Ruang Kosong Di Sekolah

Ruang Kosong Di Sekolah

1. Anandita Mikhaela

Pukul delapan malam di sebuah gang yang ada di perkampungan bernama Kampung Hijau. Seorang gadis bertubuh ramping berjalan lebih cepat dari biasanya. Ada sosok tak kasat mata yang mengikutinya sedari tadi. Sosok itu melompat, mengikuti gadis belia di hadapannya.

Gadis berusia lima belas tahun yang baru saja mengikuti acara pelepasan di SMP itu membuka kain jarik yang menjadi bawahan kebaya yang dia kenakan. Dia lipat dan letakkan kain jarik itu ke dalam tas ransel miliknya. Rambut yang susah payah digelung oleh ibunya itu dia gerai.

Tepat di tikungan, gadis bernama Anandita Mikhaela itu segera bersembunyi di balik tiang listrik. Sampai sosok pocong itu muncul mencarinya.

"Buaaaaa! Mau ngapain ngikutin aku dari tadi?" tanya Dita.

Sosok pocong berwajah hitam itu tersentak. Dia menoleh pada Dita.

"Tolong saya."

"Kyaaaaaa!" Dita memilih berlari karena geli kala melihat ulat dan belatung keluar masuk dari wajah hitam pocong itu. Apalagi di bagian rongga matanya.

***

"Kamu pasti ketemu hantu lagi, ya?" tanya Bu Indah, sosok wanita empat puluh tahun itu masih tampak cantik. Meskipun wajahnya mulai terlihat sayu karena didera keletihan.

"Astagfirullah, Bu, mukanya belatung semua. Tadinya mau aku ajak bercanda, eh malah nakutin."

"Kamu tuh ya kebiasaan banget. Masa hantu kamu ajak bercanda."

"Hehehe, aku mau mandi dulu ya, Bu. Tadi acara perpisahannya seru banget."

Anandita Mikhaela, gadis bertampang pas - pasan yang memiliki kulit kuning langsat, mulus, dan juga bersih ini sebenarnya memiliki senyum yang menggemaskan. Gadis itu memiliki rambut hitam lurus sepinggang. Dia termasuk anak pintar saat di sekolah. Ibunya menatap dengan bangga plakat penghargaan juara umum yang dia ambil dari tas putrinya. Bulir bening itu sampai membasahi pipi.

"Alhamdulillah, Yah, putri kita selalu saja membanggakan," lirih Bu Indah seraya mengusap bulir bening di pipinya.

Anan, panggilan masa kecil yang berubah menjadi Dita saat bersekolah di SMP itu, sudah menjadi anak yatim sejak usia sepuluh tahun. Ayahnya yang bekerja sebagai masinis saat itu mengalami kecelakaan kereta api yang parah dan menewaskan sang ayah saat itu juga.

"Bu, kok nangis?" Dita keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Selamat ya, Nan, ibu terharu dan bangga banget sama kamu."

Dita langsung memeluk ibunya.

"Oh iya, Nan, tadi ada surat buat kamu." Bu Indah segera mengambil sepucuk surat yang dia simpan di laci tadi. Lalu, menyerahkannya pada putrinya.

Dita meraih surat dengan amplop putih dari tangan ibunya. Dia membuka lembaran surat tersebut yang ternyata berisi pemberitahuan kalau seorang Anandita Mikhaela berhasil mendapatkan beasiswa seratus persen untuk bersekolah di SMA Abadi Jaya.

"I-ibu, ibu ini serius buat aku?"

"Ya, Nan, itu buat kamu."

"Aku nggak mimpi kan, Bu?" Dita masih menatap tak percaya.

"Nggak, Nan. Kamu nggak mimpi. Kamu berhasil dapat beasiswa di sekolah favorit itu. Alhamdulillah, Ibu seneng banget, Nan."

Dita dan ibunya sampai berjingkrak-jingkrak kegirangan sambil berpelukan. Kebahagiaan Dita bukan sekedar karena dia masuk sekolah favorit, tetapi karena dia mendapat beasiswa seratus persen. Itu artinya dia bersekolah di sana dengan gratis. Dia bisa meringankan beban ibunya yang seorang single parent.

Ali, adik laki-laki Dita satu-satunya muncul seraya mengucek kedua matanya setelah terbangun karena suara berisik ibu dan kakaknya. Dia terkejut akan jerit kegirangan kedua perempuan tersayangnya itu.

"Pada ngapain, sih? Kok, Ali nggak diajak lompat-lompatan?" tanyanya dengan polos.

"Aliiiii! Kak Anan seneng banget malam ini!" Dita langsung meraih adiknya. Dia mengajak adiknya bergabung melompat-lompat.

"Jangan lupa sujud syukur, Nan." Suara berat seorang pria terdengar.

Dita menghentikan aksinya lalu menoleh pada pria itu. Tak terasa bulir bening jatuh membasahi pipinya.

"Iya, Ayah." Dita mengangguk.

"Nan, kamu pasti lihat ayah, ya?" tanya Bu Indah menyentuh bahu kiri Dita.

"Iya, Bu."

"Yeayyy, ayah pasti ke sini karena besok ulang tahun Ali," seru anak lelaki itu.

Setiap ulang tahun Ali, arwah ayahnya memang kerap datang untuk berkunjung. Meskipun tak masuk di akal, tetapi Dita percaya kalau ayahnya memang bisa hadir untuk sekedar menyapa Ali. Lalu, pergi lagi.

Dita memang memiliki bakat melihat makhluk tak kasat mata sedari kecil. Namun, berkali-kali ibunya berusaha menutup mata batinnya tetapi tak bisa. Dita masih ingin melihat ayahnya. Gadis  itu juga berusaha berjuang untuk tidak takut melihat makhluk gaib yang kerap datang menganggu.

Seorang wanita muda berusia dua puluh tujuh tahun turun dari Mercedes Benz hitam miliknya. Rambutnya dicat warna cokelat bergelombang. Wanita itu memasuki sebuah rumah mewah dengan pagar besi berlapis cat emas yang ada kepala harimau di tengahnya. Kedua bola mata wanita itu memindai sekeliling rumah sebelum akhirnya dia memasuki pintu utama.

"Selamat malam, Nona!" sapa seorang wanita paruh baya bernama Mey pada majikannya yang bernama Dewi.

"Malam, Bu Mey! Ada kabar apa hari ini?" tanya Nona Dewi 

"Dua orang asisten rumah tangga baru saja dipecat, Non."

"Sama Anan?" tanya wanita itu dengan mata terbelalak tak percaya.

"Iya, Non. Sama siapa lagi. Kucing Den Anan tadi kabur ke luar rumah terus ketabrak."

"Astaga! Kok, bisa sih?"

"Terus tadi katanya Den Anan terlibat perkelahian di sekolah," ungkap Bu Mey.

"Hadeh… sekarang anaknya di mana?" Nona Dewi menghela napas dalam. 

"Di kamarnya, Non. Masih marah-marah, banting-banting barang." 

Nona Dewi, atau wanita yang kerap dipanggil Tante Dewi itu merupakan adik dari ayah kandung Anan. Wanita itu sudah bagaikan ibu kandung bagi pemuda yang baru saja  berusia tujuh belas tahun itu. Sedangkan  ibu kandung Anan malah tinggal di Jepang bersama ayahnya dan juga saudara kembarnya.

Anan memiliki saudara kembar bernama Manan. Namun sayangnya, saudara kembarnya memiliki  penyakit yang entah dia pun tak tahu apa nama penyakitnya. Yang jelas, ibunya lebih mementingkan Manan ketimbang dirinya. Pemuda itu selalu berulah untuk mencari perhatian kedua orang tuanya. Akan tetapi, lagi-lagi hanya Tante Dewi yang selalu ada untuknya dan menjadi walinya di sekolah mana pun.

"Mau sampai kapan kamu bikin ulah terus? Mau kamu buat seribu ulah pun tetep mami sama papi kamu nggak akan pergi ke sekolah buat ketemu sama guru BK kamu, Nan!" bentak Tante Dewi seraya memasuki kamar Anan.

*****

Bersambung.

Hai, semuanya! Chat Story Ruang Kosong di Sekolah, Vie remake dan dijadikan versi novel saja ya. Rasanya sulit bersaing dengan CSnya para idol korea hehehe.

So, jangan lupa favorit, vote, like, dan komentar. Nanti versi CS nya akan Vie hapus. Makasih ya.

Terpopuler

Comments

Dinda

Dinda

Keren ceritanya, semangat berkarya thor

2024-04-13

0

Wy Ky

Wy Ky

keren

2024-03-30

0

Galih Rakhashiwi

Galih Rakhashiwi

brrti anan ada 2 ya Thor, anak cw sm anan cowo

2023-08-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!