16. Mengembalikan Kuntilanak

"Tapi apa lagi? Kamu mau mulangin kuntilanak itu kan ke sekolah?" tanya Dita.

"Kok, elu tau?" 

"Tadi Tante Silla cerita pas di rumah kamu soal kamu pergi ke dukun dan semua yang mau kamu lakukan. Tapi sekarang aku mau solat magrib dulu soalnya waktunya sempit. Ayo, kita jamaah kalau perlu!" ajak Dita.

"Ummm… tapi gue nggak bisa solat, Ta." 

Anan menundukkan kepalanya.

"Hah? Bukannya kamu muslim, ya? Wah, jangan-jangan cuma islam KTP, nih?" tuding Dita.

"Bokap gue emang muslim, nyokap gue shinto. Tapi nyokap gue pas nikah ikut agama bokap gue." 

"Terus agama kamu sekarang muslim, kan?" 

"Iya, gue ikut bokap gue."

"Udah sunat belum?" Dita sempat menutup mulutnya karena keceplosan.

"Sial luh, Ta! Gue udah disunat!" jawab Anan seraya menutupi area sensitifnya dengan kedua tangannya.

"Oh… bagus deh. Tapi, kenapa kamu nggak bisa solat?" 

"Ya, karena nggak ada yang ngajarin gue. Aaahhh kenapa juga gue harus cerita sama elu!" seru Anan.

'Duh, kasian juga ini cowok, ya?' 

Dita melirik ke arah Anan. 

"Ya udah kalau gitu, sekarang temenin aku ke masjid! Nanti kamu ikutin aja gerakannya terus besok aku kasih buku tuntunan solat. Eh bentar, tapi kamu beneran ya udah sunat?" Dita menahan tawa sambil melirik ke arah bagian bawah milik Anan.

"Jangan mesum, luh! Gue sunat dari umur tiga apa empat tahun gitu. Tante gue yang bilang pas dulu gue ngiri liat temen gue disunat. Terus gue juga pengen diarak pakai singa-singaan," sahut Anan.

Entah kenapa cara bicara Anan berubah. Dia bagai anak kecil yang sedang mengadu pada ibunya. Meskipun wajahnya tetap menyebalkan untuk Dita lihat, tetapi wajah Anan sangat imut dan menggemaskan. 

'Haduh mikir apa aku barusan, jangan bodo, Ta!'

"Hahaha, lucu banget. Kamu bisa ngiri juga naik singa-singaan!" cibir Dita sambil terkekeh.

"Jangan tawa luh! Makin jelek aja tau nggak!" Anan menjambak ujung rambut kunciran Dita.

Di kursi belakang, hantu kuntilanak itu malah tertawa sambil bertepuk tangan melihat pertengkaran Dita dan Anan.

"Awww! Asem luh! Mainnya jambakan kayak emak-emak nih! Ya udah anterin ke masjid dulu. Baru nanti aku bantuin urus Tante Silla pulang." 

***

Setelah melaksanakan salat magrib, Dita kembali mengikuti Anan menuju ke SMA Abadi Jaya. 

"Sekarang gimana cara masuknya? Mana boleh kita masuk ke dalam sana sama penjaga sekolah?" tanya Dita saat di depan gerbang sekolah.

"Elu tunggu sini aja, gue mau bayar mereka dulu," ucap Anan. 

"Enggak semuanya bisa kamu atasi dengan uang, Nan!" ketua Dita.

"Lihat aja nanti." Anan menghampiri satu penjaga sekolah yang baru itu. Sementara penjaga satunya sedang membeli nasi goreng.

"Malam, Pak. Maaf saya mau ambil hape saya yang ketinggalan di kelas. Boleh masuk, Pak?" tanya Anan.

"Jangan bohong, ya! Setau saya nih kata petugas kebersihan dia nggak nemu hape hari ini," sahut penjaga sekolah berkepala botak itu.

"Makanya itu Pak, saya masih ragu hilangnya di sekolah apa di rumah. Boleh ya, Pak, saya periksa kelas sebentar aja," rengek Anan.

"Nan, nanti kita malah tambah diomelin." Dita menarik lengan Anan setelah dia mencoba menghampiri.

Anan lalu menyerahkan selembar uang seratus ribu pada si penjaga.

"Ya udah sana! Tapi, jangan lama-lama ya, sepuluh menit dari sekarang," ujarnya.

"Oke, Pak. Terima kasih banyak ya, Pak." 

Anan tersenyum puas dan menoleh pada Dita. Dia berhasil membuktikan kalau segala sesuatunya masih bisa diatasi dengan uang. 

"Dek." Penjaga itu menahan Anan dan Dita.

"Ya, Pak, ada apa?" Anan dan Dita menoleh pada penjaga itu.

"Hati-hati ya. Saya pernah denger katanya kalau malam sekolah ini angker," ucapnya.

"Oh, iya Pak, makasih ya," ucap Anan lalu melanjutkan langkahnya lagi bersama Dita.

"Dia nggak tau yang kita mau anterin pulang juga angker," gumam Anan seraya melirik ke arah kuntilanak yang berjalan dengan melompat seraya memilin-milin ujung rambutnya yang berantakan itu.

Namun, Dita menghentikan langkahnya ketika dia melihat sekelebat bayangan melintas. Dita sempat menahan tangan Anan.

"Kenapa, Luh?" tanya Anan.

"Nggak apa-apa, Nan. Cuma kaget aja," sahut Dita.

"Oh… Ta, tanyain tuh kunti rumahnya di mana! Gue udah anterin sampai sini nih!" ketus Anan tetapi tak berani menatap ke arah kuntilanak itu.

"Oke oke." Dita menoleh pada hantu kuntilanak di belakangnya.

"Tante Silla, silakan kembali. Kan udah kita anterin," ucap Dita.

"Bilangin juga jangan ganggu gue lagi!" seru Anan menambahkan.

"Bilang sendiri kan bisa, Nan! Toh, kamu juga udah liat dia!" Gantian Dita yang membentak Anan.

"Males gue, Ta! Gue ngeri tau," ucap Anan yang menundukkan kepalanya.

"Hadeh… okelah kalau gitu. Tante Silla, udahan ya jangan ngikutin Anan lagi. Maafin aku juga yang asal ngomong malah kejadian, hehehe."

"Iya, nggak apa-apa. Aku malah seneng kok hihihihi. Oh iya, Ta, boleh nggak aku minta dipeluk sama Anan?"

"Apa?! Idih najis!" Anan yang mendengar hal itu langsung menutup wajahnya dan berjongkok.

"Peluk doang sih, Nan. Cuma sekali doang peluk si Tante Silla nya," pinta Dita.

"Ogah ah! Bau ******! Geli gue!" ucap Anan.

"Kalau nggak mau peluk, aku nggak mau pulang loh!" ancam hantu kuntilanak itu.

"Tuh, denger sendiri kan," ucap Dita ikut menakuti Anan.

"Oke, oke, oke." Anan akhirnya berdiri dan terpaksa menerima pelukan kuntilanak tadi. Bau anyir dan aroma busuk menusuk ke hidung pemuda itu.

"Dadah Anan sayang... kalau kangen tinggal panggil aku aja ya. Dah, Dita! Aku mau ikut dugem temen-temen dulu." Kuntilanak itu melambaikan tangannya dengan genit ke arah Anan.

Kuntilanak itu melayang pergi ke pohon besar di kebun sekolah.

"Hahaha, kocak ih si Tante Silla. Ada gitu kuntilanak dugem." Dita tertawa sampai memegangi perutnya saat melihat kepergian hantu kuntilanak itu. Lalu, dia mendongak. Ada sesuatu di lantai empat yang mengganggu penglihatannya.

"Ogah gue kangen sama elu mah, dih najis!" ucap Anan dengan wajah kesal.

Anan melihat Dita yang menatap ke arah lantai empat. Gadis itu masih tak bergeming saat memandang ke arah sana.

"Ta, ayo pulang!" ajak Anan.

"Ummm, aku mau pipis, Nan."

"Hadeh … beser amat sih jadi cewek! Ya udah gue tunggu di sini," kata Anan.

"Tunggu di depan pintu wc aja apa," pinta Dita.

"Ogah ah! Dih, ntar gue dibilang mesum lagi!"

"Cuma di depan wc doang sih." Dita menarik tangan Anan dan memintanya untuk menunggu di depan toilet perempuan. Entah kenapa, Dita merasa ada sedikit takut kala melihat sekelebat bayangan di lantai empat tadi.

Setelah sudah tepat berada persis di depan pintu toilet, Dita menarik gagangnya untuk membuka perlahan. Kedua mata lentik itu mengarah ke bilik-bilik pintu yang juga perlahan terbuka jadi semakin lebar.

"Permisi, Dita mau numpang pipis. Oh iya baca doa masuk wc dulu."

Setelah selesai melaksanakan hajatnya. Dita keluar dari toilet perempuan dan tak mendapati Anan di sana.

"Nan, kamu di mana?"

Dita mencoba mencari pemuda itu sampai dia melihat cahaya senter yang sepertinya dari ponsel Anan. Pemuda itu berada di gudang sekolah. Dita mengarah ke sana.

...*****...

...Bersambung....

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓐𝓷𝓪𝓷 𝓴𝓮𝓶𝓪𝓷𝓪 𝔂𝓪🤔🤔🤔🤔🤔

2022-10-13

1

Fitri wardhana

Fitri wardhana

waduh si anan ke lantai 4 ya🙉

2022-08-11

1

Victorina Ratna

Victorina Ratna

anan kesambet hantu lain

2022-08-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!