Tiada

Tiga minggu sudah, rumah kembali tenang, tanpa gangguan apapun.

Setelah bu ida berdoa bersama dengan kami selama satu minggu, aku bisa merasakan bahwa suasana rumah jauh lebih tenang.

Suasana malam hari juga sangat nyaman, tanpa kekhawatiran.

Hari minggu pagi dan semuanya memutuskan untuk ada di rumah.

Sudah dua minggu, seli dan bian selalu ada di rumah.

Bian yang biasanya selalu pergi ke rumah temannya saat akhir minggu, lebih memilih untuk tinggal di rumah.

Seli juga masih belum bangun, karena dia begadang semalam, dan baru tidur jam satu malam.

Sudah seminggu, aku kembali tidur di kamar seli saat malam hari.

Pohon rambutan yang ada di seberang rumah, anehnya, sudah tidak pernah membuatku takut lagi.

"Belanja yuk lis", ajak tante mirna.

"Aku cuci muka dulu ya", jawabku pada tante mirna.

Aku dan tante mirna kemudian berjalan keluar dari rumah, setelah aku membersihkan diri.

Kami mampir dulu untuk beli sarapan di pertigaan, tempat biasa yoga jualan saat bulan ramdhan.

Aneka kue, juga makanan sarapan yang sudah dipaket di dalam mika, masih berjejer dan komplit.

Si penjual membuka lapaknya dari pukul enam pagi, tapi biasanya tengah hari semua jualannya sudah ludes.

Aku memilih beberapa jajanan pasar, dan tante mirna memilih makanan sarapan untuk seli dan bian.

Setelahnya, kita langsung menuju warung bu eli untuk belanja sayuran.

"Bu mirna, sehat bu", sapa bu eli saat kita sudah di dalam warungnya.

"Sehat", jawab tante mirna sambil memilih sayuran.

"Eh rumah gimana", tanya bu eli.

"Udah mending bu nggak ada gangguan lagi", jawab tante mirna.

"Emang rumahnya angker bu", tanya salah satu ibu, yang aku tidak tahu namanya, tapi kita sering bertemu saat belanja sayuran di warung bu eli.

"Enggak angker bu, cuma ada yang ganggu aja", jawab tante mirna dengan penuh kesabaran.

"Pindah aja bu kalau angker mah, ngapain rumah angker ditempatin", ujar si ibu itu lagi.

Omongan si ibu memang masuk akal, karena memang lebih baik pindah, dari pada harus tinggal di rumah yang penuh gangguan.

"Udah nyaman bu di rumah itu", jawab tante mirna.

Baru saja si ibu itu ingin menyaut omongan tante mirna lagi, kita mendengar sirene mobil ambulan masuk dari ujung gang.

Kita semua langsung keluar dari dalam warung bu eli, untuk melihat siapa yang dibawa oleh ambulan.

Ambulan tersebut berhenti di depan rumah bercat hijau, yang jaraknya tidak jauh dari warung.

Di belakang ambulan ada beberapa motor yang mengikuti, juga satu mobil avanza hitam.

Perempuan dengan cadar hitam, turun dari mobil avanza tersebut, sambil mengusap air matanya.

Di ikuti oleh dua anak kecil yang berpegang pada gamis si perempuan tersebut.

Perempuan itu kemudian membuka pintu rumah, dan berdiri di depannya menunggu.

Petugas ambulan dengan sigap, mengeluarkan tandu dengan jenazah yang ada di atasnya, dan ditutupi oleh kain jarit, dan membawa tandu itu masuk ke dalam rumah.

Rombongan orang berpakaian hitam kemudian mulai memasuki rumah satu persatu.

Kita langsung kembali ke warung, dan kasak kusuk mulai terdengar.

"Siapa yang meninggal itu bu", tanya tante mirna pada bu eli.

"Waduh saya juga kurang tahu bu, mungkin keluarganya, soalnya saya nggak kenal mereka, mereka juga nggak pernah belanja di warung kita", ujar bu eli menjelaskan.

Aku dan tante mirna memilih untuk menyelesaikan belanjaan kami, dan pulang ke rumah.

Sampai rumah, kita disambut bian yang kesal karena kita terlalu lama meninggalkan rumah.

"Lama amat sih ma", ujar bian.

"Ya namanya belanja bian, nggak bisa cepat-cepat lah", ujar tante mirna.

Tante mirna dan aku lalu ke dapur untuk membereskan belanjaan dan mulai memasak.

Seli bangun pukul sepuluh pagi, dan langsung duduk di sofa sebelah jendela, yang ada di kamarnya.

"Kak itu rame ada apaan", tanya seli padaku yang sedang santai di tempat tidurnya.

Aku kemudian melihat keluar rumah, dan kulihat orang dengan jubah hitam dan gamis hitam, hilir mudik berjalan menuju gang di sebelah rumah.

"Oh, ada yang meninggal sel", jawabku.

"Dimana", tanya seli lagi.

"Di rumah yang cat hijau, di gang sebelah", jawabku pada seli.

"Siapa kak yang meninggal", tanya seli lagi dengan rasa penasaran.

Aku hanya mengangkat bahuku karena aku memang tidak tahu siapa yang meninggal.

Pukul sebelas siang, rombongan dengan jubah hitam berkerumun menuju ke arah jalan raya.

Di belakangnya, di ikuti oleh sekelompok pria yang membawa tandu.

Tidak ada sosok wanita yang kita lihat di antara kerumunan tersebut.

Normalnya, saat ada yang meninggal, tandu yang membawa jenazah, di bungkus oleh keranda atau peti, dan ditutupi oleh kain hijau dengan bacaan ayat kursi.

Tandu yang aku dan seli lihat, yang baru saja melewati depan rumah, tidak ditutup oleh apapun.

Kita bisa melihat jenazah yang ada di atas tandu, dengan bungkus kain mori putih, dan diikat menyerupai pocong, tanpa penutup apapun.

Jenazahnya tertiup angin juga terkena sinar matahari.

Hanya dua menit setelah jenazah itu berlalu dari depan rumah, keributan terdengar.

Tante mirna kemudian keluar dari rumah, diikuti aku dan seli.

Kita berjalan untuk mencari tahu lokasi keributan, juga penasaran dengan penyebab keributan tersebut.

Sebelah rumah tante mirna, adalah rumah kosong bercat putih, kemudian ada lapangan parkir, dan di sebelah lapangan parkir adalah mushola.

Aku dan tante mirna menghampiri salah satu ibu yang kita kenal, yang juga sedang menonton keributan.

"Ada apa bu", tanya tante mirna pada bu saodah.

Bu saodah lalu menceritakan, kalau warga yang tinggal di area masjid, keberatan, kalau jenazah yang masih di tandu tersebut, di sholatkan di masjid tanpa penutup.

Warga mempersilahkan untuk jenazah di sholatkan di masjid, dengan catatan, jenazahnya di tutupi.

Salah satu pria yang merupakan pimpinan dari kelompok dengan pakaian hitam, menolak.

Dia bersikeras bahwa membawa jenazah, dan mensholatkan jenazah tanpa penutup adalah tradisi kelompok tersebut.

Keributan pun terjadi, dan warga meminta jenazah untuk di sholatkan di rumahnya saja.

Aku yang berdiri di samping bu saodah, dengan rasa penasaran, mencari celah untuk melihat lebih dekat.

Enam pria dengan jubah hitam, yang semula membawa tandu di pundaknya, kemudian menurunkan tandu setinggi lutut mereka.

Tubuh yang terbungkus kain mori, dan di ikat menyerupai pocong, dengan wajah pucat tanpa penutup, bisa kulihat dengan jelas dari tempat aku berdiri.

Wajahnya tak asing, dia adalah sosok yang aku lihat pukul sebelas malam di depan rumah, saat pertama kali aku mendapat gangguan di rumah tante mirna.

Bulu kuduk langsung meremang di lengan dan tengkukku.

Aku kemudian berbalik dan keluar dari kerumunan.

Aku meninggalkan tante mirna yang masih berbincang dengan bu saodah, dan berlari kembali ke rumah.

Seli ternyata mengikutiku berlari, dan memanggilku, untuk memintaku menunggunya.

"Kak kamu lihat nggak wajah jenazahnya", tanya seli padaku.

Aku hanya mengangguk dan langsung membuka pintu rumah.

"Orang yang sama kan kak, yang lihatin kita pas aku pulang sekolah dulu", ujar seli.

"Iya sel, makannya aku langsung lari", jawabku pada seli.

"Mama mana kak", tanya bian yang baru keluar dari kamarnya.

"Masih di masjid bi", jawabku pada bian.

Bian lalu keluar dari rumah, dan berjalan ke arah masjid.

Lima menit kemudian, kita melihat tandu yang membawa jenazah, kembali melewati rumah, menuju gang sebelah.

Orang dengan pakaian hitam, kembali berjalan mengikuti di belakang tandu yang membawa jenazah tersebut.

Seumur hidup, baru kali ini aku melihat jenazah tanpa keranda penutup.

Biasanya, saat jenazah sudah akan di semayamkan, semuanya sudah tertutup dengan kain jarit atau ditutup oleh keranda.

Menurutku, tradisi kelompok tersebut sangat aneh, karena membiarkan jenazah terbuka, dan siapapun yang ada di jalan bisa melihat jenazah yang mereka bawa.

***

Terpopuler

Comments

Ila Latifah

Ila Latifah

serwm jg ceritanya. ini kisah nyata atau bagaimana. aku baru tau kloada yg bawa jenazah seperti itu

2022-10-10

0

Lexjulia

Lexjulia

belum sampai di konfirmasi, karena setelah si bapak meninggal, mereka pindah

2022-07-30

0

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

Kelompok aliran sesat yaa itu 🙄🤔

2022-07-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!