Masa tenang

Dua bulan terlewati tanpa gangguan apapun.

Rumah kembali tenang, dan nyaman dihuni.

Bian sudah melampaui rasa traumanya dan dia kembali tidur di kamarnya sendiri.

Seli juga mulai menggunakan komputer bian saat malam hari.

Seli dan tante mirna, lebih sering menghabiskan akhir minggu di rumah, dan tidak pergi ke pondok pinang.

Bian masih sama, selalu berkumpul dan menginap di rumah temannya setiap akhir minggu.

Kuntilanak menari, adalah sosok yang terakhir kali aku lihat.

Sosok di kamar bian, juga tak pernah menampakan diri lagi.

Nenek dengan baju kuno, juga hanya menampakan diri sekali.

Minggu pagi yang menyenangkan dan cerah, serta situasi yang sudah normal kembali, tante mirna awali dengan merawat tanamannya.

Aku membantu seli yang sibuk membuat sarapan di dapur.

"Di balik sel, itu bawahnya hampir gosong", ujarku pada seli.

"Oke oke sabar", ujar seli padaku.

Seli kemudian membalik pancake yang proses pembuatannya, sudah kita kerjakan sejak satu jam yang lalu.

Benar saja, bawahnya sedikit gosong, tapi seli bilang kalau dia suka, karena jadinya krispi.

"Udah jadi belum", tanya tante mirna yang baru masuk ke dapur belakang.

"Kok gosong sih dek", ujar tante mirna yang melihat tumpukan pancake yang ada di piring, dan semuanya berwarna coklat gelap, bukan coklat terang.

"Nggak papa ma, enak kok, iya kan kak", jawab seli membela diri, sambil mencari dukunganku.

Aku yang masih mencicipi rasa pancake buatan seli, langsung mengangkat jempolku, karena memang rasanya enak.

Tante mirna lalu mencicipinya, dan mengkonfirmasi pendapatku.

Kita lalu sarapan di ruang tamu, dengan pancake coklat buatan seli, serta madu oleh-oleh dari tante cindy.

"Nanti mama mau ada urusan kamu di rumah aja ya sama kak lisa", ujar tante mirna pada seli.

"Mau kemana te", tanyaku pada tante mirna.

"Mau ke ulang tahun temen SMA", jawab tante mirna.

Sarapan kita akhiri dengan suit, siapa yang akan mencuci piring, dan seli kalah.

"Udah bikin sarapan, aku pula yang nyuci bekasnya", ujar seli menggerutu setelah dia kalah.

Aku dan tante mirna hanya tertawa mendengar seli menggerutu.

"Kan kamu kalah dek", ujar tante mirna.

Seli tidak menjawab dan memilih berjalan ke dapur untuk mengerjakan tugasnya.

Sepanjang siang, aku habiskan dengan membaca komik di handphone seli.

Sementara seli, menulis cerita tentang idol korea favoritnya, di blog miliknya.

Tante mirna sudah jalan dari jam sebelas siang, dan katanya baru akan pulang malam hari.

Sorenya, aku dan seli membeli bakso di rumah yoga, dan malamnya, aku memilih duduk di ruang tamu yang gelap.

Rumah yang tenang dan tidak ada gangguan, membuatku lebih santai, dan tidak khawatir saat aku memilih untuk mematikan lampu di ruang tamu.

Handphoneku berbunyi sekitar pukul tujuh malam.

Nomer yang menghubungiku adalah nomer asing, dengan ragu, aku menjawabnya.

"Ya", jawabku saat menerima telvon dari nomer asing tersebut.

"Siapa ya", tanyaku lagi, karena tidak ada jawaban.

"Bayu lis", jawabnya.

Bayu adalah mantanku saat SMA, kita mengkhiri hubungan karena dia sangat playboy dulu.

"Ohh, ada apa", tanyaku pada bayu.

Telvon dari bayu, bukanlah telvon yang aku harapkan, aku juga sudah tidak memiliki perasaan apapun pada bayu, meski dia adalah cinta pertamaku.

"Nggak papa, mau nanya kabar aja", ujar bayu.

Bayu menangkap rasa tidak antusiasku dengan telvon darinya.

Bayu kemudian mengatakan kalau dia ingin menjalin pertemanan denganku.

"Nanti istrimu marah kalau kamu temenan sama aku", ujarku pada bayu.

"Aku di kalimantan sekarang, istriku di jawa", ujar bayu menanggapi ke khawatiranku.

Pertemanan yang bayu inginkan, akhirnya aku terima.

Bayu kemudian mulai menanyakan kegiatanku saat ini, dan siapa pacarku.

Aku hanya menjawab kalau aku masih sendiri dan masih sibuk bekerja.

Bayu menutup telvon setelah waktu menujukkan pukul sembilan malam, dan setelah satu jam kita nostalgia masa SMA kita.

Tante mirna pulang pukul sebelas malam dan di protes oleh seli.

"Ni mama bawain kue makaron", ujar tante mirna berusaha membujuk seli yang protes.

Hawa di rumah tante mirna, sangat panas, meski musim sudah masuk musim penghujan.

Aku dan seli kemudian memilih untuk tidur di ruang tamu, dan membuka pintu, supaya kita dapat angin segar dari luar.

Tante mirna baru menutup pintu sekitar pukul tiga malam, lalu membangunkan aku dan seli untuk pindah ke kamar.

Tante mirna sedang berusaha sehemat mungkin, jadi tante mirna jarang mengijinkan kita menyalakan ac.

Kalaupun kita ingin menyalakan ac, itu hanya boleh satu jam.

**

Sore di hari sabtu, di waktu libur panjang dari sekolah, bian, seli dan tanta mirna masih berkemas untuk menginap di rumah tante maudy selama satu minggu.

"Kamu beneran nggak ikut kak", tanya seli padaku.

"Enggaklah, ramai banget pasti", jawabku.

Seli, bian dan tante mirna, akan menginap di pondok pinang, karena besok ada perayaan ulang tahun anak tante maudy yang ke tujuh.

"Siapin tangan supaya kuat sel", ujarku menggoda seli.

"Tenang aja kak, nanti pas bagian cuci piring, aku kabur", jawab seli sambil tertawa.

"Ma aku tiga hari aja ya langsung pulang", pinta bian pada mamanya.

"Kenapa, takut ya di nyinyirin istrinya om kamu", cibirku pada bian.

"Iya, nanti kalau mau ambil makan pasti di lihatin terus", ujar bian.

"Udah gitu suka fitnah lagi tuh orang", ujar seli menambahi bian.

"Makannya, kalau ada dia, kalian cuekin aja, jangan di tanggepin", ujar tante mirna pada bian dan seli.

Istrinya om haryo memang punya watak dan perilaku, yang membuat sipapun bisa benci dengan mudah akan sosoknya.

Aku hanya pernah bertemu sekali dengannya.

Menurutku dia adalah perempuan sunda yang bisa dibilang cantik, tapi siapa sangka kalau hatinya penuh iri dan dengki.

Bian dan seli selalu menjadi sasaran cemoohan, gunjingan, dan cibirannya.

Dia sama seperti nenek, selalu memandang orang, dari harta yang oran lain miliki.

Silau akan harta orang lain, dan iri akan harta tersebut, sudah menjadi cap yang menempel pada istri om haryo.

Sayangnya, kehidupan om haryo dan keluarganya tidak bisa di bilang bagus.

Keluarga om haryo masih sering mendapakan bantuan sembako dari pihak manapun.

Saat mereka berkunjung ke rumah tante maudy, istrinya juga selalu membawa pulang simpanan sembako yang ada di rumah tante maudy.

Tante mirna selalu memanggil istri om haryo, di belakangnya dengan sebutan rampok.

"Udah siap semua dek", tanya tante mirna pada seli.

"Udah ma", jawab seli.

Bian dan seli yang membawa tas ransel mereka, serta tante mirna yang membawa tas berisi baju untuk satu minggu, berjalan keluar dari rumah.

"Titip rumah ya lis", ujar tante mirna padaku.

Aku mengangguk, sambil mengikuti tante mirna keluar dari rumah.

Seli dan bian kemudian pamit padaku, lalu seli membuka pagar rumah.

"Kalau takut sendiri di rumah, susul ya kak ke pondok pinang", pinta seli padaku.

"Iya", jawabku singkat.

Mereka bertiga kemudian keluar dari pagar rumah, dan berjalan menjauh.

Aku berdiri di pagar rumah, sampai mereka bertiga berbelok ke turunan, lalu aku masuk ke dalam rumah setelah mengunci pagar.

***

Terpopuler

Comments

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

Author sebenarnya aku type penakut asli penakut beneran tapi entah aku suka dengan bacaan horor termasuk karyamu walaupun pada akhirnya ke kamar mandi harus nunggu barengan yg lain atau nahan laper di tengah malam karena takut ke dapur 😁🤭🤫

2022-07-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!