5. Kehadiran Anan di SMA Abadi Jaya

"Halo, nama aku Titi kelas sepuluh C. Nama kamu siapa? Kamu anak kelas berapa di sini?" tanya Titi seraya mengulurkan tangannya.

Gadis itu lalu menjabat tangan Titi. Sempat tersentak dan mundur satu langkah, Titi mencoba bertahan kala menyentuh lengan gadis di hadapannya itu karena terasa dingin. Gadis misterius itu memperlihatkan wajahnya yang pucat.

"Temani aku, ya? Kamu di sini saja," ucap gadis misterius itu dan membuat Titi terperanjat.

BRAK!

Pintu ruang kosong itu tiba-tiba tertutup dan terkunci. Sejak saat itu, Titi tak pernah kembali dan dinyatakan hilang. Tak ada yang percaya dengan pernyataan Loli. Sampai gadis itu melihat penampakan menyeramkan Titi dan si gadis misterius. Loli dinyatakan mengalami gangguan jiwa dan dirawat di rumah sakit jiwa karena terus berteriak dan mengamuk. 

***

Dita membuka jendela kamarnya. Sinar mentari mulai menyapa gadis manis itu. Dia menatap ke arah sang surya yang seolah bersolek bersiap menerangi dunia. Udara sejuk itu dia hirup kuat sembari berdoa. Dita memiliki harapan agar harinya cerah seperti pagi itu kala nanti langkahnya menuntun dia menapaki lingkungan sekolah baru yang dia takuti akan bersikap tak ramah. 

Burung-burung gereja terdengar bernyanyi bersahutan, saling bersiul memberi salam. Aroma harus masakan ibu cantiknya sangat terasa menggugah selera. Dita yakin kalau ibunya sudah selesai menyiapkan sarapan pagi yang paling enak di indera pengecapnya. 

Dita membangunkan Ali. Anak lelaki itu masih merasakan kehangatan yang tak biasa melingkupinya. Ali masih begitu nyaman memeluk guling bermotif spongebob itu. Kicau burung serupa alarm yang tercipta dari alam merayu netra anak lelaki untuk membuka. Kelopak matanya mengerjap perlahan, menyesuaikan cahaya yang mulai membias dari angkasa.

"Woi! Bangun, Li! Kamu kan mulai sekolah juga!" seru Dita.

"Ali udah pinter, Kak. Udah bisa baca juga," sanggahnya. 

"Ali! Tetep aja kamu harus sekolah. Jangan sok pinter ya mentang-mentang temen kamu yang di TK masih ngeja bacanya." Dita menarik paksa tangan adiknya.

Tertegun sejenak, Ali duduk dan masih dalam sisa-sisa kantuk yang menghinggapi kala bola matanya yang berkilauan menangkap hal tak biasa di pagi harinya. Wajah Dita terpampang nyata dengan kedua mata melotot. Sang kakak juga bertolak pinggang. 

"Iya iya, aku bangun."

Setelah mandi, lalu sarapan, Dita dan adiknya pamit. Gadis itu mengantarkan Ali menuju ke sekolah TK Al Insani yang ada di ujung gang. Gadis itu lalu melangkah ke halte untuk naik angkot menuju ke sekolah.

Di halaman sekolah SMA Abadi Jaya. 

"Selamat datang para siswa dan siswi baru. Saya harap kalian akan menjadi penerus kebanggaan sekolah ini nantinya. Sekolah yang menjadi idaman para pelajar di Kota Bunga dan mencetak generasi penerus yang berprestasi," ucap Ibu Santina.

Suara kepala sekolah wanita yang memakai pakaian stelan jas dan rok warna abu-abu dengan motif garis putih vertikal itu, menyapa penuh wibawa. Wajahnya tegas dan memperlihatkan sosok wanita pintar. Semua murid berbaris rapi di halaman sekolah. Mereka mendengarkan penjelasan dari Kepala Sekolah tersebut.

Dita berdiri bersebelahan dengan seorang gadis cantik nan imut. Gadis manis berkuncir dua itu menyapa. Usianya hampir sama dengan Dita, sekitar enam belas tahun. Namun, tingginya lebih pendek dari Dita.

"Hai, aku Anita. Nama kamu siapa?" tanyanya setengah berbisik. 

"Hai, namaku Anandita, panggil aja aku—"

Seorang pria muda dengan wajah rupawan dan tinggi sekitar 180 cm itu datang tergopoh-gopoh dengan langkah cepat. Kulit kuning langsat, hidung mancung bak perosotan TK, dan mata kecil agak sulit itu sukses membuat para murid perempuan menjerit histeris.

Perhatian semuanya! Perkenalkan Ananta Prayoga. Anak dari Tuan Arjuna Prayoga pemilik Yayasan Abadi Jaya. Suatu kebanggaan untuk kami bisa mendapatkan Nak Anan yang mau bergabung di sekolah ini," ucap Bu Santina menyambut Anan.

Sang kepala sekolah yang tampak sedang menjilat terang-terangan keluarga Prayoga itu, dengan bangga menyambut kedatangan Anan dengan senyum sumringah meskipun pemuda itu datang terlambat pagi itu. Sosok pemuda keturunan Jepang yang tampan dengan tubuh tegap proporsional layaknya sang idola ternama itu, terlihat kikuk dan menggaruk kepalanya meski tak gatal.

"Mari Nak Anan perkenalkan diri di hadapan semua murid. Ibu yakin para siswi sudah tak sabar berkenalan dengan kamu. Iya kan?" Bu Santina menggoda murid-murid perempuannya.

Sontak saja mereka langsung menjerit histeris diiringi dengan cibiran murid-murid pria yang tak suka dengan kehadiran Anan.

'Hadeh, nih emak emak mau bikin malu gue apa ya depan murid? Mana terang-terangan sok deket sama keluarga gue, ih males banget,' batin Anan.

Anan melangkah mendekat sampai akhirnya dia langsung menolak sang kepala sekolah. Dia memilih berdiri di barisan paling belakang para murid. Perjalanan langkahnya sukses membuat mata para kaum hawa seperti sinar lampu sorot yang menyorot ke arah wajah tampannya.

"Perasaan pernah lihat itu cowok. Tapi di mana, ya?" gumam Dita. Lalu, dia kembali teringat dengan kejadian di Pasar Cempaka tempo hari. Pemuda itu adalah pemuda menyebalkan yang terlibat adu mulut dengannya.

"Heh, tadi nama kamu siapa?" Anita menepuk bahu Dita sampai membuatnya terkejut.

"Namaku Anandita."

"Kok, nama kamu sama ama cowok tadi si anan."

"Idih, jangan samain nama aku sama dia. Panggil aja aku Dita, deh."

"Oke, Dita. Senang berkenalan dengan kamu," ucap Anita seraya melayangkan senyum manisnya.

Sepasang mata Dita dan Anan sempat bertemu. Anan menunjukkan wajah smirk pada gadis itu, begitu juga dengan Dita yang mengerucutkan bibirnya. Namun, sesuatu mengganggu penglihatan Dita. Gadis itu melihat sosok bayangan hitam tampak berdiri di lantai empat dan bergerak menjauh lalu menghilang.

"Duh, jangan-jangan itu penunggu sekolah di sini. Ya Allah, lindungilah hambamu ini, semoga dia nggak gangguin aku," lirih Dita.

"Ta, ayo ke kelas! Kayaknya tadi aku lihat nama kita sekelas!" ajak Anita.

"Oke, Nit." Dita lalu melangkah mengikuti Anita menuju ke lantai tiga.

Dita sempat melihat ke arah Anan yang menuju ke kelas XI B di lantai dua di gedung B yang ada di seberang. Sedangkan Dita menuju ke lantai tiga kelas X A. Dita Menuju ke sebuah lorong dan berbelok ke kanan.

Gadis itu sempat mendengar suara tangisan dari tangga menuju ke lantai empat. Ada rasa penasaran yang membuat dia ingin melangkah naik ke lantai empat tersebut. Rasa penasarannya membuat gadis itu nekat melangkah menaiki anak tangga. Namun, baru satu anak tangga Dita naiki, seseorang berseru mencegahnya.

"Hei, jangan ke sana!"

Pemuda bernama Ferdian dari kelas XII IPA, yang menjabat sebagai Ketua Osis, menegur Dita kala itu. Tubuhnya tegap dengan postur 175 cm. Rambutnya cepak seperti anggota pasukan keamanan. Lesung pipinya terlihat kala tersenyum makin membuat manis pemuda dengan kulit sawo matang itu.

...*****...

...Bersambung...

Terpopuler

Comments

disda

disda

wkwkwk.. pak Ferdi jadi ketua osis

2024-01-15

0

disda

disda

temen dekatnya dita sebelum sama tasya...

2024-01-15

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓪𝓹𝓪 𝓫𝓮𝓷𝓮𝓻 𝓣𝓲𝓽𝓲 𝓭𝓪𝓱 𝓶𝓮𝓷𝓲𝓷𝓰𝓰𝓪𝓵 𝔂𝓪

2022-10-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!