Mereka berjalan menyusuri desa terlarang ini. Jika bukan karena solidaritas sesama kawan, tidak mungkin mereka mau!
Desa ini cukup luas. Terlihat beberapa rumah penduduk masih berdiri tegak, walau sudah dikelilingi sarang laba-laba, debu di mana-mana dan juga semak belukar. Bahkan banyak yang sudah rusak.
Tentu saja, karena semua rumah ini sudah lama sekali tidak ditempati dan juga pernah terjadi insiden yang sangat mengerikan di desa ini.
Tania melihat ada beberapa bercak darah di dinding setiap rumah di sini.
Benar-benar sangat menyeramkan jika membayangkan apa yang dulu terjadi pada desa ini.
Pembantaian massal yang dilakukan oleh seorang pria yang punya gangguan jiwa pasti.
Mana ada orang waras bisa setega itu membantai satu desa.
"Kita nyarinya gimana nih? Berpencar aja? Biar cepet ketemunya." Saran Riswanto.
"Tunggu!" Tiba-tiba Kevin muncul menyusul mereka.
"Lhaaah, kirain elu masih ngelanjutin proker, Vin!" Seru Ebot.
"Enggak." Ucap Kevin datar.
"Ya udah, kita berpencar aja!" Nathan menegaskan.
Tania dan Nathan berjalan lurus ke depan. Riswanto dan Saiful berjalan ke sisi kanan, sedangkan Ebot dan Kevin berjalan ke sisi kiri.
Sekitar setengah jam lagi, mereka akan kembali berkumpul di tempat semua saat mereka berpencar, begitulah rencana mereka.
Saat memasuki desa ini, Tania merasa seperti berada di dalam sebuah film horor. Suasananya benar-benar mencekam.
Beberapa kali, Tania melihat dan merasakan ada pasang mata yang sedang mengintip dan mengawasinya dan Nathan. Mungkin, karena jarangnya ada manusia datang ke tempat ini sehingga membuat perhatian mereka langsung tertuju pada kedatangan tamu yang tak diundang seperti mereka sekarang ini.
"Wulan!" Panggil Tania dengan suara lantang sambil berjalan, berharap Wulan dapat mendengar panggilannya dan mereka bisa segera menemukan Wulan dan tentunya segera keluar dari tempat ini.
Tiba-tiba, terdengar suara renyah ranting pohon yang terinjak. Nathan langsung merentangkan sebelah tangannya menahan langkah Tania dan Tania langsung waspada seperti Nathan.
"Ssstt!" Desis Nathan sambil menggerakkan bola matanya mengintai sekitar.
"Kenapa?" Bisik Tania.
"Ada yang mengawasi kita."
Tania makin mendekatkan diri pada Nathan. Jujur saja, Tania takut dengan kemunculan mereka yang biasanya terkesan mendadak.
Tapi, kalau dia berada di dekat Nathan, makhluk astral pasti akan segera lenyap setelah Tania memegang lengan Nathan.
"Kenapa?" Tanya Nathan yang kembali menghentikan langkahnya dan menatap pada Tania yang memegangi lengannya.
"Mm, nggak apa-apa." Jawab Tania sambil melihat sekelilingnya.
"Takut ya?" Tanya Nathan lagi.
"Dikit, hehe." Jawab Tania yang membuat Nathan tersenyum geli. Namun, suara itu kembali terdengar.
Apakah binatang buas?
Ini bisa saja terjadi karena mereka sedang berada di daerah yang masih dikelilingi hutan. Tapi, jika macan atau harimau, Tania yakin pasti tidak ada di sini.
"Di sini, nggak ada macan atau harimau kan ya, Nath?" Tanya Tania dan Nathan menaikkan sebelah alisnya, lalu tersenyum.
"Insya Allah, udah nggak ada."
Pernyataan Nathan mampu membuat Tania bernapas lega. Setidaknya, mereka aman dari binatang buas.
"Tapi kalau ular, masih banyak, Tan."
Seketika Tania kembali merapatkan dirinya pada Nathan dan Nathan tertawa lagi.
Nathan kembali melangkah dengan perlahan, dan Tania masih mengekor di belakangnya.
Saat sampai di samping sebuah rumah bercat coklat, Nathan menghentikan langkahnya.
Tania melongokkan kepalanya dan mengintip dari punggung Nathan, melihat kenapa Nathan menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba.
Mereka melihat Wulan berjongkok dengan posisi membelakangi mereka dan Wulan terlihat seperti sedang memakan sesuatu. Entah apa itu karena mereka tidak bisa melihat jelas.
Nathan menoleh dan menatap Tania.
"Wulan." Panggil Tania pelan.
Wulan hanya diam dan menoleh ke belakang.
Betapa terkejutnya mereka melihat apa yang sedang dimakan oleh Wulan.
Terdapat bercak darah di sekitar mulut hingga hidungnya. Tangannya juga berlumuran darah yang masih menetes.
Wulan memakan ayam yang masih hidup, sehingga bulu dan darahnya masih menempel di bibir juga wajahnya.
Tania langsung mual dan memalingkan wajahnya ke arah lain sambil menekan kepalanya.
Nathan mendekat ke Wulan dan nerampas, lalu melempar jauh ayam itu dari tangan Wulan, membuat Wulan menggeram dan menyerang Nathan.
Namun, ketika Nathan menghalangi tangan Wulan yang akan menyerangnya, Wulan langsung pingsan dan Nathan dengan sigap menangkapnya.
Nathan membopong Wulan sedikit kepayahan. Tubuh Wulan memang berisi meski tidak terlalu gemuk.
"Ayo, Tan! Kita bawa Wulan kembali ke posko." Ajak Nathan dan Tania mengangguk, lalu mengikutinya.
Tania bersyukur, akhirnya Wulan ketemu dan mereka bisa segera meninggalkan desa angker ini.
Saat Tania menoleh ke belakang, Tania melihat ada beberapa anak kecil yang sebelumnya pernah dia lihat. Mereka bersembunyi di balik sebuah rumah.
Tania menghentikan langkahnya sejenak untuk memastikan apakah yang dia lihat itu memang mereka atau bukan.
"Tania!" Seru Nathan memanggil Tania saat menyadari kalau Tania tidak mengikuti langkahnya malah berdiri diam terpaku menatap ke arah belakang.
"Eh, iya, Nath. Bentar." Jawab Tania, kemudian kembali melangkah meninggalkan anak itu.
"Riswanto! Ebot!" Teriak Nathan memanggil mereka.
Desa ini memang tidak begitu besar, sehingga memudahkan mereka untuk saling berkomunikasi walau berjauhan dengan berteriak.
Tak lama, mereka telah kembali berkumpul bersama.
"Ketemu di mana?" Tanya Riswanto.
"Udah, ntar aja dibahas. Kita pergi dari sini dulu sekarang. Perasaan gue nggak enak." Ucap Nathan sambil terus membopong Wulan berjalan keluar dengan langkah cepat.
"Wulan habis ngapain sih, Tan? Kok gitu bentuknya?" Tanya Ebot yang berjalan di belakang Nathan bersama Tania.
"Makan ayam dia. Ayam hidup, hiii!" Jawab Tania sambil bergidik ngeri dan Ebot langsung terbelalak sambil menunjukkan ekspresi ingin muntah.
Sementara Riswanto dan Saiful sudah berjalan di depan bersama Nathan. Kevin berjalan lambat di belakang Tania dan Ebot.
Tiba-tiba, bulu kuduk Tania meremang, lalu dia mengusap tengkuknya. Dia kemudian menoleh ke belakang, tapi tidak melihat sesuatu yang aneh.
"Kenapa?" Tanya Kevin dengan wajah dingin.
"Nggak apa-apa." Jawab Tania, lalu kembali menatap ke depan.
Sampai di gerbang desa, Tania melihat teman-teman lainnya yang masih melakukan proker. Dan seketika, Tania merasakan jantungnya seperti berhenti berdetak.
Tania melihat Kevin ada di sana bersama Abid sedang minum dan mengobrol.
Ebot pun sama, dia mendadak diam tak bergerak, lalu melirik Tania dengan mata melotot. "Tan, gue lagi halusinasi apa kagak sih?" Tanyanya berbisik.
"Jangan bahas, please!" Pinta Tania dengan wajah yang sudah berubah panik, karena tahu Ebot akan membahas soal Kevin.
Mereka berdua kemudian saling melempar pandangan dan melihat ke belakang bersamaan.
Di belakang mereka masih ada Kevin yang berjalan dengan lambat mengikuti mereka. Namun, wajahnya pucat dan jalannya sedikit menunduk. Tapi, tiba-tiba dia menyeringai menatap Tania dan Ebot sambil menggeram dengan suara berat.
Tania merasakan kakinya melemas. Tapi Ebot langsung menarik tangannya untuk berlari menyusul mereka yang sudah keluar. Mereka berdua berlari sambil berteriak dan otomatis membuat teman-teman yang lain melihat ke arah mereka.
"Tania! Kenapa?!" Tanya Tiwy yang baru saja dilewati Tania.
Namun, Tania tidak menjawabnya seolah tidak mendengar ucapan Tiwy yang bertanya kepadanya. Tania terus berlari dan melepaskan tangan Ebot.
Dengan cepat Nathan langsung menangkap Tania yang sudah agak diluar kendali. "Hei, Tania! Tenang!" Ucap Nathan sambil memeluknya.
Napas Tania tersengal dan jantungnya berdegup lebih cepat. Tania juga merasakan tangannya dingin hingga membuat tubuhnya gemetar. Namun, belaian tangan Nathan di kepalanya, perlahan mampu membuat Tania merasa tenang kembali dan bisa berpikir jernih.
Kemudian, Tania melihat sekelilingnya. Teman-temannya menatapnya dengan tatapan bermacam-macam.
"Ada apa, Tan?" Tanya Nathan dengan lembut sambil menatap Tania dan menyibak anak rambut yang menutupi wajah cantiknya.
"Kevin..." Hanya itu yang sanggup Tania katakan sambil menunjuk ke arah desa kramat.
Nathan kemudian melihat ke sana dan sedikit terkejut karena mengetahui kalau Kevin yang asli jelas-jelas sedang makan cemilan sambil mengobrol dengan Abid. "Ya udah, kita balik aja ke posko, ya."
Tania mengangguk. Masih ada ketakutan di wajahnya.
"Ris, gue balik dulu ya, nganter Tania!" Seru Nathan pada Riswanto.
"Iya, Nath.Gue juga mau nganter Wulan nih." Jawab Riswanto sambil melihat kondisi Wulan yang sedang terbaring di tikar masih tak sadarkan diri.
Akhirnya, Riswanto dan Vhie ikut kembali ke rumah.
Perjalanan yang lumayan jauh, membuat mereka harus beberapa kali berhenti sejenak karena Nathan dan Riswanto harus saling bergantian membopong Wulan yang masih pingsan. Sepertinya, Wulan terlihat berat.
Sampai di rumah, mereka segera masuk ke kamar Wulan dan membaringkan Wulan di tempat tidur.
Vhie langsung mengambil air untuk membersihkan sisa-sisa darah di wajah juga tangan Wulan.
Mereka masih di dalam kamar untuk memastikan Wulan baik-baik saja.
Tak lama, Wulan bergerak. Dia terlihat membuka matanya perlahan, lalu menggeliat.
"Wulan?" Panggil Riswanto dengan ragu-ragu.
"Hm? Kalian ngapain di sini?" Tanya Wulan yang membuat mereka langsung menghela napas lega.
"Alhamdulillah! Lo udah sadar, Lan?" Tanya Vhie yang duduk pinggir tempat tidur di samping Wulan.
"Emang gue kenapa?" Tanya balik Wulan sambil melihat sekitar.
"Lo pingsan." Jawab Riswanto.
"Duh, perut gue mual banget nih, pengen muntah." Ucapnya sambil berusaha beranjak turun dari tempat tidur dan berjalan dengan tertatih keluar kamar.
Vhie pun mengejarnya.
Tania menelan ludahnya membayangkan apa yang dimakan Wulan tadi. Wajar saja kalau dia mual!
Karena sepertinya Wulan sudah membaik, Tania pun berani membiarkan Vhie hanya bersama Wulan saja.
Tania pun meninggalkan kamar Wulan dan pergi ke ruang tamu, duduk di sana bersama Nathan dan Riswanto.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments