6. Jangan ke Lantai Empat

"Memangnya kenapa, Kak?" Dita tahu kalau pemuda itu merupakan ketua OSIS di SMA Abadi Jaya sehingga dia memanggilnya dengan sebutan "Kak". Tadi sempat memberikan pengarahan pada para murid baru.

"Lantai empat belum digunakan jadi nggak ada apa-apa di sana. Baru ada satu ruangan yang tadinya mau digunakan untuk aula pentas seni. Tapi, belum sempurna makanya dikosongkan," ucapnya menjelaskan.

"Oh gitu … ummm, tapi tadi aku dengar kayak ada suara cewek sedang menangis." Dita masih memperhatikan anak tangga.

Raut wajah Ferdian mendadak terkejut, tetapi beberapa detik kemudian pemuda itu melayangkan senyum hangatnya lagi.

"Mungkin kamu salah dengar. Oh iya namaku Ferdian, aku ketua OSIS di sini. Nama kamu siapa?" Ferdian mengulurkan tangannya ke arah Dita.

"Oh gitu. Halo, Kak, namaku Dita. Aku murid kelas sepuluh A di sini." Dita menyambut uluran tangan Ferdian.

Anita datang langsung menarik tangan Dita. Namun, gadis itu sempat terkesiap dan menganga kala melihat ketampanan Ferdian.

"Halo!" sapa Ferdian dengan senyuman maut yang sukses membuat Anita menganga.

"Hap! Nanti banyak laler yang masuk baru tau rasa." Dita merapatkan mulut Anita sampai membuat Ferdian tertawa kecil.

"Ah, Dita mah! Jangan bikin malu aku dong. Halo, Kak, nama aku Anita." Gadis itu mengulurkan tangannya dan langsung dibalas oleh Ferdian.

"Saya kembali ke kelas ya. Selamat bergabung di sekolah ini. Saya harap kalian bisa beradaptasi dengan baik di sekolah ini. Jadilah salah satu murid berprestasi di antara kami. Salam pelajar cerdas!" ucap Ferdian penuh kewibawaan bagaikan ketua parpol yang sedang menebar janji politiknya. Pemuda tampan itu lalu berlalu.

"Duh, Kak Ferdian ganteng banget ya. Langsung cerah hari ku pas bisa tatap-tatapan sama dia hihihi." Anita masih saja tersenyum ceria menatap punggung Ferdian yang menjauh.

"Hih, lebay!" sungut Dita.

Dita kembali mendengar suara gadis yang menangis dari lantai empat.

"Nit, dengar sesuatu, nggak?" tanya Dita.

"Dengar apa, sih? Jantung aku emang lagi berdetak cepat nih gara-gara Kak Ferdian," sahut Anita.

"Ah, udahlah. Lupain aja. Yuk, ke kelas!" ajak Dita.

Saat menuju ke kelas, Dita sempat melihat sosok kuntilanak yang sedang duduk di sebuah ranting pohon kapas. Kedua mata yang masih meneteskan darah itu menangkap sepasang mata lentik milik Dita. Hantu wanita itu tersenyum menyeringai seraya menyisir rambutnya yang acak-acakan.

"Astagfirullah, masih pagi udah ngeliat kuntilanak aja," gumam Dita yang berpura-pura tak melihat penampakan itu.

Dita lantas memasuki kelas. Dita teringat dengan pesan ibunya. Biar bagaimanapun juga, ibunya sudah memintanya agar menjaga diri jika bertemu makhluk tak kasat mata. Sebisa mungkin Dita harus menghindari keberadaan mereka agar tak mendapat predikat "murid gila" atau murid tak waras seperti saat dia berada di SMP.

Namun, sosok hantu perempuan itu seperti penasaran dengan Dita. Kuntilanak itu sempat mengintip dari balik jendela layaknya sedang bermain cilukba dengan Dita. Sampai seorang guru pria dengan model rambut layaknya profesor botak menembus hantu itu. Kuntilanak langsung terperanjat dan ketakutan. Lalu, dia menghilang.

"Serem banget kali itu guru sampai si kunti kabur," gumam Dita dengan suara yang tak terdengar.

***

Bel istirahat terdengar mengalun. Anita segera menarik tangan Dita untuk menuju kantin. Akan tetapi demi bersikap hemat, Dita memilih membawa bekal.

"Kamu aja yang ke kantin. Aku udah bawa bekal, nih." Dita menunjukkan kotak makan bening berisi nasi dan telur dadar kecap pada Anita.

"Ya ampun Dita, hari gini masih bawa bekal. Aku traktir aja, yuk! Teman baru kamu … eh bukan ya, denger ya Ta, sahabat baru kamu ini anak pengusaha mebel terkemuka yang tajir melintir, makanya bisa masuk sekolah favorit yang mahal ini. Jadi, kalau mau jajan kamu bisa minta sama aku," ucap Anita dengan jumawa.

"Nggak boleh takabur, Nit. Suatu saat Allah bisa ambil harta kita kapanpun juga. Kehidupan bagai roda yang berputar, ingat itu. Jadi, jangan sombong ya." Dita melayangkan senyum manisnya.

"Ah, kamu kayak peramal yang minggu lalu mamah aku ceritain aja. Dia bilang tiga tahun ke depan mamah sama papah aku bakalan kena musibah dan jatuh miskin. Tapi aku nggak percaya sama ramalan, lucu aja gitu. Yuk, kamu harus temenin aku. Bawa aja ini bekalnya nanti ikut makan di sana!" pinta Anita dengan memaksa.

Anita tetap bersikeras menarik tangan Dita sampai akhirnya gadis itu menurut. Namun, kala menuruni anak tangga, Dita sempat melihat sesuatu di ruangan yang ada di bawah tangga. Sesuatu itu mengejutkannya.

Di bawah tangga tersebut ada sosok hantu gadis belia tanpa kepala. Dia memakai seragam sekolah yang sama dengan yang Dita pakai. Di bagian kerah seragamnya masih mengeluarkan darah yang menetes membasahi seragam putih dengan rompi kotak-kotak warna hijau itu.

Secara tak sengaja karena fokus dengan penampakan yang Dita lihat, gadis itu sampai menabrak Anan. Isi dalam kotak makannya berhamburan mengotori seragam sekolah yang Anan kenakan.

"Heh, kalau jalan pakai mata dong! Makanan elu bikin kotor seragam gue, nih!" bentak Anan.

"Ma-maaf, aku nggak sengaja. Lagian gimana juga jalan pakai mata, emangnya aku lagi sirkus apa," tukas Dita seraya membersihkan nasi dan telur yang berserakan itu.

"Dia kan nggak sengaja, Kak. Biasa aja kali ngomelnya." Anita lalu memanggil salah satu petugas kebersihan sekolah.

"Bodoh banget jadi cewek!" cibir Anan.

"Heh, kalau aku bodoh mana mungkin aku bisa masuk sekolah di sini dan dapat beasiswa di sini. Jangan mentang-mentang berkuasa dengan uang, kamu bisa seenaknya menghina orang lain, huh!" Dita balik membentak.

Nyali Anan ciut jjuga. Dia tak menyangka akan ada gadis yang berani membentaknya.

"Cih, sial banget gue dimasukin ke sekolah ini gara-gara ketemu elu!" Anan berlalu menuju ke kantin.

Anita kembali bersama petugas kebersihan sekolah.

"Udah, Neng, biar saya aja yang bersihin," ucap Pak Yadi.

"Jangan, Pak. Saya yang salah, biar saya aja yang bersihin," cegah Dita.

"Eh, jangan atuh, Neng. Saya kan petugas kebersihan sekolah ini. Jadi biar saya aja yang bersihin. Ini bekal makannya nanti dicuci aja di wastafel situ." Pak Yadi menyerahkan kotak makan milik Dita.

"Makasih banyak ya, Pak. Mohon maaf sebelumnya," ucap Dita.

"Pak Yadi, tolong bersihin ya," pinta Anita.

Pak Yadi mengangguk seraya tersenyum. Keduanya sudah saling mengenal. Berkat ibunya Anita lah, Pak Yadi dapat bekerja di sekolah elite itu.

Dita masih menatap ke arah hantu perempuan tanpa kepala tadi. Sosok itu masih berdiri di tempatnya semula. Ruangan di bawah tangga itu digunakan sebagai tempat penyimpanan tongkat pramuka para murid dan juga tiang gawang.

"Neng, jangan diliatin terus. Dia nggak nakal, kok. Dia cuma berdiri aja di situ," bisik Pak Yadi mendekat ke arah Dita.

"Ba-bapak, juga bisa lihat?" bisik Dita.

...*****...

...Bersambung...

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓐𝓷𝓪𝓷 𝓷𝓰𝓪𝓶𝓾𝓴 𝓷𝓪𝓷𝓽𝓲 𝓶𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓼𝓾𝓴𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓓𝓲𝓽𝓪😏😏😏😏😏

2022-10-13

1

Fitri wardhana

Fitri wardhana

lah si anan ngamuk trs ma dita tar ma jadi posesif🤣🤣

2022-08-11

1

Victorina Ratna

Victorina Ratna

ketemu terus, bermasalah terus, lanjut

2022-08-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!