Ketukan Tengah Malam

"Dok dok dok dok", sebuah suara yang terdengar seperti palu yang dihantam untuk menancapkan paku di dinding.

Suara yang ditimbulkan sangat jauh lebih keras dari suara palu biasa.

Aku yang merasa seperti baru saja terlelap, langsung terbangun.

Seli yang tidur di sampingku, masih terlelap seperti tak terganggu.

Aku kemudian bangun dari tempat tidur untuk mencari tahu sumber suara tersebut.

"Suara apa tuh lis", tanya tante mirna, yang juga terbangun dari tidurnya.

Aku lalu menyalakan lampu kamar tidur, dan seketika lampu menerangi kamar tante mirna, aku melihat pintu kamar bergetar karena suara yang ditimbulkan oleh ketukan tersebut.

Suara itu seperti terdengar dari arah depan.

Tante mirna kemudian ikut bangun dan turun dari tempat tidur, setelah aku menunjuk pintu kamar yang bergetar.

Aku dan tante mirna lalu keluar dari kamar, dan seketika suara ketukannya berhenti, kemudian terdengar suara langkah kaki orang berlari dengan kencang.

Tante mirna lalu mengajakku untuk melihat keluar rumah, dan berharap bahwa kita bisa melihat siapa yang membuat kegaduhan di tengah malam.

Suasana di luar terlihat tenang, tidak ada siapapun, ataupun jejak orang yang baru masuk ke dalam garasi dengan cara melompat pagar.

"Si yanto kali te", ujarku pada tante mirna.

Tante mirna hanya mengangkat bahunya, lalu berjalan ke arah kamar bian untuk melihat bian.

Bian sama seperti seli, masih tidur dengan nyenyaknya, dan tidak terganggu oleh suara ketukan tadi.

Jam di dinding menunjukkan pukul satu dini hari, aku dan tante mirna memilih untuk kembali tidur.

Ketukan aneh di malam pertama, dan kita yakin itu adalah ulah manusia.

Pagi di hari kamis, seperti biasa, seli dan bian sibuk mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah.

Setelah mengantar bian dan seli ke sekolah, tante mirna mampir ke warung sayur untuk belanja kebutuhan memasak.

Sambil masak, tante mirna cerita, kalau dia menanyakan ibu pemilik warung soal yanto yang semalam mengetuk pintu rumahnya.

Ibu pemilik warung heran, karena dia belum pernah melihat yanto keluar di malam hari.

"Ya gimana mau lihat te, orang itu tengah malam", ujarku pada tante mirna.

"Iya juga sih, tapi kita juga nggak tau itu yanto atau bukan", ujar tante mirna.

"Kalau bukan yanto siapa lagi te, orang siangnya juga dia kok yang ketok-ketok pagar", ujarku meyakinkan tante mirna.

Tante mirna hanya mengangkat bahunya, dan memilih untuk melanjutkan memasak.

Bian dan seli pulang sangat sore, karena katanya, bian ada les dulu dari sekolah, jadi seli terpaksa menunggu bian sampai selesai les.

Malamnya, seperti malam biasanya, aku duduk di sofa merah di ruang tamu sambil ngobrol dengan bayu di telvon.

Tante mirna merokok sambil bermain dengan handphonenya, tak lupa satu gelas es kopi di sampingnya.

Seli masih belajar di kamarnya, juga bian yang masih bermain game di komputernya.

Pukul sebelas malam, seli masuk ke kamar tante mirna untuk tidur, dan disusul oleh tante mirna

Aku masih bermain game di handphoneku sambil tiduran di sofa.

"Dok dok dok dok", suara bunyi yang sama persis seperti semalam.

Aku langsung tersentak dan bangun dari sofa.

Bian langsung berlari ke ruang tamu menghampiriku.

Seli dan tante mirna langsung keluar dari kamar.

"Dok dok dok dok", suara yang semakin terdengar keras, dan membuat jendela kaca dan pintu bergetar.

Tidak ada siapapun saat kita melihat keluar.

Kita lalu berkumpul di lorong, suara ketukan langsung berhenti, dan tak lama, suara seperti binatang sedang merayap, terdengar dari genteng persis di atas lorong.

Kalau dari suaranya, kemungkinan berat dari sosok yang merayap tersebut, sebesar harimau.

Dan ia terdengar merayap dengan sangat cepat karena dikejar oleh sesuatu.

Kemudian suara itu menghilang.

"Iseng banget sih tengah malam gini", gerutu seli.

Malam kedua dari ketukan aneh, dan kita masih mengira itu adalah ulah manusia yang iseng.

Bian kembali ke kamarnya, dan aku mengikuti seli masuk ke dalam kamar tante mirna.

*

Jumat datang menyapa untuk memberi tanda, kalau akhir minggu tinggal hitungan jam.

Seli dan bian senang, sementara aku, semua hari bagiku sama, karena pekerjaanku tidak mengenal hari.

Tante mirna mendapat undangan untuk yasinan di rumah pak RT di malam hari, waktunya sekitar pukul tujuh malam.

Jumat siang aku ada meeting pekerjaan di bintaro.

Sorenya aku akan pulang ke rumah dengan seli, karena tante mirna memintaku untuk mengurus administrasi sekolah bian.

Bian sebentar lagi akan ikut ujian nasional, jadi semua administrasi sekolah harus segera dilunasi.

Seli memintaku untuk ke sekolahnya pukul dua siang, supaya kita bisa jalan bersama pulangnya.

Sekolah seli, lokasinya di sektor tujuh bintaro.

Menurut seli, aku hanya perlu turun dari angkutan umum di dekat masjid, lalu berjalan lima belas menit untuk sampai ke sekolahnya.

Karena aku enggan berjalan, aku memilih untuk naik ojek ke sekolah seli, setelah turun dari angkutan umum.

Seli sudah menungguku di pintu gerbang, saat aku sampai.

Setelah mengurus adminstrasi sekolah bian, seli mengajakku untuk makan di kantin sekolahnya.

Menurutku, biaya yang harus tante mirna keluarkan untuk sekolah seli dan bian terlalu mahal.

Mengingat bangunannya yang kecil, juga lokasinya yang jauh dari jalan raya.

"Satu kelas memang ada berapa orang sel, kok sekolahnya kecil amat", tanyaku pada seli.

"Kelasku cuma delapan siswa, tapi gurunya ada dua", jawab seli sambil makan ice creamnya.

Aku mengambil kesimpulan, kalau sekolah seli mungkin menerapkan sistem seperti tutoring class, karena muridnya hanya sedikit, tapi ada dua guru yang siap membantu muridnya.

Biaya mahal yang harus dikeluarkan oleh tante mirna, mungkin karena hasil dari proses pembelajarannya yang bagus, bukan dari bangunan gedung sekolahnya.

Baik seli atau bian, keduanya mahir berbicara bahasa inggris dengan fasih.

Nilai akademik keduanya juga tergolong bagus.

Untuk anak SMP yang sudah fasih berbahasa inggris, menurutku luar biasa, karena aku sendiri, sudah hampir pertengahan dua puluh tahun, tapi jangankan berbicara, membaca kalimat dalam bahasa inggris saja, masih sering salah.

Kita kemudian keluar dari gerbang sekolah, dan berjalan pulang.

Berjalan kaki dari sekolah seli ke jalan raya, ternyata sangat jauh.

Aku tidak sadari itu saat aku berangkat, karena aku memilih untuk menggunakan ojek.

"Sel jauh banget jalannya", keluhku pada seli.

"Deket ini kak, cuma lima belas menit", jawab seli.

"Lima belas menit gimana, ini udah hampir setengah jam sel, tapi masjidnya aja belum kelihatan", keluhku lagi pada seli.

"Ini karena kita jalannya pelan, kalau cepet kita udah sampai dari tadi", jawab seli cuek.

Aku kemudian meminta seli untuk berhenti sejenak untuk mengatur nafasku.

"Kamu nggak capek tiap pagi jalan sejauh ini", tanyaku pada seli.

"Enggak tuh, biasanya aku malah lari", jawab seli.

Aku kemudian mulai mengerti dan memaklumi, kalau bau keringat seli setiap pulang sekolah sangat tak tertahankan.

Dia harus lari setiap pagi supaya tidak telat masuk ke kelas, dan harus berjalan sejauh ini sepulang dari sekolah.

Seli kemudian memintaku untuk melanjutkan jalan, karena dia sudah tidak sabar untuk sampai rumah.

"Ayo kak, ada anime yang mau aku tonton, mumpung bian pulangnya sore", ujar seli sambil menarikku untuk kembali berjalan.

Sepuluh menit kembali berjalan, dan akhirnya masjid yang menjadi tanda kalau kita sudah dekat dengan jalan raya terlihat.

Angkutan umum yang akan membawa kita ke pondok aren, sudah menunggu kita di depan jalan masuk, seli kemudian memintaku untuk lari, karena sopirnya meminta kita untuk bergegas.

***

Terpopuler

Comments

Cita N

Cita N

bagus ceritanya

2022-06-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!