Minggu pertama di bulan agustus, rumah sangat ramai.
Tante mirna mengundang teman-temannya, untuk merayakan ulang tahunnya yang ke lima puluh tiga tahun.
Tamu memang datang bergilir, karena tante mirna memang hanya mengundang mereka untuk makan bersama.
Rombongan pertama, adalah keluarga tante stela, mereka berenam.
Aku dan seli hanya menahan tawa kita, saat wig tante stela jatuh di tarik oleh anaknya.
Tante stela dan keluarganya pulang sekitar jam tiga sore.
Sebelum tante stela dan keluarganya pulang, tante cindy dan ketiga anaknya juga datang untuk makan di rumah.
Setelah seluruh tamu pulang, aku dan seli hanya menatap kesal dengan tumpukan cucian piring.
"Biannn", teriak seli.
"Kenapa sih", jawab bian dengan nada kesal.
"Bantuin napa sini", ujar seli.
Bian kemudian keluar dari kamarnya, lalu membantuku dan seli untuk membersihkan peralatan makan yang kotor.
Tante mirna sibuk membersihkan ruang tamu, karena anak-anak tante stela, sebelum pulang, menyebar makanan di ruang tamu.
"Assalamualaiku", sapa sebuah suara dari depan.
Tante mirna yang menjawab salam tersebut, lalu mempersilahkan tamunya duduk.
"Lis bikinin minuman dong", pinta tante mirna padaku.
"Siapa te", tanyaku pada tante mirna.
"Om wondo", jawab tante mirna.
"Aku aja yang bikinin", ujar seli menawarkan diri.
Seli kemudian mencuci tangannya yang penuh sabun, dan langsung membuat minuman untuk tamu tersebut.
Aku dan bian yang menyelesaikan mencuci peralatan makan yang kotor.
Begitu selesai, bian langsung kembali ke kamarnya.
"Salim dulu sama om wondo", pinta tante mirna pada bian.
Bian lalu bangun dari kursinya, dan berjalan ke ruang tamu.
Tante mirna kemudian memintaku untuk membantunya, membawakan makanan ke ruang tamu.
Aku berjalan dengan dua piring berisi pastel dan martabak, bersamaan dengan itu, bian berjalan kembali ke kamarnya.
Sosok pria berkulit putih, bertubuh kurus, sedang duduk di samping seli.
Dia sedang berbincang dengan seli tentang film baru, yang baru dia download.
Seli terlihat akrab dengan sosok yang bernama om wondo.
"Kenalin ini lisa", ujar tante mirna.
Om wondo kemudian mengulurkan tangannya, dan langsung aku sambut.
Kita berempat lalu duduk dan ngobrol bersama di ruang tamu.
"Om, tau nggak, akhir-akhir ini rumah tuh jadi serem tau", ujar seli pada om wondo.
"Serem gimana", tanya om wondo pada seli.
Seli langsung menceritakan semua peristiwa yang terjadi di rumah pada om wondo.
"Nggak serem itu sel, mau kenalan aja", ujar om wondo santai.
"Lisa aslinya mana", tanya om wondo padaku.
Aku kemudian menyebutkan salah satu desa di bawah kaki gunung selamet.
"Oh, masih terpencil ya", tanya om wondo padaku.
Aku sejujurnya sedikit tersinggung dengan ucapan om wondo.
"Enggak kok om, jalanan masuk desanya udah besar dan aspal, itu juga termasuk desa wisata", jawabku pada om wondo.
Hati kecilku langsung tidak menyukai om wondo, tapi karena seli terlihat nyaman dengan om wondo, aku akhirnya hanya tersenyum.
"Di desa kamu itu kalau malam berarti sepi banget ya", tanya om wondo lagi padaku.
"Iya om, jam delapan biasanya udah langsung sepi", jawabku pada om wondo.
Om wondo kemudian meminta untuk melihat tanganku, aku lalu mengulurkan tanganku.
"Kamu lahir hari apa", tanya om wondo.
"Hari sabtu om", jawabku dengan ramah.
"Pernah di liatin sesuatu nggak waktu kecil", tanya om wondo padaku.
Aku kemudian berfikir, om wondo yang masih memegang tanganku, kemudian menekan ujung telapak tanganku.
Aku langsung ingat, kalau dulu saat aku masih kecil, aku sering terkena demam.
Hampir setiap tahun, menjelang hari raya idul fitri, aku selalu demam.
Saat demam, biasanya aku tidur di kamar orang tuaku.
Ingatanku membawaku pada peristiwa pertama di siang hari.
Aku baru saja bangun dari tidur siangku.
Ketika aku membuka mata, aku langsung melihat sekeliling tempat tidur, di penuhi oleh sosok anak kecil yang hanya mengenakan celana pendek berwarna putih, melihatku dan tertawa padaku.
Aku langsung ketakutan dan turun dari tempat tidur.
Aku berusaha membuka pintu kamar, tapi tidak bisa terbuka, akhirnya aku menangis.
Kemudian aku mendengar ibuku berbincang dengan kakaknya di luar kamar, dan semua anak kecil yang sedang menertawakanku, langsung bersembunyi di balik koran, saat ibuku membuka pintu.
Begitu pintu terbuka, aku langsung memeluk ibuku sambil menangis.
Bukan hanya siang itu, tapi juga ada malam yang aku ingat.
Saat itu malam jumat, aku yang demam tinggi, dipeluk oleh ayahku, sambil ayah mengucapkan doa.
Anak kecil yang sembunyi di balik koran, kembali lagi menertawakanku di depan mataku, aku hanya bisa menangis.
Aku terus bergumam memanggil ibuku, ayah yang memelukku terlihat sangat khawatir.
Ibu kemudian masuk ke dalam kamar, dan semua anak kecil dengan kepala plontos, berhenti menertawakanku dan menghilang.
"Mau kemana", tanya ayah pada ibu malam itu.
"Mau yasinan di rt tiga", jawab ibuku.
"Udahlah nggak usah pergi, udah tau anaknya lagi sakit", ujar ayahku.
Ibu kemudian mengambilku dari pelukan ayah, dan memelukku di tempat tidur.
Ibu membaca doa sampai aku tertidur, dan suasana kamar menjadi sangat tenang.
Aku menarik nafasku mengingat semua kejadian saat aku kecil dulu.
"Ingat lis", tanya om wondo padaku.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk, lalu om wondo mengelus telapak tanganku dan melepaskannya.
"Kakek kamu suka tirakat malam ya", tanya om wondo lagi padaku.
Aku hanya menggeleng, meskipun aku tahu kalau jawaban dari om wondo adalah iya.
"Jangan-jangan kak lisa lagi yang menarik semua setan ke rumah", ujar seli padaku.
"Enak aja", jawabku sambil mengerutkan kening.
"Bukan sel, emang mereka itu dari awal tinggal di rumah ini, bahkan sebelum kalian pindah", ujar om wondo.
"Mereka cuma mau kenalan aja", ujar om wondo menambahi.
Perbincangan langsung dialihkan oleh tante mirna, tentang tante stela dan wignya.
Seli menceritakan dengan senang pada om wondo, saat anak tante stela menarik wig yang menutupi rambut tante stela.
Kita semua langsung tertawa mengingat kejadian lucu yang terjadi siang tadi.
"Mau istirahat mas", ujar tante mirna pada om wondo.
"Boleh", jawab om wondo.
Tante mirna kemudian mengajak om wondo untuk masuk ke dalam kamarnya, menyalakan ac kamar, lalu menguncinya.
Aku hanya melihat perlakuan tante mirna pada om wondo dengan tatapan aneh, karena om wondo bukan suami tante mirna.
Tante mirna juga punya seli yang masih remaja, tidak seharusnya tante mirna membawa pria yang bukan suaminya, masuk ke dalam kamar, dan menguncinya di depan seli.
"Sel", ujarku pada seli sambil melirik mamanya yang membawa om wondo ke kamarnya.
"Udah biasa", jawab seli santai.
"hah", ujarku terkejut sambil mengerutkan wajahku pada seli.
"Dulu di rumah lama juga mama suka bawa om ridwan masuk ke kamarnya", ujar seli cuek.
"Di kunci juga, terus aku denger suara aneh dari kamarnya, jijik banget sebenernya aku", ujar seli.
Aku langsung merangkul pundak seli dan mengusap rambutnya.
"Jangan di tiru ya sel", pintaku pada seli.
Seli hanya diam saja, dan kembali memainkan handphonenya.
Om ridwan adalah teman tante mirna yang tinggal di bogor, dia adalah pria beristri.
Untuk om wondo, hati kecilku juga mengatakan, kalau dia adalah pria yang sudah memilki istri dan juga keluarga.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Amanda Ikaputri
bisa aja si tnte biang masalah nya iya gak sih
2022-08-11
1
V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷
Lah kirain si Om orang baik² duh ampun deh si tante pantas aja gak mau dan percaya buat minta tolong dengan pak ustadz
2022-07-25
1