2. Ananta Prayoga

"Ya, aku juga tahu. Itu semua karena Manan, bukan begitu, Tante?" Pemuda bertubuh tinggi dan tegap serta mata sipit itu tersenyum menyeringai. Menunjukkan wajah tampan yang dingin itu semakin sinis terlihat.

Ponsel Tante Dewi berdering. Rupanya pihak sekolah menghubunginya dan menjelaskan nasib korban yang Anan hajar tadi siang. Tak lama kemudian, wanita itu menutup ponselnya.

"Udah deh, Nan. Korban kamu kali ini bahkan sampai patah loh tangannya dan keluarga dia nuntut. Sekarang kamu maunya apa? Belum lagi kamu suka banget pecat pembantu di sini, kamu nggak kasian apa?!" 

"Mereka yang salah. Dikasih kerjaan bukannya kerja yang bener malah nggak becus! Terus, Tante mau tau kenapa si gorila itu aku patahin tangannya?" Anan mengepal tangannya.

"Kenapa?" 

"Karena dia menghina Tante." 

"Nan, biarkan mereka mau ngomong apa soal Tante asal kamu nggak kenapa-napa. Besok kita cari sekolah yang baru. Kamu harus pindah."

"Kan ada duit papi yang buat sekolah dan si gorila itu tutup mulut,  kenapa harus pindah?" tukas Anan.

"Anak yang kamu panggil gorila itu, anaknya investor perusahaan papi kamu, Nan. Namanya Gohan bukan gorila!" 

"Tapi dia udah ngatain Tante pecun dan nuduh Tante pelakor!"

"Papinya Gohan emang kurang ajar. Tapi Tante bertahan demi bisnis papi kamu."

"Udahlah, Tante! Jangan belain papi terus!" rengek Anan.

"Pokoknya siapkan diri kamu buat pindah sekolah!" 

Brak!!

Pintu kamar Anan ditutup dengan kasar. Tante Dewi segera menuju ke kamarnya. Dia memilih berendam di kamar mandi kamarnya untuk menenangkan diri. Sebenarnya sulit untuk membesarkan Anan dengan sikap keras dan kasarnya itu. Namun, kakaknya seolah tak mau mengurus Anan. Apalagi ibunya Anan lebih memilih mengurus putranya yang satu lagi. Jika dia tidak bisa bertahan. Maka, Anan akan sendirian.

Sementara itu, Anan yang marah lantas meninju cermin wastafel di dalam kamar mandinya sampai retak. Dia ingin sekali menangis. Namun, rasanya tak pantas jika harus membiarkan bulir bening itu bergulir dari matanya. Dia membendung sekuat mungkin dengan teriakan.

"Sampai kapan sih papi selalu sibuk kerja dan mami selalu ngurusin Manan? Sampai kapanpun?! Apa kalian mau  sampai salah satu dari kita mati, gitu? Apa kalian mau aku yang mati, hah?" 

Anan membentak di depan sebuah figura emas yang di dalamnya ada foto dirinya dan saudara kembarnya saat berusia lima tahun sedang duduk di pangkal ayah dan ibunya. Lalu, diraihnya figura tersebut dan dibanting keras di lantai.

...***...

Di sebuah lorong suatu gedung yang memiliki banyak pintu dan jendela, Dita melangkah melewatinya. Bangunan itu tampak seperti sebuah gedung sekolah. Dengan pencahayaan yang minim, Dita mencoba meraba-raba dinding untuk melangkah. Sampai sebuah pintu terbuka. Cahaya berpendar dari arah dalamnya. Dita mencoba melangkah menuju arah cahaya itu. Sekelebat bayangan melintas mengejutkannya. 

"Siapa itu?" Dita berusaha mencari sosok yang melintas tersebut.

Sampai akhirnya, dia mendapati seorang gadis sedang meringkuk. Gadis itu memakai seragam putih dengan rompi sweater, dan mengenakan rok kotak-kotak warna biru itu. Gadis itu sedang menangis. 

"Halo, kamu ngapain nangis di sini?" tanya Dita yang perlahan-lahan menyentuh bahu gadis itu.

Gadis itu menghentikan tangisannya. Dia menoleh ke arah Dita. Sayangnya, wajahnya tertutup oleh rambut panjangnya. Gadis itu bangkit dan langsung mencekik Dita.

"Ib-Ibu, Ibu tolong Anan, Bu!" Dita terbangun dari mimpinya yang menyeramkan. Namun, gadis itu tak bisa bergerak.

Dita merasakan ada sesuatu yang menindihnya dan masih mencekiknya. Akan tetapi, sosok itu tak terlihat. Tangan kanan Dita mencoba menggapai ibunya yang tidur di sampingnya bersama Ali. Karena hanya ada satu kamar dan satu kasur, mereka masih tidur bertiga kala itu.

"Ibu, tolong Anan," lirih Dita dengan suara serak. Napasnya terasa sesak. Dia kesulitan bernapas.

Kedua mata gadis itu sudah terbuka lebar menatap ke langit-langit kamar, tetapi tubuhnya masi terdiam kaku di atas tempat tidur. Dita berusaha sekuat tenaga untuk menggerakkan tubuhnya tetapi tetap saja tak bisa dua gerakkan.

Tubuh ramping itu terasa kaku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dita merasakan sesuatu sedang menindihnya. Namun, dia tak dapat melihatnya. Padahal biasanya gadis itu dapat melihat makhluk gaib. Untuk mengangkat tangannya saja sangat berat baginya, sehingga Dita kesulitan untuk meminta pertolongan dari ibunya. 

Ibu Indah masih saja terlelap di sampingnya. Dita terus mengerang semampu yang dia bisa. Namun, sekeras apapun Dita mencoba, tubuhnya malah akan lebih terasa ditekan keras oleh sesuatu. Sampai akhirnya, sang ibu terbangun karena kandung kemih tang terasa penuh. Ibu Indah menoleh ke arah Dita yang tangannya sedang mencoba menggapai sedari tadi.

"Astagfirullah, Anan! kamu kenapa, Nak?!" seru Ibu Indah sembari memukul paha putrinya pelan dan berkali-kali. 

Dita terlonjak. 

"Bu, bantuin Anan, Bu!" lirih gadis itu. 

"Baca ayat kursi, Nan!" Seru Ibu Indah sembari mengguncang tubuh putrinya lagi. Dia juga merapalkan ayat kursi berkali-kali. 

Lalu, dengan tepukan yang lebih kencang mendarat di paha Dita, akhirnya gadis itu terlonjak kaget dengan pukulan ibunya barusan. Pukulan itu berhasil membebaskan dirinya dari tindihan sesuatu yang tak dilihatnya. 

Dengan napas yang masi terengah engah, Dita pun bangun dari tidurnya. Dia langsung duduk di samping ibunya dengan keringat yang sedikit bercucuran.

"Ada apa, Nan?" tanya Bu Indah.

"Aku juga nggak tau, Bu. Aku lihat sesuatu yang aku juga nggak ngerti," jawab Dita seraya mengusap peluh yang bercucuran dari wajah ke lehernya.

"Ibu ambil minum dulu sekalian mau pipis," ucap Bu Indah lalu menuju ke kamar mandi yang terletak di samping dapur.

Tak lama kemudian, Bu Indah datang membawakan Dita segelas air. 

"Ini minum dulu," kata Bu Indag seraya memberi segelas air putih ke tangan Dita.

Gadis itu segera meraih dan meneguk habis air putih pemberian ibunya. Dia merasa sangat kehausan di tengah malam seperti ini. Hawa panas yang membuat gerah juga sangat terasa. 

"Kamu tuh kenapa, Nan?"tanya wanita berusia kisaran hampir lima puluh tahun yang duduk di samping Dita.

"Sekarang jam berapa, Bu?" Dita malah bertanya balik.

"Kamu tuh ditanya apa, malah nanya balik. Sekarang jam tiga," jawab Bu Indah.

"Aku solat tahajud dulu deh, Bu. Kali aja nggak mimpi buruk lagi," ucap Dita.

"Oh, ternyata kamu mimpi buruk. Ya udah sana solat dulu."

Dita bangkit menuju ke kamar mandi. Di hatinya masih bergejolak rasa yang tak menyenangkan. Gadis itu yakin sekali kalau dia berada di sebuah sekolah, sekolah menengah atas bernama SMA Abadi Jaya. Dita yakin karena melihat seragam yang dikenakan penampakan seorang gadis menyeramkan di mimpinya. Namun, mimpi itu terasa aneh. Apalagi Dita belum pernah menginjakkan kaki di sekolah itu. 

...*****...

...Bersambung. ...

Terpopuler

Comments

wulanzahira

wulanzahira

owww anakny son goku itu🤣🤣🤣

2023-03-16

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓓𝓲𝓽𝓪 𝓫𝓪𝓻𝓾 𝓶𝓾𝓵𝓪𝓲 𝓹𝓮𝓽𝓾𝓪𝓵𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷𝓷𝔂𝓪💪💪💪💪💪

2022-10-13

1

Fitri wardhana

Fitri wardhana

dita ketemu anan di sma ya thor??

2022-08-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!