11. Bertemu Orang Pintar

Ratih yang masih penasaran perlahan-lahan menaiki tangga. Gadis itu sampai di lorong. Tak ada siapapun di sana. Hanya ada satu ruangan yang sepertinya digunakan untuk kelas. Sisa ruangan lainnya seolah terhenti pembangunannya. Padahal kalau dari bawah terlihat lantai empat itu sudah jadi. Entah kenapa, lantai tersebut malah tidak digunakan.

"Wah, aku baru tahu kalau di sini ada kelasnya," gumam Ratih.

"Ratih…." 

Suara perempuan terdengar memanggil nama Ratih. Sayup-sayup juga terdengar isak tangis tetapi bukan hanya satu melainkan banyak isak tangis.

"Siapa itu?" tanya Ratih.

"Ratih...."

Tiba-tiba, Ratih melihat Ferdian yang berjalan memasuki ruangan kosong tersebut. 

"Itu kan … itu, kan, Kak Ferdian," ucap gadis itu.

"Ratih...."

Ratih mengikuti pemuda tersebut. Dia bahkan mencoba memanggil Ferdian, tetapi pemuda itu tak juga mendengar dan menoleh ke arahnya. Pemuda itu masuk ke ruangan kosong tersebut.

"Kak Ferdian ngapain sih masuk ke ruang itu?" Ratih makin penasaran dan mengikuti Ferdian.

"Kak Ferdian!" seru Ratih memanggil.

Pintu ruangan itu terbuka seolah memanggil Ratih untuk segera masuk.

"Waah... sebenarnya kelas ini bagus loh. Udah ada kursinya sama meja juga terus sama white board juga. Kenapa nggak dipakai, ya?" Ratih malah terkagum-kagum saat memasuki ruang Kosong tersebut.

Brak!

Tiba-tiba, pintu ruangan itu tertutup dengan kencang.

"Ratih…."

"Si-siapa? Siapa itu?" Rati menoleh ke kanan dan kiri. Dia mencari asal suara tersebut.

Brak!

Brak!

Brak!

Pintu kelas terus saja terbuka dan tertutup.

Tiba-tiba, sosok seorang gadis muncul dan berdiri menghadap jendela. Dia membelakangi Ratih. Gadis itu penasaran dan mendekat.

"Ha-halo, kamu, kamu siapa, ya?" tanya Ratih.

Gadis misterius itu hanya tertawa.

"Hahahaha, halo Ratih."

"Ha-halo. Ummm... apa kamu lihat Kak Ferdian?"  tanya Ratih lagi.

"Lalu, kau pikir aku itu Ferdi?! Hahaha, dasar gadis bodoh! Ayo, sekarang kita bersenang-senang!" ajaknya.

Suara tulang leher yang bergerak terdengar saat gadis misterius itu menoleh. Kepala gadis misterius itu berputar seratus delapan puluh derajat.

Krek krek krek.

Krek krek krek.

Gadis itu berjalan mundur tetapi wajahnya mengarah ke arah Ratih. Dia terlihat sangat mengerikan. Wajahnya penuh luka berongga. Aroma anyir darah dan nanah bercampur jadi satu. Ratih terkesiap. Tubuhnya mendadak kaku tak bisa bergerak.

"Ratih … ayo main denganku!" ucapnya dengan tawa yang menyeringai dan mengerikan.

"Tidak! Tidak mau! Pergi! Pergi dari sini!" pekik Ratih.

"Ayo, main denganku!" ajaknya.

"Tidaaaaaaakkk!" Ratih berteriak sekuat tenaga.

Dia berusaha bergerak menuju ke pintu dan meminta tolong. Tak ada siapapun yang bisa mendengar teriakan Ratih. Setelah memasuki ruang kosong tersebut, seolah sosok Ratih hilang ditelan bumi dan tak bisa ditemukan. Tak ada siapapun juga yang melihat Ratih menuju ke lantai empat di SMA Abadi Jaya.

...***...

"Ayo, Nan! Pakai motor gue aja!" ajak Devon.

"Memangnya kenapa kalau pakai mobil gue?"

"Jalanannya sempit nanti mepet kalau bawa mobil. Lagian takut macet biar cepet," ucap Devon.

Akhirnya sepulang sekolah, Anan mengikuti Devon untuk bertemu seorang pria paruh baya yang terkenal dapat mengobati penyakit yang tak terdeteksi oleh medis. Pria yang kerap disapa Mbah Marjan itu juga mampu melihat dan berkomunikasi dengan makhluk astral. Anan menumpang Devon menaiki sebuah motor vespa matic menuju ke rumah Mbah Marjan.

"Masih jauh nggak sih, Von? Pantat gue mulai panas nih!" seru Anan dari jok belakang itu.

"Dikit lagi, udah diem aja duduk yang tenang. Rumahnya masuk gang makanya gue nggak ngasih elu bawa mobil ke rumah Mbah Marjan," jawab Devon.

"Iya gue juga tau, lagian juga gue sengaja nggak jujur ke tante gue soalnya gue takut. Tapi ini lama banget tau, mana panas," keluh Anan.

"Terus elu bilang apa ke tante elu?" tanya Devon. 

"Gue bilang aja, mau kerja kelompok di rumah elu," sahut Anan.

"Terus dia percaya?"

"Ya enggak sih. Dia cuma bilang tumben," sahut Anan.

Tiba-tiba, vespa matic yang dikendarai Anan dan Devon berhenti mendadak. Janggut Anan sampai terantuk kepala belakang Devon. 

"Duh, lu kenapa lagi sampai berhenti mendadak gini?!" seru Anan mulai kesal.

"Sorry, Nan, ada kang palak soalnya," sahut Devon.

"Waduh! Setan valak maksudnya? Gue kan cuma bilang yang ngikutin gue kuntilanak. Lha ini kenapa si valak pakai muncul juga di sini?" Anan berusaha menyembunyikan wajahnya karena takut melihat hantu itu.

"Eh, tutup botol!  Bukan valak itu yang gue maksud. Ini tukang palak yang suka minta duit maksa itu," ucap Devon.

"Oh, itu."

Anan melihat sekumpulan anak kecil berusia lima sampai tujuh tahun menghadang keduanya. Mereka bertolak pinggang menghangi jalan vespa itu.

"Elu punya permen nggak, Von?" bisik Anan.

"Anak kayak gini mah mana mau sama permen," sahut Devon. 

"Waduh, terus maunya apa?" Anan dan Devon masih mengamati kelakuan para preman kecil itu.

Mereka bertolak pinggang, ada juga yang melotot lalu meludah sembarangan. Ada juga yang mengeluarkan ikat pinggang berkepala besi dan memutar-mutarnya di atas kepala.

"Om, bagi duit!" pinta si pemimpin berkepala botak itu.

"Wah, udah persis banget sama tuyul. Berani-berani amat luh minta duit ke gue?" Anan turun dari motor Devon.

"Yah, si Anan pakai nantangin segala." Devon mengusap helm bagian depannya dengan kedua tangan.

"Elu punya permen, nggak?" tanya Anan pada Devon.

"Anak kayak gitu mah mana mau sama permen," sahut Devon.

"Terus maunya apa?"

"Duit, Nan," kata Devon.

"Eh, gaya banget bocah ingusan gitu malak duit. Buat beli apaan?" tuding Anan seraya menatap tajam ke arah para anak kecil tersebut.

"Buat main PS lah. Apa top up diamond. Udah kasih aja. Elu nggak liat tuh pada megang gesper?" sahut Devon.

"Hadeh, bocah zaman now. Udahlah kita bubarin aja, yuk! Kita omelin aja ntar juga bubar," ucap Anan.

"Nan, kalau kita ngomel nanti mereka ngadu ke emaknya. Terus habislah kita digebukin emak-emak sini. Elu belum pernah kan emak-emak bawa alat masak apa lagi ulekan buat keroyok kita?" tanya Devon.

"Astaga, barbar amat emaknya." Anan lalu mengeluarkan selembar uang seratus ribu.

"Sini, nih elu pada jajan bareng-bareng sono!" kata Anan seraya menyerahkan uang tersebut.

"Kurang, Om," sahutnya.

"Astaga, matre amat luh! Rugi gue ikut Devon ke sini." Anan menyerahkan lagi selembar uang seratus ribuan.

"Yeay, makasih ya Om. Sering-sering aja lewat sini!" seru salah satunya.

Rombongan anak kecil tadi berlalu pergi sambil tertawa kegirangan saat menerima uang dari Anan.

"Ogah gue lewat sini lagi! Amit-amit!" seru Anan.

...*****...

...Bersambung....

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓪𝓹𝓪 𝓡𝓪𝓽𝓲𝓱 𝓰𝓪𝓴 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓫𝓲𝓼𝓪 𝓭𝓲 𝓽𝓮𝓶𝓾𝓴𝓪𝓷 𝓵𝓰🤔🤔🤔🤔🤔

2022-10-13

1

🦋ChaManda

🦋ChaManda

Marjan? Udah kayak minuman Aaja!

2022-08-14

2

Fitri wardhana

Fitri wardhana

menang bnyak nie ka vie...dapet bnyK endorse dari iklan,cz nama pemeran nya iklan semua🤭🤭🤭 gpp kok ka vie asal kebagian aku😉

2022-08-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!