Bab 15. Setelah pulang

...🍀🍀🍀...

Rania dirawat oleh nenek itu dan cucunya yang berusia sekitar 10 tahunan sampai dia benar-benar pulih. Hingga keesokan harinya setelah Rania berhasil berkomunikasi dengan keluarganya di kota, Rania pun dijemput oleh neneknya yang ternyata selama ini mencarinya.

"Ya Allah Ran..." Nenek Rania menangis yang lalu memeluk Rania dengan eratnya.

Rania merasakan rindu yang sama, dia lega masih bisa bertemu dengan nenek dan dia masih bisa melihat dunia. "Nenek...hiks." Tangis Rania pecah di dalam pelukan sang nenek.

"Alhamdulillah kamu selamat nak! Ya Allah gusti..." Nenek memeluk Rania dengan erat, mengucap syukur kepada yang kuasa atas keselamatan Rania, cucunya.

"Maafin Rania nek, maafin Rania...Rania udah gak nurut sama nenek! Hiks..." Gadis berusia 17 tahun itu masih menangis didalam pelukan neneknya.

Saat itu juga Rania langsung dibawa pulang oleh neneknya dan supir keluarganya yang bernama Joko. Di sepanjang perjalanan Rania terdiam melamun, dia hanya menatap keluar kaca mobilnya. Melihat-lihat pemandangan hutan disekitarnya.

"Ran?"

"Ya nek?" sahut Rania tanpa menoleh ke arah neneknya.

"Nenek senang kamu selamat nak, udah seminggu pihak kepolisian dan tim SAR cari kamu ke hutan. Tapi kamu gak ditemukan juga,"

Sontak saja Rania terbelalak menatap neneknya, apa katanya? seminggu?

"Nek, nenek bilang seminggu? Polisi dan tim SAR mencariku?" Tanya Rania dengan kening berkerut.

Satu minggu? Aku kan hanya satu hari disana?

"Iya Ran, kamu udah hilang seminggu. Orang tua Ivan, Mila, Rendra sama Nita juga cariin mereka...tapi katanya mereka belum ditemukan. Ran, kamu tau kemana mereka nak?"

Seminggu...pantas saja satu hari terasa lama disana.

Rania mengepal erat dengannya, hanya mata yang mengalir di saat neneknya melontarkan pertanyaan tentang keempat temannya. "Hiks...hiks.."

Gadis itu sungguh tidak sanggup untuk mengatakan apa yang telah terjadi di sana, dia belum siap untuk mengatakannya. Berat rasa hatinya jika dia dipaksa harus mengingat kejadian di hutan itu. Sudah lepas dari sana saja adalah sebuah keberuntungan. Bu Wida paham akan hal itu, dia pun tidak bertanya lagi.

"Udah sayang, jangan dijawab gak apa-apa kok. Kita pulang yuk, semuanya akan baik-baik saja...kamu bisa cerita nanti," Bu Wida, wanita tua itu memeluk Rania yang menangis terisak-isak.

"Nenek, Ivan, Nita, Mila sama Rendra...mereka...mereka..." Rania terisak didalam dekapan neneknya.

"Udah Ran jangan diteruskan, kita pulang saja ya? Nanti di rumah Oma buatkan cumi hitam kesukaan kamu ya nak?" Bujuk Bu Wida pada cucunya yang masih menangis. Dalam hati, dia jadi menyesal kenapa dia harus menanyakan tentang teman-teman Rania.

Butuh waktu kurang lebih 3 jam perjalanan dari desa terpencil dekat hutan Kalimati itu untuk sampai ke rumah Rania yang letaknya di ibu kota karena macet. Kalau tidak macet, 1 jam saja sudah sampai.

Bu Wida membawa cucunya masuk ke dalam rumah, tatapan Rania kosong dan terasa hampa. Ya, hampa dan berat bagi Rania lantaran dia kembali sendirian, sedangkan ke empat temannya sudah menjadi arwah penasaran di hutan sana.

Rasa bersalah menggerogoti hatinya, menusuk jantungnya, terutama rasa bersalahnya pada Ivan. Itu karena jelas-jelas dia melihat Ivan dibawa dedemit tepat didalam matanya dan Rania tidak bisa membantunya.

Kasihan melihat cucunya seperti itu, Bu Wida mencoba menghiburnya. Segala macam cara dia lakukan agar Rania mau berbicara, bahkan sudah masuk waktu sekolah pun Rania tidak masuk sekolah dengan alasan sakit.

Ya, dia memang sakit! Bukan sakit hati memainkan sakit mentalnya. Dia tak pernah keluar dari kamar setelah satu minggu kembali dari hutan Kalimati.

TOK!

TOK!

TOK!

Suara ketukan pintu terdengar dari pintu masuk. Bu Wirda yang tadinya akan pergi ke kamar Rania, berbalik arah ke depan pintu. Wanita tua itu membuka pintunya, dia melihat seorang perempuan berusia sekitar dua puluh tahunan dan disampingnya ada seorang pria memakai kacamata, berusia sekitar 20 tahunan juga. Mereka berdua memiliki paras yang cantik dan tampan, entah siapa mereka ini dan apa tujuannya datang ke rumah Rania.

"Assalamualaikum Bu," sapa anak perempuan dan anak lelaki itu.

"Waalaikumsalam," tatapan Bu Wida menelisik pada kedua anak itu.

"Bu, maaf ganggu...kami mau ketemu Rania." kata anak perempuan itu sopan. "Perkenalkan saya Amira, kakaknya Rendra." Amira memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan pada Bu Wida, dengan senang hati wanita tua itu menyambutnya.

"Saya Bu Wida, nenek Rania." Bu Wida memperkenalkan dirinya.

"Oh ya Bu, perkenalkan juga ini temen saya namanya Galang. Dia Kakaknya Mila, teman Rania." Amira memperkenalkan Galang.

Pria muda berlesung pipi satu itu tersenyum ramah pada Bu Wida. "Ya Allah, maaf ya... seharusnya saya mempersilakan kalian masuk. Maafkan saya karena tidak sopan, ayo masuk lah!" Bu Wida hampir saja lupa mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah.

"Tidak apa-apa Bu," jawab Galang.

Galang dan Amira pun masuk ke dalam rumah itu bersama dengan Bu Wida. Mereka berdua langsung mengatakan tujuan mereka kesana adalah untuk bertemu Rania dan menanyakan tentang cerita hutan Kalimati itu, supaya mereka bisa menemukan adik mereka yang hilang.

"Maaf ya sebelumnya, bukannya ibu gak mengizinkan kalian bertemu Rania. Tapi Rania, bahkan tidak mau membukakan pintu kamarnya setelah pulang dari sana. Dia tidak mau keluar dari kamarnya, jika kalian bisa membujuk Rania silahkan saja." Jelas Bu Wida mengatakan situasi tentang cucunya.

"Iya Bu, kami akan mencoba." Kata Amira penuh tekad.

Bu Wida menggiring Amira dan Galang pergi ke kamar Rania, pintu kamar itu tertutup rapat. "Ini kamarnya Bu?" tanya Amira melihat pintu berwarna putih itu.

"Iya nak,"

Bu Wida mengetuk pintu kamar Rania berkali-kali, seperti biasanya Rania tidak membuka pintu kamar itu, bahkan bersuara saja tidak. Galang dan Amira saling melirik, mereka sudah tak sabar bicara dengan Rania.

"Ran... buka pintunya, ini ada kakaknya Rendra sama kakaknya Mila yang mau ketemu sama kamu, nak..."

Berbagai macam rayuan dan bujukan terus menerus diucapkan Bu Wida, namun yang ada didalam kamar itu tidak bergeming. Setiap kali pintu di dobrak, Rania hanya terdiam seperti orang stress. Setidaknya dia tidak bunuh diri dan mau minum setetes air, walau tak mau makan.

"Bu, boleh saya coba bujuk?" Saran Amira.

"Silahkan nak,"

Kali ini Amira yang mengetuk pintu, "Ran...ini kakak, kak Amira...kakaknya Rendra. Kakak jauh-jauh kesini mau ketemu sama kamu Ran. Tolong kasih tau kami, dimana Rendra dan teman-teman kamu yang lain."

Di dalam kamar itu, Rania meringkuk tapi dia bergerak menoleh ke arah pintu. Tampaknya gadis itu mendengar ucapan Amira.

"Rendra, mendatangi kakak..." ucap Amira dengan air mata yang berlinang dan suara serak.

Rania mulai merespon, wajahnya terlihat resah dibalik kegelapan kamarnya itu.

Galang ikut bicara, "Iya Ran, bahkan Mila juga mendatangi Kak Galang. Didalam mimpi itu, Mila meminta tolong pada kakak sambil menangis...katanya jiwanya tidak tenang."

Terhenyak!

Rania langsung beranjak dari tempat tidurnya dan berdiri didepan pintu. Gadis itu bersiap memegang gagang pintu, apa dia akan membukanya?

...*****...

Terpopuler

Comments

󠇉

󠇉

kasian rania 😪😪😪

2022-07-09

1

Riani

Riani

Lanjut kakak

2022-07-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!