#12

"Astagfirullah!" Pekik Tania sambil menekan dadanya karena sangat terkejut.

"Lagi ngapain sih itu Wulan di dalem? Ngamuk?" Tanya Ebot yang juga mengikuti Tania dan Nathan ikut ngeri mendengar suara itu.

"Gimana kalau kita buka aja, Nath?" Saran Kevin.

"Gimana, Tan?" Nathan malah balik tanya ke Tania.

Tania tidak langsung menjawab karena benar-benar bingung harus berbuat apa. Tania hanya takut kalau pintu di buka, Wulan akan melakukan sesuatu yang membahayakan semua yang ada di sini.

Tiba-tiba, Vicky maju dan langsung membuka pintu kamar Wulan, membuat mereka semua kaget dengan tindakan Vicky yang tiba-tiba itu.

"Vick! Gila lu ya!" Pekik Ebot dengan kesal.

"Kelamaan mikirnya. Kalau Wulan kenapa-kenapa di dalem, gimana coba?" Vicky kemudian membuka pintunya lebar-lebar.

Mereka semua langsung terbelalak melihat apa yang sedang dilakukan oleh Wulan.

Wulan sedang memanjat dinding dengan cara merayap seperti spiderman.😧

"Allahu Akbar!" Nathan terkejut dan langsung mundur sambil menutupi Tania.

"Gila!" Kevin dan Ebot juga sama terkejutnya. Mereka ikut melangkah mundur.

Mereka takut kalau sampai Wulan melakukan gerakan yang membahayakan secara tiba-tiba.

"Vicky, mundur! Cepat tutup pintunya!" Teriak Tania dengan panik.

Bukannya langsung mundur, tapi Vicky malah berdiri diam di tempat dengan tubuh yang gemetar.

Ebot dengan cepat menarik Vicky untuk menjauh dari pintu, tapi sepertinya Ebot kesulitan. "Berat banget ni bocah! Bantuin, Nath!"

Nathan dan Kevin segera membantu Ebot menarik Vicky. Namun, mereka tetap tidak bisa menyeret Vicky sama sekali. Padahal badan Vicky kecil. Rasanya sangat tidak mungkin Nathan dan yang lainnya tidak bisa menggotongnya.

Tiba-tiba, Wulan lompat dan mendarat tepat menimpa Vicky. Sehingga mereka semua terjatuh di lantai.

Ebot langsung bergegas mundur, sedangkan Tania langsung menarik Nathan.

"Gimana dong?!" Teriak Ebot panik.

Wulan sudah seperti binatang buas yang sedang menerkam mangsanya. Dia menggigit leher Vicky hingga berdarah.

"Ini setan apa zombie sih? Jadi keinget film yang pernah kita tonton kemarin, Tan." Ucap Nathan yang malah melucu membuat Tania memutar bola matanya merasa jengah.

"Woy! Tolongin tuh, si Vicky! Ntar modar tuh bocah!" Teriak Ebot kemudian berlari kembali mendekat diikuti Nathan dan juga Kevin.

Mereka memegangi Wulan dan berusaha untuk menghentikannya yang masih terus ingin melukai Vicky.

Dengan sekuat tenaga, akhirnya mereka berhasil menarik Wulan.

Karena Wulan yang terus memberontak dan takut melukai orang lagi, mereka pun mengikat Wulan di tempat tidur kamarnya. Sedangkan Tania segera menolong Vicky.

"Duh, darahnya banyak banget legi!" Tania pun panik. "Aisyah, Tiwy, Vhie, Sekar!" Teriaknya memanggil mereka agar keluar karena Tania tidak bisa menangani Vicky sendirian. Tania juga tidak bakat merawat orang yang terluka, apalagi sampai mengeluarkan banyak darah seperti ini.

Melihat darah sudah langsung membuat Tania merasa pusing.

"Ya Allah, Tan! Vicky kenapa?" Pekik Aisyah terkejut.

"Di gigit Wulan!"

"Gilak! Cepat ambil kotak obat!" Sambung Sekar.

Vhie langsung berlari mengambil kotak obat.

Mereka pun bersama-sama mengobati luka Vicky. Ya setidaknya, mencoba agar darahnya berhenti keluar.

"Kayaknya, harus dibawa ke dokter deh ini." Saran Tiwy.

Tania makin lama makin merasa pusing karena bayangan masa lalunya kembali muncul.

Waktu itu, Tania sempat menusuk Beno memakai cutter yang dipakai Beno untuk mengancamnya.

Darah yang keluar dari leher Vicky semakin banyak, sama persis seperti darah di leher Beno yang dulu pernah dia tusuk.

Tiba-tiba, Tania menangis histeris sambil mundur, lalu terduduk di lantai menutupi kepalanya hingga wajahnya terkena darah Vicky yang berlumuran di tangannya.

"Tania?!" Pekik Aisyah. "Nathan! Tania, Nath!" Teriak Aisyah memanggil Nathan dengan panik sekaligus bingung karena posisinya sedang membantu mengobati Vicky bersama Tiwy dan Vhie.

Nathan kemudian keluar dari kamar dan mendekati Tania. Tapi Tania langsung mendorongnya. "Beno, pergi! Jangan sentuh gue! Gue benci sama lo!" Teriak Tania dengan histeris masih menutupi wajahnya.

"Tan, ini aku, Nathan!" Sebuah pelukan membuat tubuh Tania yang tadinya menggigil ketakutan, perlahan mulai tenang.

Tania menangis dalam pelukan Nathan. "Maafin aku, Nath..."

Tak lama, ustadz pun datang bersama yang lain.

Ebot kemudian menunjukkan Wulan yang sedang diikat di tempat tidur di dalam kamar.

Tania tidak tahu lagi apa yang terjadi setelahnya, karena Nathan sudah menggendongnya masuk ke kamar.

"Kamu istirahat dulu, ya." Pinta Nathan.

"Nath, gimana Tania?" Tanya Tiwy yang mengikutinya masuk ke kamar karena mencemaskan Tania.

Tubuh Tania terasa lemas dan tidak berdaya. Tapi dia masih setengah sadar dan bisa mendengar suara mereka.

"Dia nggak apa-apa kok." Jawab Nathan, kemudian menambahkan lagi. "Eh, tolong ambilin air sama handuk kecil, ya?"

"Oke." Tiwy segera pergi dan tak lama kembali dengan membawa baskom berisi air juga handuk kecil.

Nathan mulai membersihkan wajah dan tangan Tania yang terkena darah Vicky.

"Tan, lo nggak apa-apa, kan?" Tanya Tiwy masih cemas.

"Gue nggak apa-apa kok, Wy. Makasih ya." Jawab Tania lirih.

"Beno siapa sih, Tan?" Tanya Tiwy dengan tiba-tiba.

Tania terdiam dan tidak menjawabnya.

Nathan pun segera menyuruh Tiwy keluar.

"Tan, kamu mau makan? Atau kamu mau aku buatin coklat panas? Aku bawa banyak buat kamu. Pasti kamu lupa nggak bawa, kan?" Nathan berusaha mengalihkan pikiran Tania.

"Boleh." Ucap Tania singkat dengan wajah tanpa ekspresi.

Nathan pun keluar kamar dan tak lama kembali lagi dengan membawa dua cangkir coklat hangat di tangannya.

"Kalau kayak gini, aku jadi keinget kebiasaan kita di kost ya, Tan. Kurang tv nih sama kacang." Ucap Nathan menghibur Tania. "Oh iya, aku udah beli kaset film baru. Besok kalau kamu selesai KKN, kita nonton bareng, ya."

"Nath..." Panggil Tania.

"Hm?" Nathan melirik sambil meminum coklat hangatnya.

"Beno itu..."

Nathan langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir Tania. "Ssstt! Udah ya, Tan. Jangan dibahas sekarang. Aku nggak mau lihat kamu kayak tadi lagi."

"Makasih ya, Nath." Ucap Tania yang tiba-tiba meneteskan air matanya yang sudah tidak bisa dia tahan lagi.

Nathan meletakkan cangkirnya di meja, kemudian menarik Tania kedalam dekapannya.

Tania dapat mendengar detak jantung Nathan yang berdetak kencang.

"Kamu deg-degkan ya, Nath?" Tanya Tania sambil melepaskan pelukannya.

"Ya iyalah, Tania. Kalau enggak, aku mati dong." Nathan kembali melucu dan berhasil membuat Tania tertawa.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!