#5

Hari ini waktunya untuk proker (Program Kerja). Tania berencana melakukan sosialisasi ke warga tentang pentingnya menabung dan berwirausaha kecil, terutama untuk para ibu.

Sementara Sekar dan Aisyah akan ke balai desa untuk membuat dan merapikan database keuangan di sana. Lalu Ebot akan mengajar pembuatan celengan dari tanah liat yang memang masih banyak mereka temui di sana. Tiwy memberikan penyuluhan tentang pembuatan makanan dengan bahan yang sederhana pengganti daging, ikan, dan lain-lain.

Mereka berpencar melakukan proker masing-masing. Namun, jika ada di antara mereka yang sudah menyelesaikan prokernya terlebih dahulu, maka akan membantu yang lain yang belum selesai.

Kebetulan, Tania berada di balai pertemuan warga yang berada di tengah desa bersama Tiwy. Tania melakukan prokernya selama beberapa jam. Dia merasa senang melihat antusiasme warga dan semua warga juga begitu senang dengan kedatangan Tania beserta teman-temannya. Sikap warga yang begitu terbuka, selalu ramah dan sangat baik, membuat mereka merasakan kehangatan seperti dalam lingkungan keluarganya sendiri.

Selesai proker, Tania dan Tiwy menghampiri Ebot yang sedang membuat celengan dari tanah liat bersama anak-anak kecil di dekat sungai. Sungai di sini terlihat jernih dan bersih. Beda dengan sungai yang ada di kota yang sudah tidak jernih dan tercemar limbah. Bahkan, sering menyebabkan banjir.

“Bot, gimana? Belum selesai?” tanya Tania pada Ebot.

“Bentar lagi, Tan,” jawab Ebot yang masih mengajari anak-anak dengan peluh di keningnya karena terpapar sinar matahari.

Tania dan Tiwy pun membantunya karena melihat Ebot kerepotan. Semua anak-anak juga terlihat sangat antusias. Sesekali mereka bercanda dan tertawa mengiringi kegiatan ini.

Tania menyapu pandangan ke sekeliling sungai dan pandangannya terpaku pada seorang anak kecil yang berada di seberang sungai. Anak itu hanya diam dan terus menatap ke arahnya tanpa ekspresi.

Merasa penasaran, Tania pun melangkah mendekat ke pinggir sungai. Kenapa anak itu sendirian di sana dan nggak ikut gabung sama anak-anak yang lain di sini? batin Tania sambil berjalan ke pinggir sungai.

“Dek! Sini, Dek! Ayo ikut Kakak bikin celengan dari tanah liat sama temen-temen yang lain!” ajak Tania dengan sedikit berteriak pada anak kecil yang berada di seberang sungai. Tapi anehnya, anak kecil itu malah berbalik dan berlari masuk ke dalam hutan.

“Eh, Dek! Adek!” teriak Tania memanggil-manggil anak itu, tapi anak itu semakin menghilang dari pandangannya. “Kok malah lari sih?” gumamnya pelan.

“Heh! Lu ngomong sama siapa sih?” tanya Ebot yang menghampiri Tania sambil menepuk pundaknya, membuat Tania berjengit keget, kemudian menoleh.

“Itu, Bot. Tadi ada anak yang ngelihatin kita terus dari sana. Gue ajakin malah dia lari ke hutan,” jawab Tania apa adanya. “Lo belum ngajak semua anak di desa ini ya?“ lanjut Tania bertanya dengan ekspresi curiga.

“Lu nggak usah mulai deh, Tan!” Ebot menarik Tania menjauh dari sungai. “Gue nggak lihat ada anak kecil di sana! Malah gue ngelihat elu ngomong sendirian kayak orang gila, tahu! Lu lihat tuh! Anak-anak jadi pada takut, dikira gue ngajak orang gila ke sini!” omel Ebot sedikit berbisik sambil melirik ke kerumunan anak-anak.

“Bot, masa lo nggak ngelihat anak tadi sih? Dari tadi dia berdiri di sana ngelihatin kita terus. Tapi kenapa dia lari pas gue ajak gabung sama anak-anak yang lain, ya? Apa dia takut kali ya, Bot?” ucap Tania yang masih kekeuh dengan apa yang dia lihat.

Pletak!

“Aduh, aww!” Ebot tiba-tiba menyentil kening Tania karena merasa gregetan.

“Lu ngeyel dibilangin! Di sana nggak ada anak kecil atau siapa pun! Semua anak udah ada di sini, dan semua udah gue data! Lagian, anak-anak di desa ini nggak banyak keleus, Tan!” Ebot bicara sambil menggigit giginya sediri saking gregetannya. “Lu ngelihat setan kali!” imbuhnya dengan kesal.

Deg!

Jantung Tania seketika berdesir. Masa sih yang gue liat tadi itu setan? batinnya.

Tania masih tidak percaya dengan penuturan Ebot. Dia kembali menoleh dan melihat ke arah seberang sungai di mana anak tadi berlari ke hutan, lalu menghilang entah ke mana.

Kresek! Kresek!

Kini Tania mendengar suara berisik dari semak-semak. Dedaunan di sana juga tampak bergerak-gerak seperti ada yang menyentuhnya. Rasa penasaran pun membuat dia melangkah maju sambil memicingkan mata, ingin tahu ada apa di sana. Jika itu hewan buas, dia harus mengajak anak-anak untuk segera pergi dari sana.

“Tan, Tania! Lu kenapa lagi sih?” tanya Ebot setengah berteriak, kemudian Tiwy juga ikut mendekat mengikutinya.

“Ada apaan sih?” tanya Tiwy pada Ebot yang juga penasaran.

“Tauk tuh,” jawab Ebot sambil menaikkan kedua pundaknya.

Semakin melihat ke arah tersebut, Tania semakin melihat jelas kalau memang ada orang yang sedang bersembunyi di balik semak-semak itu. Seperti bayangan, tapi bukan anak kecil. Bayangan itu makin terlihat jelas karena bayangan itu bergerak keluar dari balik semak-semak. Dan kali ini, Tania merasakan kedua kakinya melemas. Tubuhnya terasa begitu ringan, keringat dingin pun keluar saat Tania mulai melihat sosok itu dengan begitu jelas.

Tania melihat sosok pria setengah baya dengan kepala yang hampir putus, badannya berlumuran darah dan di tangannya tengah ada sebilah celurit tajam.

Seketika, Tania berteriak sambil menutup mata dan jatuh terduduk di tempatnya berdiri.

“Astaga, Tania!” pekik Tiwy dengan panik.

Tiwy dan Ebot langsung mendekati Tania yang sedang berteriak histeris sambil manangis.

Anak-anak melihat Tania dengan bingung dan beberapa dari mereka berlari pergi dari sana.

“Kenapa sih lu, Tan? Lihat apa?” tanya Ebot.

“Itu! Itu, Bot!” Tunjuk Tania ke arah semak-semak itu sambil memalingkan wajahnya tidak ingin melihat lagi. “Kita harus pergi dari sini! Ayok cepet!” ajak Tania sambil bangkit berdiri dengan dibantu Tiwy.

Ebot melihat ke arah yang ditunjuk oleh Tania, seketika Ebot pun berteriak. “Astaga! Lari! Ayok cepet lari!” jerit Ebot sambil menggiring Tania dan Tiwy.

Beberapa anak yang sebelumnya merasa bingung, mereka kemudian tersadar dan segera berlari pergi meninggalkan celengan yang sedang mereka buat. Mereka berlari ke rumah warga terdekat.

“Ya ampun, ada apa ini?” tanya seorang wanita paruh baya yang sedang menjemur padi di depan rumahnya. Dia merasa heran karena melihat orang-orang berlari ketakutan.

“Ada setan!” teriak seorang anak kecil yang langsung masuk ke dalam rumah ibu itu. Sepertinya, dia anak dari ibu itu.

“Lho, lho. Ada apa toh, Mas, Mbak?” tanya ibu itu.

“Tadi kita lihat ada setan di deket sungai, Bu! Iiih, sumpah serem banget!” jawab Ebot dengan napas tersengal sambil memeluk lengannya sendiri dan bergidik ngeri.

“Oalah! Ya sudah, saya ambilkan minum dulu, ya,” ucap ibu itu menimpali ucapan Ebot. “Anak-anak pada pulang dulu aja ya, dilanjutin besok lagi,“ lanjutnya dengan lembut pada anak-anak yang ikut berlari bersama terlihat sangat ketakutan.

Mereka bertiga kemudian dipersilakan duduk di teras rumah. Ibu itu masuk ke dalam untuk membuatkan minum dan tak lama di keluar dengan membawa baki. “Silahkan, diminum dulu! Di sini memang sudah biasa dengan hal-hal semacam itu.”

Mereka hanya mengangguk mengerti, kemudian tanpa disuruh lagi, mereka langsung meraih minum di atas meja dan langsung meminumnya hingga tandas.

“Eh, emang kalian tadi lihat apaan sih?” tanya Tiwy sambil berbisik.

Tania dan Ebot pun menatap Tiwy yang masih terlihat bingung. Jadi, dia tadi ikut lari tanpa tahu alasannya?

Astaga!

“Emang tadi kamu nggak lihat di seberang sungai, Yang?” tanya Ebot dengan menatap serius Tiwy.

Tiwy hanya menggeleng pelan dengan wajah yang masih bingung. “Tadi pas aku mau lihat, eh kamu udah keburu narik tangan aku duluan. Ya udah, aku ngikut lari aja,” jawab Tiwy pada Ebot. “Emang tadi itu kalian pada lihat apa sih? Jadi penasaran deh.”

“Mending nggak usah lihat deh! Bakal nggak bisa tidur lo sepanjang malem,” timpal Tania.

Tiwy mengerucutkan bibirnya merasa kecewa. Tania yakin, kalau Tiwy melihat, dia pasti akan lebih panik dan histeris dari pada dirinya dan yang lain.

Ibu itu tadi bilang, kalau hal-hal semacam itu sudah biasa ditemui di desa ini. Sosok-sosok semacam itu hanya muncul saja, tidak berani mendekat. Mereka hanya ingin menunjukkan keberadaan mereka saja. Dan sosok-sosok itu memang arwah penasaran dari Dusun Alas.

Kematian mereka yang tragis membuat arwah mereka tidak tenang dan sering menghantui orang di sekitar. Padahal, ada ustaz di sini, tapi sepertinya itu tidak membawa pengaruh banyak.

Semoga saja arwah-arwah penasaran itu tidak membahayakan orang-orang sekitar saja!

“Yang terpenting, kalian jangan sampai masuk ke Dusun Alas. Itu sudah cukup.” Ibu itu dengan serius mengingatkan mereka.

......................

Terpopuler

Comments

Tiwy Biwi

Tiwy Biwi

ko gw jadi oon yaa 🤣🤣

2022-06-19

1

Edy Ebot

Edy Ebot

kok yank sih..hh

2022-06-17

2

Edy Ebot

Edy Ebot

ahayyy

2022-06-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!