4. Di SMA Abadi Jaya

"Lagian lu ada-ada aja pake bikin video aneh. Mana pake lupa segala lagi. Eh, ngomong-ngomong ya, kan gua nggak berani nganter lu masuk ke kelas, jadi gua nunggu di sini aja."

"Iya nggak apa-apa. Lu jagain mobil gua, ya?"

"Oke. Tapi jangan lama-lama ya, soalnya gua juga takut sendirian di sini," ucap Loli merengek.

"Lu tenang aja, Lol. Gua pasti nggak akan lama-lama."

Titi membuka gerbang sekolah yang ternyata tidak dikunci. SMA Abadi Jaya memang kekurangan petugas keamanan kala itu. Pihak sekolah sudah membuka lowongan, tetapi tidak ada orang yang berani melamar jika harus bertugas jaga malam. Banyak cerita horor yang beredar dari mulut ke mulut tentang sekolah itu sejak direnovasi lebih besar dan menjadi empat lantai.

Padahal sekolah tersebut merupakan sekolah favorit di wilayahnya karena menghasilkan murid-murid pintar sampai ada yang menjadi pemenang juara olimpiade sains. Mereka juga memiliki perguruan tinggi Abadi Jaya yang menghasilkan pegawai atau pejabat pemerintah yang disegani. Oleh karena itu sekolah tersebut ditunjang fasilitas yang lengkap dan dijuluki sekolah elite. Hanya siswa pandai dan memiliki uang yang bisa bersekolah di sana.

"Ti, tunggu! Lu yakin mau masuk?" Loli sampai menarik lengan bajunya Titi.

"Ih, si Loli! Kan tadi gua udah bilang kalau gua yakin mau masuk. Lagian sumpah ya gua nggak percaya yang namanya hantu-hantuan. Kita tuh ada di sekolah yang berkelas tau nggak, masa iya ini sekolah elite dan bagus gini ada hantunya," ucap Titi melayangkan wajah smirk-nya.

"Ti, jangan sembarangan kalau ngomong! Nanti ... ya udah sana lah, cepetan balik pokoknya!" pinta Loli.

Titi menjawab dengan anggukan. Dia harus segera mengambil ponselnya yang tertinggal di laci meja kelasnya. Gadis itu baru teringat kalau malam sebelumnya dia dan pacarnya mengambil rekaman saat sedang bermesraan di sebuah kolam apartemen. Dia tak mau jika video itu sampai tersebar dan menjadi konsumsi publik.

Titi berhasil masuk dan berjalan perlahan sambil melihat sekeliling. Senter kecil yang ia bawa diarahkannya ke anak tangga gedung sekolah. Kelasnya ada di lantai tiga. Gadis itu sempat menggerutu saking herannya kenapa sekolah sebagai ini bisa mengalami mati listrik. Padahal di perjalanan menuju sekolah, dia sempat melihat listrik di warung-warung kecil di pinggir jalan masih menyala.

"Duh, gelap banget sih? Bego banget gue sampai seceroboh itu ninggalin hape. Lagian kenapa sih anak kelas sepuluh ditaronya di lantai tiga," gumam Titi.

Perlahan dan dengan hati-hati gadis cantik itu menaiki anak tangga. Sekelilingnya terlihat gelap, hanya ada cahaya senter yang menjadi penerang langkahnya. Titi lalu berhenti sejenak untuk mengatur napas, tubuhnya yang jarang olahraga itu seakan tak sanggup lagi menaiki anak tangga.

"Ayo, Ti, elu pasti bisa."

Setelah mengatur napas dan menyemangati diri, gadis itu kembali melanjutkan langkahnya. Akhirnya, dia sampai juga di lantai tiga. Gadis itu melangkah melewati satu per satu ruang kelas. Ada enam ruang kelas yang digunakan untuk kelas sepuluh. Kebetulan kelasnya Titi ada di paling ujung, dekat dengan toilet untuk murid. Titi masih mengendalikan dirinya. Berusaha menutupi rasa takut. Gadis itu memang bisa dibilang gadis yang pemberani.

Titi sampai di depan kelasnya. Untungnya, pintu kelasnya tidak dalam keadaan terkunci. Suara engsel pintu berderit saat gadis itu membuka pintu. Gadis itu menyorot sekeliling ruangan dengan cahaya senter.

Bangku-bangku kelas masih tertata rapi di atas meja. Ruangan kelas itu tampak bersih tidak ada sampah sedikit pun. Titi menguncir rambutnya lalu dia segera berjalan menuju tempat duduknya yang berada di baris kelima paling kanan. Berada di paling belakang. Sesampainya di sana, dia menjangkau kolong meja. Akhirnya, gadis itu melukiskan senyum sambil menghembuskan napas penuh kelegaan.

"Untung masih ada."

Titi menyimpan ponsel pintar lipatnya ke dalam saku celana jeans biru yang dia gunakan. Setelah itu, dia bergegas untuk pulang. Namun, saat akan menuju anak tangga, Titi melihat bercak darah membentuk jejak sepatu seseorang di atas lantai.

"Jejak sepatu siapa ini, ya? Tapi kok kayak warna darah?"

Titi berusaha mengamati dengan saksama sampai rasa penasaran itu membawanya mengikuti arah jejak sepatu yang ia temukan. Semakin dia ikuti, semakin Titi mendengar dengan jelas suara perempuan yang sedang menangis. Jejak itu terhenti di anak tangga menuju ke lantai empat.

Titi menajamkan lagi indera pendengarannya. Dia benar-benar jelas menangkap suara tangisan dengan suara yang halus dan kecil. Suara itu makin jelas terdengar. Gadis itu yakin kalau asalnya dari lantai empat. Akhirnya, Titi tak bisa mengalahkan rasa penasarannya. Dia menaiki anak tangga dengan langkah pelan.

"Huhuhuhu, hiks hiks."

Suara seorang gadis menangis pilu itu kembali Titi dengar.

Titi menajamkan lagi indera pendengarannya. Dia benar-benar jelas menangkap suara tangisan dengan suara yang halus dan kecil. Suara itu makin jelas terdengar. Gadis itu yakin kalau asalnya dari lantai empat. Akhirnya, Titi tak bisa mengalahkan rasa penasarannya. Dia menaiki anak tangga dengan langkah pelan.

Sesampainya di lantai empat SMA Abadi Jaya, Titi baru tahu kalau di lantai empat masih berbentuk bangunan yang belum selesai dibuat. Setengah bagiannya masih berbentuk lantai semen dan setengah lagi sudah berbentuk bangunan yang akan menyerupai kelas-kelas dan ruangan seperti di lantai tiga. Namun, sepertinya pembangunan di lantai empat itu belum selesai.

"Huhuhuhu, hiks hiks."

Suara seorang gadis menangis pilu itu kembali Titi dengar.

Pandangan mata Titi tertuju pada sebuah ruangan. Hanya ada satu ruangan yang sepertinya sudah selesai dibangun. Titi melangkah melewati lorong itu. Lalu, dia mendorong pintu ruang yang menyerupai kelas tersebut. Disorotkan cahaya senternya ke arah jendela paling pojok. Betapa mengejutkan kala Titi mendapati seorang gadis berambut sepinggang berdiri di sana.

Gadis itu masih mengenakan seragam sekolah yang sama dengan sekolah Titi. Dia juga mengenakan lengkap atributnya dengan sepatu kulit hitam dan kaos kaki selutut. Gadis misterius itu berdiri menghadap jendela sambil membelakangi Titi. Gadis itu terisak lalu menangis pilu. Tanpa rasa curiga, Titi perlahan menghampirinya.

"Hai, kamu kok malam-malam gini ada di sini? Kamu juga kenapa nangis? Oh, aku tahu nih, jangan-jangan kamu pasti kabur dari rumah, ya?" tanya Titi sok tahu.

Gadis itu tidak menjawab, dia malah tetap menangis. Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Eh, kaki kamu berdarah tuh." Titi sempat menyorotkan senter ke bagian bawah dan melihat darah kental mengalir dari dalam rok gadis itu.

Gadis misterius itu membuka telapak tangannya. Dia menoleh ke arah kakinya.

...*****...

...Bersambung...

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓣𝓲𝓽𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓷𝓲 𝓷𝓲𝓱👍👍👍👍👍👍

2022-10-13

1

🐾♎🕸️ Alaska 12🕸️⚖️🐾

🐾♎🕸️ Alaska 12🕸️⚖️🐾

Hei Dita dan Anan, si Anta kemana 😂😂😂😂😂😂

2022-07-04

5

Bintang kejora

Bintang kejora

Biasanya ini awal, dari bertengkar jd berteman, dari benci jd demen 🤭🤭🤭..
Double Anan jd satu deh klo udh saling deket 🤭🤭🤭..

2022-07-03

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!