Setelah kejadian yang membuat senam jantung, Tania, Tiwy, dan Ebot kembali ke posko. Sungguh melelahkan!
Hari sudah sore sehingga saat mereka bertiga sampai di posko, sudah ada beberapa teman yang juga sudah menyelesaikan prokernya. Mereka semua duduk di ruang tamu.
Tania masih mengatur napasnya yang tersengal. Sosok yang begitu mengerikan, yang dilihatnya di semak-semak dekat sungai tadi masih terus terbayang dan teringat dalam pikiran Tania.
“Tan, udah selesai proker lo?” tanya Riswanto pada Tania yang masih memandangi langit-langit di ruang tamu.
Dia tidak menanggapi pertanyaan Riswanto hingga Tiwy menyenggol kakinya cukup keras.
“Paan sih lo, Wy?” protes Tania dengan kesal.
“Ditanyain Riswan noh! Ngelamun aja lo!” jawab Tiwy sambil beranjak masuk ke kamar.
“Eh, gimana, Ris? Lo nanya apa? Sorry, gue nggak fokus,” kata Tania pada Riswanto sambil membetulkan posisi duduknya.
“Jangan mikirin Yayang terus makanya,” ejek Saiful yang berjalan dari arah dapur menuju teras seolah menyimak pembicaraan mereka. Tapi Tania hanya diam, tidak menggubrisnya. Tidak penting, pikir Tania, karena Saiful memang sering mencari perhatian darinya.
“Gue tadi nanya, gimana proker lo? Udah kelar?” tanya Riswanto mengulangi pertanyaannya.
Sebenarnya, Tania mendengar pertanyaan ini tadi. Hanya saja, pikiran dia sedang tertuju pada kejadian siang tadi yang membuatnya menjadi terus teringat sehingga tidak bisa berpikir jernih untuk menjawab pertanyaan Riswanto. Jadi, dia tidak meresponnya.
“Oh, itu. Udah sih, Ris. Baru sebagian, besok lanjut lagi,” jawab Tania.
Tak lama kemudian, Abid masuk ke dalam rumah dengan jas almamater yang masih melekat di tubuhnya. Dia langsung menghempaskan tubuhnya ke kursi panjang di samping Riswanto. “Eh, kalian tadi yang bikin keributan di deket sungai, ya?” tanyanya sambil menuding Tania dan Ebot.
Seketika, Tania dan Ebot saling melirik dengan sorot mata yang mengisyaratkan sesuatu karena hanya mereka berdua yang paham.
“Keributan apa emang?” tanya Riswanto penasaran.
“Tanya aja tuh Ebot. Gue males bahas ini. Bayangin aja bikin pala gue pusing. Mandi dulu ah, bye!” ucap Tania kemudian langsung pergi meninggalkan mereka.
Sayup-sayup Tania mendengar Ebot sedang menceritakan kejadian siang tadi di dekat sungai, tapi Tania tidak tahu bagaimana reaksi mereka setelah Ebot bercerita karena Tania sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk dan baju ganti.
Sampai di dapur, Tania melihat Kevin sedang membuat kopi.
“Mau mandi, Tan?” tanya Kevin berbasa-basi.
“Iya, Vin. Wah seger banget nih kopinya,” ucap Tania sambil menghirup aroma segar kopi yang menguar di dapur.
“Lo mau?”
“Boleh dong. Kalau nggak keberatan, bikinin sekalian,” ucap Tania sambil tersenyum dibuat semanis mungkin kalau sedang merayu.
“Iya, iya. Gue buatin nih sekalian,” ucap Kevin sambil meraih cangkir kopi yang masih bersih. “Kirain lo nggak suka ngopi, Tan. Kebanyakan cewek kan nggak suka ngopi.”
“Kadang-kadang aja sih kalau pas lagi pengen aja,” ucap Tania sambil membuka pintu kamar mandi dan terpaku sejenak di depan pintu.
Kosong!
Tania masih saja teringat tentang kejadian kemarin. Berharap, semoga Miss K tidak menampakkan wujudnya lagi.
Please, Miss. Jangan nongol lagi ya? Gue udah cukup dibuat senam jantung gegara temen Miss nongol di deket sungai tadi. Miss K jangan nambanhin lagi ya, please! Biarkan gue mandi dengan tenang, batin Tania.
Kevin melihat Tania hanya berdiri diam di depan pintu kamar mandi. Dia mendekat dan melongok ke dalam kamar mandi. “Aman, Tan. Si Miss K nggak bakal nongol lagi, kan?” tanya Kevin sambil memperhatikan keadaan di dalam kamar mandi.
“Moga aja sih enggak,” jawab Tania dan Kevin membalikkan badan ingin melangkah pergi. “Eh, Vin! Tungguin dong! Lo di sini aja dulu, jangan ke mana-mana!” pinta Tania dengan wajah memelas. “Takutnya kalau kejadian kemaren terulang lagi. Kan nggak lucu kalau gue kekonci lagi di dalem.”
Kevin menghela napasnya berat. “Ya udah deh, gue tungguin di sini. Tapi jangan lama-lama loh, Tan!”
“Siap, bentar doang kok,” jawab Tania bersemangat. “Eh, janji ya, Vin. Jangan ninggalin gue!” pinta Tania lagi sebelum dia masuk ke dalam kamar mandi.
“Iya, bawel! Udah, cepetan sana, ah! Horor juga nungguin di sini sendirian. Buruan sono!”
Tania pun segera masuk ke dalam kamar mandi dan dia berusaha secepat mungkin menyelesaikan ritual mandinya karena dia juga tidak ingin berlama-lama di dalam kamar mandi.
Ceklek!
Tania membuka pintu kamar mandi setelah selesai mandi dan mengganti pakaiannya.
Kevin masih menungguinya di dapur sambil menyeruput kopinya. “Udah?” tanyanya saat melihat Tania keluar dari kamar mandi.
“Udah. Thanks banget ya, Vin.”
“Ya udah yuk, ke depan!” ajak Kevin sambil membawakan juga kopi milik Tania.
Setelah Tania menaruh pakaian kotor dan peralatan mandinya di kamar, Tania kemudian ikut duduk-duduk di teras rumah bersama Kevin. Di teras ada Riswanto, Saiful, Abid, dan Vicky.
“Eh, para ladies pada ke mana nih? Kok sepi?” tanya Tania ke mereka.
“Masih proker kayaknya deh. Belum pada balik,” sahut Vicky yang sedang merokok di teras.
“Tan, beneran tadi di deket sungai ada penampakan?” tanya Abid dengan serius.
Tania tidak langsung menjawab, melainkan melihat satu per satu wajah mereka yang menunggu jawaban darinya. “Iya, tadi Ebot udah cerita, kan?” tanyanya balik.
“Udah sih. Cuma cerita sekilas doang. Lagian tuh anak suka lebay,” jawab Abid sambil menyeruput kopinya juga.
“Ih, serem banget, ya? Mana kita harus di sini selama sebulan lagi,” timpal Vicky menggerutu.
***
Selepas salat Magrib berjamaah, mereka berkumpul di ruang tamu. Tapi, tiba-tiba Vhie memegangi perutnya. “Duuuh, mules nih. Temenin yuk!” pintanya sambil menatap teman-temannya satu per satu.
Tania menunduk sambil mengotak atik ponselnya, pura-pura tidak mendengar. Yang lain pun demikian.
“Tan, yuk ah, temenin gue!” pinta Vhie pada Tania.
“Duh, Vhie. Nggak bisa ditahan sampai besok aja?” Tania mencoba menolaknya dengan halus.
“Udah di ujung, Tan. Ayo, dong! Please,” rengeknya.
“Ya udah, deh.” Tania pun hanya bisa pasrah. Kasihan juga melihat temannya tersiksa. Coba saja kalau posisinya dibalik? Mungkin, dirinya juga pasti akan merengek sepertinya.
“Yuk, gue temenin juga,” ucap Saiful dengan tiba-tiba.
Duh! Kenapa harus dia sih? Males banget guenya! gerutu Tania dalam hati.
“Vin, ikut juga yuk!” ajak Tania pada Kevin.
“Hah? Duh, Tan. Kalian aja, napa?” tolak Kevin.
“Ya ampun, Vin. Lebih rame kan lebih asik. Jadi nggak takut. Udah, ayok ikut aja!” pinta Tania memelas. Karena jujur saja, Tania lebih takut dengan Saiful ketimbang makhluk astral.
Akhirnya, Kevin mau ikut juga setelah dipaksa oleh Tania.
Mereka berempat berjalan ke WC belakang rumah. Hembusan angin malam langsung menerpa wajah mereka saat membuka pintu. Sejenak, mereka menghentikan langkah saat melihat suasana di belakang rumah yang benar-benar horor, kecuali Vhie. Dia terlihat santai dan langsung berjalan keluar begitu saja.
“Eh, ayok! Kok pada berenti?” gerutu Vhie sambil menengok ke arah mereka.
Akhirnya, mereka berjalan keluar menuju WC di belakang rumah.
“Vhie, jangan lama-lama!” pinta Tania saat Vhie masuk ke bilik WC.
“Iya, iya, Tan! Tenang aja. Kalian ngobrol-ngobrol aja dulu. Jangan ninggalin gue loh, ya! Awas!” ancamnya sambil menutup bilik WC.
“Iya! Bawel benget!” timpal Saiful dengan kesal.
Mereka pun menunggui Vhie di luar yang tidak jauh dari sumur dan bilik WC.
Tania duduk di sebuah batu yang agak besar, sedangkan Kevin dan Saiful berdiri sambil merokok.
Hiks! Hiks!
Terdengar suara tangisan seorang wanita tapi samar sehingga mereka bertiga berusaha menajamkan pendengaran mereka masing-masing.
“Kalian denger, nggak?” tanya Kevin.
“Nggak usah dibahas, oke!” pinta Tania.
“Tan, gimana dong nih?” tanya Kevin lagi.
“Diemin aja! Jangan dibahas! Ngobrol yang lain aja!” pinta Tania sambil menatap mereka berdua.
“Kamu pacaran sama polisi itu, Tan?” Tiba-tiba Saiful bertanya mengenai hubungan Tania dengan Nathan, mencari topik lain. Tapi, bukan berarti harus menanyakan soal kehidupan pribadi juga kali!
Kevin menatap ke arah Tania dan Saiful secara bergantian dengan tatapan meledek sambil senyum-senyum sendiri.
“Kalau iya, kenapa? Dan kalau enggak juga kenapa?” tanya balik Tania sedikit kesal.
“Kalau iya, ya enggak apa-apa. Kalau enggak, ya bagus lah,” jawab Saiful dengan santai.
“Eh, Ful! Elu kan udah ditolak ama Tania, masih aja ngenyel. Kayak nggak ada cewek lain aja,” ledek Kevin diselingi tawanya.
“Usaha kan boleh, Vin,” timpal Saiful sambil menaikkan sebelah alisnya melirik pada Tania.
“Lah, si Dewi apa kabar, Ful?” tanya Kevin masih dengan tertawa membuat Saiful langsung salah tingkah.
“Paan sih lu, Vin? Gue sama Dewi nggak ada apa-apa,” jawab Saiful berbohong.
Dih, dikira gue nggak tahu kalau dia udah jadian sama Dewi? Dasar playboy! batin Tania.
“Oh, gue aduin sepulang dari KKN besok, ya. Biar mampus lu!” ucap Kevin dengan tertawa dan Saiful pun terdiam.
Hiks! Hiks!
Terdengar suara lagi, tapi masih samar.
“Duh, kok denger suara aneh lagi ya?” ucap Saiful yang mencoba menutupi rasa geroginya.
“Tenang aja kali, Ful! Suaranya samar, palingan jauh dari sini,” ucap Kevin.
“Jangan salah. Bukan berarti kalau suaranya samar itu jauh. Justru itu malah sebaliknya,” timpal Tania yang membuat wajah kedua laki-laki di depannya menjadi pucat.
“Tan, jangan nakut-nakutin lo, ah!” protes Kevin.
“Vhie! Udah belom sih?!” teriak Tania pada Vhie yang masih di dalam bilik WC.
“Iya, udah ini. Bentar!” jawab Vhie dan kemudian pintu bilik WC dibuka dari dalam.
“Lama banget sih lu, Vhie!” protes Saiful dengan kesal.
“Namanya juga mules kali, Pul!” jawab Vhie membela diri.
Hi-hi-hi-hi-hi!
Terdengar lagi suara yang masih samar. Kali ini bunyi tawa. Suaranya berubah-ubah, tapi terdengar samar dan terasa jauh dari tempat mereka berada. Tapi Tania tahu, justru sebenarnya sosok itu ada di dekat mereka.
“Eh, suara apaan tuh?” tanya Vhie sambil melihat sekitar.
“Elu sih, kelamaan!” omel Kevin.
“Katanya, kalau suaranya jauh, itu tandanya dia deket ya?” tanya Vhie sekaligus membenarkan ucapan Tania tadi.
“Shit! Balik aja deh, masuk ke dalem!” umpat Saiful dan mengajak kembali masuk ke rumah.
“Guys, itu apaan?” Kevin menunjuk ke arah samping kanannya. Di balik pohon besar ada sekelebat kain putih berkibar karena terkena angin.
Tania hanya melihat melalui ekor matanya saja dan sudah langsung bisa menebak apa itu. “Lariii!” pekiknya sambil mengambil jurus kaki seribu dan lari sekencang mungkin masuk ke dalam rumah dengan diikuti Kevin, Vhie, dan Saiful yang juga berlari kencang di belakangnya sambil teriak-teriak ketakutan.
Brak!
Saat sampai di depan pintu, tiba-tiba pintu tertutup sendiri dengan keras dan terkunci.
“Buka woiii!”
“Cepetan buka! Jangan ngerjain!”
Kevin dan Saiful berteriak sambil menggedor-gedor pintu.
“Woi, cepet buka! Kalau gue tahu siapa yang ngonci pintunya, bakal gue habisin lo!” teriak Kevin dengan penuh ancaman sekaligus panik.
Tania dan Vhie menunggu di belakang mereka sambil ketakutan.
“Tan ....” Vhie memegang tangan Tania.
“Apa?” Tania menoleh menatapnya.
“Itu... di belakang kita!” bisik Vhie dengan ekspresi ketakutan.
Tania pun menoleh ke belakang. Sosok yang tadi, terlihat melayang dan semakin mendekat. Seketika mereka berdua menerobos ke tengah-tengah Kevin dan Saiful ikut menggedor-gedor pintu dengan lebih kencang dan heboh lagi.
“Buka dong, cepetan!” teriak Tania dan Vhie hampir bersamaan.
“Iya, iya. Bentar!” Terdengar suara dari dalam dan sepertinya itu suara Ebot. “Lagian, siapa sih yang ngonci nih pintu?” lanjutnya menggerutu sambil membuka pintunya.
Begitu pintu dibuka, mereka langsung berebut masuk ke dalam. Sementara itu, Ebot hanya menatap heran pada mereka berempat. “Pada kenapa sih, kalian?”
“Tutup pintunya, cepet! Dia makin deket!” pekik Tania sambil menunjuk ke arah luar.
Ebot yang sudah membalikkan badan dan hampir melangkah, dia menoleh ke belakang. “Shit! Ngomong kek dari tadi!” umpat Ebot sambil dengan cepat menutup pintunya dan menguncinya rapat-rapat.
Mereka berebut masuk ke dalam, kemudian kembali duduk di ruang tamu bersama dengan yang lain. Mereka yang di sana hanya menatap heran melihat kelima temannya ini.
“Kalian kenapa sih?” tanya Riswanto.
“Tadi... itu....” Tania langsung menyikut Ebot yang hampir menceritakan kepada mereka semua.
“Tadi ada kecoa sama tikus di belakang, Ris,” sahut Saiful yang sepertinya paham dengan maksud kenapa Tania menghentikan ucapan Ebot.
Tania memang bermaksud untuk jangan dulu memberi tahu teman-teman yang lain agar mereka tidak ketakutan jika memang ada di antara dari mereka yang tidak diganggu atau belum diganggu. Lebih baik, biarkan mereka merasakan ketenangan dulu di sini.
Kalau semuanya takut, bisa-bisa kegiatan KKN mereka tidak akan berjalan dengan lancar karena tidak fokus.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments