakan mulai jenuh pada gedung itu yang terasa kembali seperti labirin yang penuh dengan jebakan.

“Yuk kita lewat lagi,“ ujar Aqi.

Mereka melintasi ruangan tersebut.

“Yah, dia di sana sudah,“ kata Aqi begitu mereka melewati pintu dan menyeberangi ruangan tadi. Nampak kembali satu sosok yang begitu menyeramkan. Terutama buat mereka yang masih merasa trauma dengan berbagai kejadian yang menakutka buat mereka, apalagi dengan adanya bekas luka mendalam yang kini di derita. Semakin membuat rasa takut demikian membuncah. Dan tak akan hilang untuk tempo yang tidak se singkat – singkat nya. Terasa butuh waktu yang lama untuk mengembalikan rasa pada keadaan semula. Bahkan terkadang memerukan ahli terapi dalam memulihkan hal tadi. Sebab apa yang demikian membekas itu akan sulit diabaikan, apalagi sampai memusnahkannya. Tak banyak orang yang sanggup melakukan itu. Meski ada saja yang bisa melakukannya, kebanyakan dari yang terkena tentu tak akan semudah itu melakukannya.

“Gawat cepat kita melintas saja.“

“Et… et… ngejar dia,“ mereka panic.

“Cepat lari nanti, kena cakar lagi kau belum kalau nggigit bisa rabies kan,“ ujar Aqi.

“Huh mana berat lagi pintunya,“ ujar Lalan yang mencoba menarik gagang pintu tersebut, tapi seakan ada yang menahannya dari dalam. Atau hanya sekedar engsel pintu itu yang rusak.

“Eh hamper kena!“ ujar Aqi menghindar.

“Masuk dulu cepat!“

Mereka masuk ke ruang lain lagi setelah berhasil membuka pintu yang begitu kokoh, meski cuma membukanya saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!