#7

Pagi ini, jadwal Tania dan Riswanto memasak. Pagi-pagi sekali, mereka berdua sudah berada di dapur dan berencana memasak nasi goreng ayam suwir untuk sarapan. Kemarin, mereka sudah membeli bahan-bahannya. Ada juga pemberian dari Bu Kades.

“Tan, hubungan lo sama, siapa tuh? Nathan ya? Gimana sih?” tanya Riswanto sambil mengupas bawang.

“Biasa aja. Gue masih temenan aja sama Nathan,” jawab Tania seadanya sambil mencuci cabai yang ingin dihaluskan untuk bumbu.

“Oh, gitu.” Riswanto manggut-manggut. Dia terlihat agak ragu, seperti ada hal lain yang ingin disampaikan.

“Kenapa sih, Ris? Tumben, lo nanyain ini?”

“Nggak apa-apa. Ikut seneng aja, akhirnya lo nemuin cowok kayak Nathan setelah kejadian itu,” ucap Riswanto yang kemudian menyadari sesuatu yang salah. “Eh, sorry, Tan! Gue nggak bermaksud buat ngingetin lo lagi.” Riswanto segera meminta maaf pada Tania.

“Nggak apa-apa kok, Ris. Gue juga udah lupain kejadian itu kok. Dan gue udah coba buka hati buat orang lain. Khususnya Nathan. Lagi pula, Kak Adit juga udah kasih lampu hijau. Katanya, Nathan cowok yang baik,” ucap Tania yang malah menjadi curhat ke Riswanto.

“Gue lihatnya juga gitu, Tan. Apalagi dia polisi, ya? Dia kayaknya serius banget sama lo. Tapi kok kalian masih temenan aja sih? Dia belum nembak lo?” tanya Riswanto.

“Belum. Biarin aja lah, jangan cepet-cepet juga,” jawab Tania sambil cengengesan.

“Aneh deh lo. Biasanya tuh, cewek paling nggak suka digantungin. Eh lo malah nggak mau diseriusin,” ledek Riswanto dan Tania hanya tersipu malu.

Tania dan Riswanto memang sudah bersahabat sejak kecil karena Riswanto tetangga dekatnya.

Tania memang pernah punya pengalaman buruk beberapa tahun yang lalu dengan salah satu temannya yang bernama Beno. Ketika itu, Tania masih duduk di bangku SMA dan Beno 3 tahun lebih tua dari mereka.

Dulu, mereka sering bermain bersama, sering nongkrong bareng di warung yang ada di dekat pos ronda sekitar rumah. Tania masih ingat dengan jelas kejadian saat dia dan Beno ingin membeli bakmi Jawa yang ada di dekat perkebunan. Tapi, di tengah perjalanan yang sepi, tiba-tiba Beno membekap mulut Tania, lalu menarik Tania ke sebuah gubuk dan dia hampir melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap Tania kalau saja Riswanto dan Zufar tidak datang.

Entah apa yang akan terjadi dengan Tania kalau saja Riswanto dan Zufar tidak datang tepat waktu dan langsung menghajar Beno hingga babak belur. Dan semenjak kejadian itu, Tania menjadi trauma. Dia menjadi pribadi yang sangat tertutup. Dia juga sering mengurung diri di kamar. Tidak pernah lagi bergaul dengan teman-teman di sekitar rumahnya. Bahkan, sikap Tania menjadi sangat dingin pada laki-laki asing yang ingin mendekatinya. Butuh waktu lama bagi Tania untuk menyembuhkan rasa trauma itu.

Tidak ada yang tahu tentang kejadian itu, kecuali Riswanto, Zufar, keluarganya, dan juga keluarga Beno. Keluarga Beno memohon agar keluarga Tania tidak membawa masalah ini sampai ke jalur hukum. Pak Tama, papa Tania, setuju, tapi dia mengajukan syarat pada keluarga Beno. Mereka harus pindah dan pergi jauh-jauh dari lingkungan keluarga Tania. Dan sejak saat itu, Tania sudah tidak pernah lagi melihat Beno.

“Wah, kayaknya enak nih, Tan,” ucap Riswanto saat nasi goreng ayam suwirnya sudah matang. Aroma sedap langsung tercium oleh hidung mereka. Membuat cacing di dalam perut meronta.

“Iya nih. Jadi laper ya, Ris,” balas Tania sambil menatap masakan mereka yang sudah tersaji di atas meja makan.

Piring dan sendok juga sudah mereka siapkan. Jadi, teman-teman yang lain tinggal mengambil nasi goreng ayam suwir ini sesuka mereka.

“Ya udah, gue panggil anak-anak dulu. Setelah ini, gue mau lanjut proker,” ucap Riswanto dengan semangat. “Eh, Tan, lo mau ikut nggak, lihat pembuatan batas desa?” tanya Riswanto sebelum melangkah.

Tania tidak langsung menjawab. Dia berpikir sejenak dan sedikit bingung. Dia merasa, sepertinya tidak etis kalau dia tidak ikut terlibat secara langsung dalam pembuatan pembatas desa. Setidaknya, dia harus melihat keadaan di sana.

“Oke, deh! Lagi pula, kegitan gue hari ini nggak banyak. Selesai kegiatan nanti, gue nyusul ke sana.”

“Oke, Tan.” Riswanto kemudian segera memanggil teman-teman yang lain.

Setelah mengambil sepiring nasi goreng, mereka duduk bersama di ruang tamu karena ruang tamu ini satu-satunya tempat dengan kursi yang muat untuk mereka semua.

Saat mulai sarapan bersama, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kehadiran seorang pria bertubuh tinggi tegap yang terlihat misterius dengan tas punggung di bahunya.

Pria itu memakai celana hitam, jaket kulit hitam, sneakers putih, memakai masker hitam dan kaca mata hitam pula.

Pria itu diantar oleh Pak Karno sampai depan rumah ini saja, dan setelah itu, Pak Karno terlihat berpamitan dan pergi.

Semua orang merasa penasaran dan saling bertanya-tanya tentang pria misterius itu karena mereka tidak merasa akan mendapat tambahan anggota.

Pria itu kemudian mengetuk pintu dan Riswanto segera beranjak ke arah pintu. “Cari siapa ya?” tanya Riswanto.

Namun, saat pria itu sudah berdiri di muka pintu, Tania langsung dapat mengenalinya dengan mudah. Dia pun langsung meletakkan piringnya dan segera beranjak menghampiri. “Nathan!” panggilnya dengan mata berbinar.

Hal itu, kemudian membuat teman-teman yang lain ikut menghampiri untuk memastikan.

Nathan kemudian membuka maskernya dan tersenyum pada Tania. “Hai,” sapanya.

Ebot juga ikut menghampiri. Dia langsung terlihat heboh sendiri. “Woy, Bro! Akhirnya nyampe juga lu!” pekiknya dengan girang sambil meninju lengan Nathan.

“Kamu kok ke sini?” tanya Tania dengan heran.

“Etdah, pake ditanya lagi! Ya kangen lah, Tan, sama elu!” sahut Ebot dengan gregetan melihat Tania yang terkadang mendadak oneng.

Ebot kemudian langsung menggandeng Nathan masuk. Nathan menyapa semua teman-teman Tania yang ada di ruang tamu dengan ramah, sedangkan Tania sendiri masih terbengong melihat kedatangan Nathan yang dengan tiba-tiba.

“Tan, bengong aja!” Tiwy menepuk lengannya, lalu menariknya untuk duduk di sampingnya. Sementara itu, Nathan duduk di seberang Tania.

“Libur, Nath?” tanya Riswanto.

“Iya, dapet cuti 3 hari. Jadi, iseng dateng ke sini deh,” jawabnya dengan santai.

“Iseng apa kangen?” ledek Aisyah.

“Dua-duanya juga boleh, Syah,” jawab Nathan sambil melirik Tania.

“Cieee... Eneng juga kwangen, Bwang! Tiap hari ngelamunin Abwang teyus!” sambung Ebot dengan tawanya yang langsung meledak, disusul dengan tawa teman-teman lainnya. Ebot memang selalu tidak bisa untuk tidak menggoda Tania saat bersama dengan Nathan.

Tania tanpa berpikir langsung mencubit pinggang Ebot dengan keras sampai Ebot mengerang kesakitan. “Aduduh! sakit, Tan!”

“Rasain!” Tania tidak peduli.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!