Bab 9. Bertemu Nita

Pov Rania

😈😈😈

Bukit air terjun? Temukan? Ya, jelas-jelas aku mendengarnya mengatakan itu.

Aku melihat si nenek aneh itu diselimuti oleh cahaya hitam disertai angin kencang yang membuat tubuhku kedinginan hingga menusuk sampai ke tulang tulangku. Bulu kudukku masih saja berdiri, tidak mau turun merasakan suasana mencekam itu.

Beberapa saat kemudian, aku dikagetkan dengan keadaan sekitarku begitu aku membuka mata.

Astaga!

Dimana ini? Bukankah tadi aku berada di warung lesehan itu bersama si nenek misterius yang memberikanku mie cacing? Lalu sekarang mengapa aku berada disini?

Peluh membasahi tubuhku, entah berapa lama lagi aku merasakan ketakutan dan keresahan ini. Kini aku berada ditengah-tengah tempat aneh lainnya, kulihat didepanku ada batu-batu dan ada gundukkan tanah didepannya.

"I-ini...bukannya kuburan?" gumamku terbata-bata dan dengan yakin didalam hati. Aku percaya bahwa itu adalah kuburan dan aku berada ditengah kuburan itu.

Mulutku ternganga, lalu aku menutupnya dengan kedua tangan. Ingin aku berteriak saat itu juga, namun ada rasa takut didalam hatiku. Jika aku berteriak, bagaimana kalau yang datang itu bukan teman-temanku melainkan makhluk lainnya?

"Ya Tuhan, aku ingin pulang...aku ingin pulang," tanpa sadar aku meneteskan air mata, rasa sesak dan sesal didalam hati begitu terasa di dadaku.

Aku menyesal, kenapa aku harus keras kepala dan memasuki hutan terkutuk ini! Kalau saja dan seandainya aku menuruti apa kata kakek yang disebut, "Mbah Jambrong' itu. Mungkin saja aku akan berada di rumah bersantai seperti biasanya. Tapi semua itu hanyalah anganku saja, faktanya aku berada disini dan terjebak bersama teman-temanku.

Hanya sesal, itulah yang kurasakan!

Balasan dari keangkuhanku yang tidak percaya akan adanya makhluk gaib, mungkin inilah karmaku.

Tubuhku masih belum bisa berdiri dengan tegap, air mataku masih mengalir deras tak mau berhenti. Aku sadar, seharusnya aku tidak begini dan aku seharusnya bangkit. Namun fisikku tak mau mendengar, kakiku lemas, tanganku gemetar, peluh keringat juga membasahi wajahku.

Tak lama kemudian, aku mencoba bangkit berdiri dengan kedua kakiku, walau aku lemas. "Ugghh...ya Allah," gumamku sambil berdiri.

Ketika aku berdiri, aku melihat penampakan jelas didepan mataku. Seorang pria tengah berdiri mematung didepanku, yang aku lihat hanya siluetnya. Tapi aku yakin dari perawakannya dia adalah seorang pria.Pria bertubuh jangkung itu berdiri jauh didepanku.

Aku berusaha mengabaikan sosok pria jangkung itu dan memilih untuk melarikan diri. Takutnya dia seperti si nenek misterius yang memberikanku makanan cacing dan minuman darah!

Aku membalikkan badan dan mulai berlari, namun saat aku baru berjalan tiga langkah. Sosok pria jangkung itu tiba-tiba saja berdiri didepanku. "Hah!"

Terkejut diriku bukan main, ketika melihat sosok pria jangkung itu tepat didepanku dan dia berdiri tegap. Tubuhnya begitu tinggi, selebihnya aku tidak melihat lagi karena aku takut melihatnya terutama wajahnya.

Tubuhku gemetar, berkali-kali aku menelan salivaku. Tiba-tiba saja terdengar suara erangan dari pria itu, sontak saja aku berjalan mundur menghindar.

Baru satu langkah aku berjalan mundur, tiba-tiba saja.

Ah! ASTAGA!

Sebuah kepala menggelinding di kakiku, aku melihat kepala itu tertawa-tawa dengan wajah penuh luka. "Khikkkkk... khikkkkk... khikkkkk..."

Kumohon jangan ganggu aku, kumohon aku sudah lelah dengan semua ini! Pulangkan saja aku juga teman-temanku dan kami berjanji tidak akan menginjakkan kaki di hutan Kalimati ini. Pikirku dalam hati, seraya berdoa kepada yang kuasa untuk melepaskanku dari rasa takut ini.

"Aaa..." Inginku teriak, namun suaraku tertahan disana.

Greeekkkk!!

"Aaahhhhhhhhh...!!" Aku terkejut lagi dengan apa yang dilakukan kepala itu pada kakiku, dia mencegahku untuk berlari dengan menggigit kakiku.

Aku menjerit bukan karena sakit, tapi karena aku takut . Ya Allah, tolong... lepaskan aku dari sini, bebaskan aku.

Mulutku komat-kamit membaca doa yang kubisa, berharap kepala buntung itu berhenti menggigit kakiku. Berharap aku bisa berlari dan tubuhku tidak beku lagi.

Beberapa saat kemudian, aku terjatuh saat tangan dari pria kepala buntung itu mendorong tubuhku.

Ackk!!

Tubuhku ambruk ke lantai, lalu si kepala buntung itu mendekat ke arah wajahku. Kini terlihat jelas bagaimana wajah dari kepala buntung itu. Wajah penuh luka sayatan, memiliki darah yang masih segar, matang bolong dipenuhi belatung, bahkan salah satu belatungnya jatuh ke wajahku.

Jijik! Itulah yang aku rasakan ketika belatung belatung itu berjatuhan ke wajahku. Suaraku lagi-lagi tertahan, aku ingin menutup mata tapi aku tak bisa.

"Kamu...akan mati!"

Deg!

Jantungku berdebar kencang mendengar suara besar dari kepala buntung itu yang mengancam ku.

Entah apa yang terjadi setelahnya, aku mendengar suara tidak asing memanggil namaku. "Ran! Rania! Bangun, woy!"

Rendra? Ya, itu suara Rendra yang memanggil namaku. Aku ingin membuka mata, tapi kenapa rasanya amat berat. Kurasakan sepasang tangan mendekap tubuhku, menggoyangkan tanganku. Tapi mataku lelah dan berat, padahal aku ingin melihat suara yang memanggilku itu. Benarkah Rendra, ataukah halusinasiku saja?

"Ran! Bangunlah,"

Kali ini aku mendengar suara cempreng khas Ivan, temanku. Sepertinya itu benar mereka.

Dengan berat dan sulit, aku membuka mataku. Benar saja, Rendra, Ivan dan Nita da didepanku. Hah? Nita? Mengapa Nita ada disana?

"Ran... syukurlah Lo udah sadar!" Nita memegang tanganku, terlihat rasa lega didalam wajahnya itu.

"Nit, ini benaran Lo?" Tanyaku pada Nita, masih tidak percaya bahwa dia yang tadinya hilang ternyata ada didepanku. Aku beranjak duduk, lalu aku memeluk Nita dengan erat.

"Iya ini gue, Ran." Nita membalas pelukanku dengan erat.

Aku melihat wajah Rendra dan Ivan yang lelah itu, mereka tersenyum melihatku dan Nita berpelukan. Kemudian mereka mengajakku untuk kembali berdiri dan mencari jalan keluar dari sana. Di dalam perjalanan Rendra dan Ivan bercerita padaku, bahwa aku jatuh pingsan selama hampir dua jam.

Aku terkejut, pasalnya aku berada di warung lesehan itu bersama si nenek misterius. Aku menceritakan pada Rendra, Ivan dan Nita bahwa aku bertemu nenek misterius juga makan di warung lesehan miliknya. Lalu aku tiba-tiba berada di sebuah makam.

"Serius? Lo dari tadi gak kemana-mana Ran, Lo pingsan dan gue yang bopong tubuh Lo.." ucap Rendra padaku.

"Itu pasti mimpi," ucap Nita menimpali.

"Mimpi? Kayaknya terlalu serius untuk jadi nyata deh. Kalau itu mimpi, apakah gak terlalu aneh?" gumamku berpikir keras.

Ketiga temanku itu melihat ke arahku dengan tatapan penuh pertanyaan. "Lo mimpi apa memangnya? Apa si nenek dimimpi Lo bilang sesuatu?" tanya Ivan padaku, kulihat keningnya berkerut.

"Dia bilang sama gue tentang bukit air terjun dan temukan, gue gak ngerti apa maksudnya." jelasku pada ketiga temanku.

Kulihat wajah Ivan pucat pasi ketika dia mendengar penjelasanku tentang bukit air terjun. "Van, ada apa?" Tanyaku pada Ivan.

"Kita harus segera temukan bukit air terjun itu! Mungkin itu adalah petunjuk!" Ujar Ivan yakin bahwa hal yang aku katakan adalah petunjuk.

"Gak ada salahnya mencoba," jawab Rendra sambil mengangguk setuju.

Aku dan Nita juga setuju dengan saran Ivan, meski sebelumnya Ivan sempat berbohong pada kami.

Kami melihat ke langit yang masih gelap itu, seakan malam tak pernah berakhir untuk kami. Padahal rasanya kami sudah terjebak selama berhari-hari didalam sana.

...****...

Terpopuler

Comments

󠇉

󠇉

aku takut sama kepala buntung 😭😭🤣🤣🤣

2022-07-07

0

Zara Layla

Zara Layla

kasihan mana si Mila belum ketemu

2022-06-23

1

Hanna Randell

Hanna Randell

sekali baca langsung beres aja kak 🤣

2022-06-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!